21.3 C
New York
Thursday, May 2, 2024

RAPBD 2023 Belum Dibahas, DPRD Siantar Diminta Jangan Korbankan Kepentingan Rakyat

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Hingga memasuki tanggal 15 November 2023, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Pematang Siantar, belum kunjung dibahas oleh DPRD setempat.

Padahal sesuai Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2023, Rancangan APBD tahun 2023 sudah harus disahkan jadi APBD tahun 2023 oleh DPRD dan Kepala Daerah sebulan sebelum APBD tahun 2022 berakhir.

Kristian Silitonga SH, salah seorang pengamat politik dan kebijakan publik Siantar-Simalungun meminta agar DPRD Kota Pematang Siantar jangan mengabaikan kepentingan rakyatnya. Seperti disampaikan Kristian kepada Mistar, pada Selasa (15/11/22).

“Soal keterlambatan pembahasan APBD di banyak daerah, itu sudah soal klasik. Secara umum, ada dua penyebabnya yang saya amati. Yang pertama soal kapasitas dan pemahaman terhadap aturan dan peraturan terkait penyusunan APBD yang tertib dan taat azas,” tuturnya

Kemudian yang kedua, kata Kristian, soal dinamika elit lokal atau macetnya komunikasi politik diantara elit-elit lokal di daerah yang bersangkutan. “Yang pertama, jelas secara aturan dan peraturan, cukup ketat tahapan penyusunan APBD, bahkan tiap tahun Permendagri mengeluarkan aturan khusus untuk menjadi pedoman penyusunan APBD,” ujarnya.

Baca juga:Rapat Paripurna RAPBD Siantar 2023 Tak Kunjung Kuorum, Ini Kata Anggota DPRD

Prinsip-prinsipnya, kata Kristrian, sesuai aturan terkait pengelolaan keuangan daerah, ada disebutkan bahwa batasa waktu penyusunan APBD tahun 2023 itu sudah ditetapkan atau disahkan di DPRD, paling lambat satu sebelum tahun anggaran APBD tahun 2023 dilaksanakan. “Artinya sudah ditetapkan pada November 2022,” ungkapnya.

Setelah disahkan, lanjut Kristian, APBD itu akan dieksaminasi pemerintahan atasan untuk penyesuaian-penyesuaian mata anggaran dan perubahan-perubahannya. “Sehingga dalam prakteknya, pada tanggal 31 Desember 2022, baru sah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), tapi seringkali terlambat dalam hal itu,” tukasnya.

DPRD, diyakini Kristian, paham mengenai soal tersebut. “Jadi saya gak yakin, dalam konteks Siantar, bahwa pemahaman terhadap aturan dan peraturan itu menyebabkan keterlambatan (pembahasan,red) ini. Ini lebih kepada faktor kedua, tentang dinamika elit lokal dan macetnya komunikasi elit-elit lokal di daerah,” ujarnya.

Menurut Kristian, adalah hal yang sah apabila terjadi praktek tarik-menarik atau bergaining politik dalam penyusunan APBD. “Tapi sering kali, yang kita amati, substansinya kemudian tergelincir. Justru tidak kepada soal-soal yang bersifat anggaran, lebih ke soal-soal sentimen politik, dan sentimen-sentimen untuk kepentingan partai atau anggota DPRD di dalam,” ketusnya.

Dinamika dan perbedaan pendapat dalam pembahasan APBD, kata Kristian, diperbolehkan supaya APBD-nya lebih berkualitas. “Terjadi tarik menarik dan adu argumentasi yang berkualitas. Misalnya Siantar, pembahasannya terlambat, tapi kita tak pernah tahu, yang membuat terlambat itu apa. Ketika dikonfirmasi, selalu ada alasan klise dan remeh temeh, bukan terkait anggaran,” ujarnya.

“Saya mendukung DPRD ketat melakukan pembahasan itu supaya memperdebatkan hal-hal yang konseptual tentang kualifikasi anggaran yang kita butuhkan tahun depan. Inikan yang terjadi soal remeh temeh. Kita rindu, rancangan APBD yang diajukan itu diperdebatkan soal pergeseran anggaran yang mungkin tidak sesuai kebijakan umum anggaran, atau lari dari visi dan misi,” sambungnya.

Di Permendagri Nomor 84 Tahun 2022, kata Kristian, ada penekanan skala prioritas anggaran yang harus dialokasikan kepada pemulihan ekonomi lokal akibat pandemi, dan sekaligus mengantisipasi krisis ekonomi global yang diperkirakan akan terjadi di tahun berikutnya ke depan.

Baca juga:Rapat Paripurna RAPBD Siantar 2023 Diskors DPRD, Wali Kota ‘Balik Kanan’

“Itu yang perlu diuji, terlihat gak itu di rancangan APBD tahunn 2023, ada dialokasikan anggaran yang berimbas langsung ke pendapatan masyarakat itu. Ini yang perlu dikontrol dan diawasi saat pembahasan di DPRD. Nah hari ini, indikasi itu tidak ada, terlambatnya hanya soal sentimen politik yang tak jelas, remeh temeh dan tak penting,” cecar Kristian tertawa.

Soal kemacetan komunikasi politik diantara DPRD, Kristian berpesan agar pimpinan DPRD mampu merangkul anggotanya. “DPRD inikan kolektif kolegial, pimpinan DPRD itu harus menjadi pimpinan terhadap kelembagaan DPRD. Jadi tolong diselesaikan, jangan kemacetan komunikasi itu berimbas kepada tahapan pelaksanaan pembahasan APBD. Pimpinlah lembagamu dengan elegan, jangan sor sendiri,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya itu.

“Saya beri catatan buat DPRD dan Pemko, anda boleh bertengkar, anda boleh berbeda pandangan politik karena memang anda berasal dari unsur-unsur partai politik, tapi jangan korbankan kepentingan rakyat kota siantar. Itu poinnya, dalam banyak kasus tahun per tahun, penyusunan APBD selalu terjadi gejala yang serupa. Dari dulu saya amati, politik anggaran di Kota Siantar ini sangat lemah,” tukas Kristian yang menyebut APBD itu menyangkut kepentingan masyarakat.

“Dalam hal lain, silahkanlah bermain-main, tapi tolong, kalau soal APBD jangan main-main, karena APBD ini bersangkutan langsung dengan kepentingan masyarakat. Ini soal masyarakat, dan DPRD itukan perwakilan dari masyarakat untuk membahas APBD, karena APBD itu bukan milik DPRD ataupun Pemko, APBD itu milik masyarakat, APBD itu adalah kepentingan puncak masyarakat,” tutupnya. (ferry/hm06)

 

Related Articles

Latest Articles