14.4 C
New York
Sunday, April 28, 2024

KPPU Dorong Pemerintah Menjamin Kesetaraan Peternak Mandiri

Medan, MISTAR.ID

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai integrasi vertikal oleh integrator di industri unggas sangat berpotensi melanggar UU No. 5/1999. Maka, diperlukan penyesuaian dalam kebijakan pemerintah dalam mengatasi potensi pelanggaran tersebut, khususnya dalam menjamin kesetaraan bagi peternak mandiri dalam rantai pasok tersebut.

Hal ini diutarakan Ukay Karyadi, Komisioner KPPU, dalam forum jurnalis penyampaian hasil kajian KPPU atas industri perunggasan yang dilaksanakan secara daring di Jakarta kemarin. Turut hadir dalam forum tersebut, Direktur Ekonomi Mulyawan Ranamenggala dan Direktur Kebijakan Persaingan Marcellina Nuring A.

Dalam kajian, KPPU menemukan bahwa harga day-old-chick (DOC) dan layer (ayam petelur) selama satu bulan terakhir selalu berada di atas harga acuan Rp5.000-Rp6.000/ekor dan bahkan cenderung meningkat. Begitu pula dengan harga pakan yang fluktuatif dan harga jagung yang berada di atas harga acuan Rp4.500/kg dan meningkat.

Baca Juga:Puluhan Peternak Petelur dan Mahasiswa Demo DPRD Sumut

KPPU melihat adanya dominasi pengepul dan produsen pakan dalam menguasai pembelian jagung di pasar. Di lain sisi, harga livebird dan telur juga cenderung rendah dan fluktuatif. Permasalahan di industri tersebut berdasarkan kajian KPPU, tidak lepas dari keberadaan integrasi vertikal oleh pelaku usaha integrator.

Integrasi tersebut dalam bentuk kepemilikan integrator atas pabrik pakan, impor grandparent stock (GPS) dan produksi day old-chick, peternakan sendiri atau bermitra, kepemilikan rumah potong dan cold storage, hingga penguasaan atas jaringan distribusi, toko, serta produk olahan.

Ditemukan bahwa 80% pasar dikuasai oleh perusahaan terintegrasi, dan hanya 20% dilakukan oleh peternak mandiri. Integrasi vertikal tidak serta merta dilarang oleh undang-undang. Undang-undang juga tidak melarang perusahaan untuk menjadi besar.

Baca Juga:Mahalnya Harga Pakan Ternak, KPPU Belum Menemukan Indikasi Kartel

“Integrasi vertikal pada satu sisi dapat memberikan efisiensi, kepastian bahan baku dan peningkatan akses ke konsumen. Di sisi lain, pelaku integrasi vertikal memiliki kemampuan untuk menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan atau melakukan praktik diskriminasi,” katanya melalui keterangan tertulisnya, Rabu (22/12/21).

Pemerintah telah memiliki Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32/Permentan/PK.230/9/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi (Permentan) dalam mengatur industri tersebut, namun belum dilaksanakan secara optimal.

Untuk itu, KPPU menilai Permentan perlu diefektifkan dalam hal pelaksanaan atau penegakannya. Khususnya dalam hal memastikan kesempatan bagi pelaku usaha mandiri dengan adanya pembatasan pasokan di hulu melalui pembatasan impor GPS, mengawasi dan menjamin bahwa syarat kepemilikan rumah potong dan cold storage harus dilaksanakan dan diawasi untuk menjaga pasar peternak (kecil/mandiri) dan melaksanakan pengawasan atas distribusi (baik dari sisi jumlah maupun kualitas) untuk memberikan kepastian bagi peternak dalam melakukan kegiatan usaha.

Baca Juga:Ciptakan Persaingan Usaha Sehat, Pemprov Sumut Layak Terima KPPU Award 

KPPU juga menilai bahwa Permendag No. 7 Tahun 2020 perlu ditegakkan, baik dalam harga DOC maupun pada harga livebird dan telur sehingga menjamin adanya jaminan harga input dan harga output bagi peternak mandiri.

“Peningkatan pengawasan oleh pemerintah atas aturan tersebut sangat dibutuhkan dalam menjaga agar integrator tidak menghilangkan peternak mandiri dalam industri. Dan jika integrasi vertikal sudah sangat membahayakan eksistensi peternak, perlu perubahan peraturan untuk memberi perlindungan bagi peternak,” ungkapnya.

Pelaku usaha dengan integrasi vertikal tersebut sangat rentan melaksanakan berbagai perilaku yang melanggar UU No. 5/1999, khususnya pelanggaran oligopoli, penetapan harga, kartel, integrasi vertikal, diskriminasi dan penyalahgunaan posisi dominan.

Baca Juga:Pupuk Mahal, KPPU Sebut Akibat Penahanan Barang dari Eksportir

Terpisah, Muslim salah satu peternak ayam asal Deli Serdang, mengatakan mahalnya harga DOC juga menjadi kendala pihaknya sebagai peternak mandiri.

“Tak hanya DOC saja yang mahal harga pakan juga naik awal bulan lalu. Sehingga berdampak juga naiknya harga ayam per kilogramnya. Karena ongkos produksi juga naik. Saat ini ayam dari kandang yang kita jual Rp22.000 per kg. Kalau sebelumnya Rp19.500 ya. Dan, memang akan naik lagi karena banyak ayam peternak mandiri seperti kita banyak yang kosong. Kalau perusahaan besar ya aman saja ya,” ujar Muslim saat dihubungi. (anita/hm14)

Related Articles

Latest Articles