9.8 C
New York
Friday, April 26, 2024

Pro Kontra Pembentukan Kajian UU ITE, Ini Kata Kriminolog UI dan Akademisi Pancabudi

Medan, MISTAR.ID

Pasal-pasal karet dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menurut Koalisi Masyarakat Sipil bakalan jadi langgeng karena pengkajinya hanya diisi perwakilan pemerintah.

Hal ini pun mendapat perhatian dari dua pakar di Medan, yakni, praktisi Hukum Dr Redyanto Sidi SH MH dan Kriminolog Universitas Indonesia Prof Drs Adrianus Eliasta Meliala MSi MSc PhD.

Dr Rediyanto Sidi menilai, sebaiknya revisi UU ITE dimulai dari naskah akademik, serap aspirasi masyarakat, evaluasi case hukum yang berkaitan dengan UU ITE selama ini.

“Surat Edaran (SE) Kapolri ini mungkin tujuannya baik. Tapi jelas mengarah kepada pelemahan penegakan hukum UU ITE,” ujarnya, Kamis (25/2/21).

Dosen S2 Fakultas Magister Hukum Universitas Pancabudi itu mengatakan, selama ini banyak case penegakan hukum dengan UU ITE. Sebelumnya, kata Redyanto, Kapolri Listyo menekankan agar kasus-kasus UU ITE dalam klasifikasi tertentu dapat mengedepankan ruang mediasi antarpihak yang bersengketa.

Baca Juga:Wacana Merevisi UU ITE Mengemuka Dari Jokowi Hingga Mahfud MD

“Bagaimana dan siapa yang berhak melapor, ini yang harus ditegaskan. Tentu saja dalam UU ITE, bukan melalui surat edaran Kapolri nomor SE/2/II/2021 pada 19 Februari 2021 lalu,” ungkapnya.

Redyanto sepakat dengan langkah yang diambil Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari LBH Pers, SAFEnet, YLBHI, ICJR, IJRS, ELSAM, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Greenpeace Indonesia, KontraS, Amnesty International Indonesia, PUSKAPA UI, Imparsial, AJI Indonesia, PBHI, Rumah Cemara, Koalisi Perempuan Indonesia, ICW, LeIpP, dan WALHI tersebut. “SE itu kan sifatnya Internal, mana boleh mengesampingkan UU. Dan UU idealnya ada aturan turunan pelaksana tersendiri disebutkan di dalamnya,” kata dia.

Sementara itu, Kriminolog Universitas Indonesia Prof Drs Adrianus Eliasta Meliala MSi MSc PhD menilai, tim Koalisi Masyarakat Sipil boleh saja memberikan kajian yang mungkin tidak memuaskan dan jangan berpandangan pesimis dulu.

“Yang pasti hasil kajian ini harus dijadikan naskah akademik yang wajib dibuat sesuai UU terkait pembuatan UU. Saya lupa nomornya dan nama persisnya. Sebagai naskah akademik, ada prasyarat,” kata Adrianus.

Baca Juga:Menghindari Saling Lapor, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Akan Selektif Terapkan UU ITE

Terkait hal itu, kata Adrianus, kalau tim pengkaji hanya membuat hal-hal yang aman saja, akan segera terbentur pada prasyarat suatu naskah akademik yang baik. Naskah itu sendiri, sebut dia, akan dibuat berjenjang.

Menurutnya, naskah diawali di Dirjen Pembentukan Perundang-undangan (untuk diharmonisasikan dengan ketentuan lain), lalu dibawa ke Sekneg untuk diantar ke DPR.

“Ada kemungkinan sebelum diantar ke DPR, Kumham juga meminta Badan Pengkajian Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham untuk roadshow meminta masukan dari berbagai pihak,” ungkapnya.

Menurut Anggota Ombudsman Republik Indonesia tersebut, segala proses itu amat mungkin membuat hasil Tim Kajian berubah banyak. Sampai di DPR, ada Badan Keahlian DPR serta aneka proses legislasi yang bisa mengacak-acak isi draft usulan pemerintah.

“Nah, masih percaya apa kata Koalisi Masyarakat Sipil atau percaya pada proses politik yang saya sebutkan di atas? Tidak ada yang salah dengan UU itu. Saya setuju UU ada kandungan pasal karetnya. Isu awalnya kan ada LSM nggak percaya kepada pemerintah. Itu yang saya bantah,” pungkas Komisioner Komisi Kepolisian Indonesia periode 2012-2016 tersebut.

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil terdiri dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menilai pasal-pasal karet di Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akan langgeng.

Baca Juga:Ganjalan Demokrasi di Indonesia, UU ITE Perlu Direvisi Lagi

Koalisi beralasan tim pengkaji yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD hanya diisi perwakilan pemerintah. Padahal, kata mereka, pengguna pasal UU ITE digunakan orang yang punya kuasa.

Mereka menafsirkan hampir dapat dipastikan pemillihan Tim Kajian UU ITE tanpa melibatkan unsur-unsur yang independen dikhawatirkan justru akan melanggengkan adanya pasal-pasal karet tersebut. Koalisi menduga kajian tim UU ITE bentukan pemerintah akan berat sebelah. Mereka juga khawatir tim yang diisi perwakilan pemerintah justru akan menutupi situasi ketidakadilan yang timbul karena UU ITE selama ini.

Para LSM menyarankan pemerintah melibatkan pihak independen dalam tim kajian UU ITE. Mereka mengusulkan ada perwakilan Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan elemen masyarakat lainnya dalam tim itu. (ial/hm12)

Related Articles

Latest Articles