7.9 C
New York
Friday, April 19, 2024

Sumatera Darurat Kasus Kekerasan Seksual

Medan, MISTAR.ID

Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat setiap tahun. Untuk wilayah Sumatera, setiap tahun terdata setidaknya ada 250 kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Oleh karena itu, Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil Sumatera mendesak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dapat masuk ke dalam Prolegnas prioritas dan segera disahkan.

Hal itu terungkap dalam konfrensi pers yang dilakukan oleh berbagai organisasi masyarakat sipil di Sumatera yang tersebar di provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu dan Bandar Lampung, melalui platform zoom, baru-baru ini.

Rahmi Meri Yenti dari WCC Nurani Perempuan menyebutkan, saat ini situasi darurat kekerasan seksual sudah terjadi di Sumatera. “Kita ini sudah darurat kekerasan seksual, lebih dari 250 kasus kekerasan seksual terjadi setiap tahunnya,” ujar Rahmi.

Baca Juga:Tersangka Pelecehan Seksual di Bandara Soetta Diciduk dari Kota Balige

Dipaparkannya, untuk provinsi Sumbar, jumlah kasus kekerasan seksual berdasarkan data WCC Nurani Perempuan tahun 2016 sebanyak 56 kasus, 2017 sebanyak 82, 2018 sebanyak 65, 2019 sebanyak 52 dan tahun 2020 sebanyak 34.

Provinsi Jambi berdasarkan data dari APM Jambi, tahun 2016 sebanyak 19, 2017 sebanyak 7, 2018 sebanyak 18, 2019 sebanyak 12, dan tahun 2020 sebanyak 8. Bengkulu berdasarkan data WCC Cahay Perempuan dan PUPA Bengkulu, tahun 2016 sebanyak 21, 2017 sebanyak 26, 2018 sebanyak 23, 2019 sebanyak 16 dan 2020 sebanyak 25.

Berikutnya, provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data WCC Palembang tahun 2016 sebanyak 126 kasus, tahun 2017 sebanyak 112 kasus, tahun 2018 sebanyak 106 kasus, tahun 2019 sebanyak 93 kasus dan tahun 2020 sebanyak 57 kasus.

Baca Juga:Selama Pandemi, Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat

Sumatera Utara berdasarkan data PESADA Sumut, Aliansi Sumut Bersatu, Pusaka, Hapsari dan LBH Apik Medan, tahun 2016 sebanyak 42 kasus, tahun 2017 sebanyak 70, tahun 2018 sebanyak 64, tahun 2019 sebanyak 75 dan tahun 2020 sebanyak 61.

Provinsi Aceh berdasarkan data dari LBH APIK Aceh dan Flower Aceh, tahun 2016 belum terdata, 2017 sebanyak 81, tahun 2018 sebanyak 27, tahun 2019 sebanyak 72 dan tahun 2020 sebanyak 17 kasus.

Bandar Lampung berdasarkan data LBH Bandar Lampung, tahun 2016 hingga tahun 2018 belum terdata, tahun 2019 sebanyak 40 kasus dan tahun 2020 sebanyak 45 kasus.

Baca Juga:Kementerian PPPA Dorong RUU PKS Masuk Prolegnas 2021

Riau berdasarkan data LBH Pekanbaru tahun 2016 belum terdata, tahun 2017 sebanyak 2 kasus, tahun 2018 sebanyak 5 kasus dan tahun 2019 serta tahun 2020 masing-masing sebanyak 7 kasus.

Total keseluruhan kasus kekerasan seksual tahun 2016 sebanyak 264 kasus, tahun 2017 sebanyak 378 kasus, tahun 2018 sebanyak 308 kasus, tahun 2019 sebanyak 367 kasus dan tahun 2020 sebanyak 254 kasus.

Lebih lanjut dijelaskan Rahmi, bentuk berdasarkan data tersebut bentuk kekerasan seksual yang terjadi diantaranya perkosaan, termasuk perkosaan di ranah keluarga kandung (incest), pelecehan seksual, eksploitasi seksual, traficking yang dibarengi kekerasan seksual, pemaksaan perkawinan, sodomi, kekerasan dalam pacaran, pemaksaan aborsi dan kekerasan berbasis gender online.

Baca Juga:Dugaan Pangeran Andrew Akrab dengan Predator Anak

Dalam penanganan korban kekerasan seksual, pendamping korban mendapatkan beragam tantangan dan hambatan.

Sri Rahayu dari Hapsari Sumut mengungkapkan sulitnya mendampingi korban kekerasan seksual ketika pelakunya adalah orang yang memiliki pengaruh di tengah masyarakat desa.

“Pelaku yang merupakan orang berpengaruh di tengah masyarakat menjadi tantangan kami, di samping aparat penegak hukum yang tidak berpihak kepada korban juga tidak adanya rumah aman di Deliserdang,” pungkasnya.(anita/hm10)

Related Articles

Latest Articles