10.8 C
New York
Monday, May 6, 2024

Kasus Kredit Macet BTN Medan, Rp14 M Dipakai Lunasi Utang PT ACR di Bank Sumut

Medan, MISTAR.ID

Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman dihadirkan sebagai saksi dalam perkara korupsi kredit macet sebesar Rp39,5 miliar di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dengan terdakwa oknum notaris Elviera.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (11/7/22) terungkap
bahwa berita acara penyerahan 93 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) ditandatangani Canakya Suman meski SHGB itu tidak pernah diserahkan.

Pada pemeriksaan Canakya itu, juga terungkap bahwa PT ACR sebagai pemilik 93 SHGB sebelumnya telah mengagunkan sertifikat itu ke Bank Sumut dan belum lunas. Tetapi proses permohonan ke BTN tetap dilakukan.

Baca juga: Tersangka Korupsi Kredit Rp39,5 M di BTN Medan, Direktur PT KAYA Dilimpahkan ke Kejari

Canakya menerangkan, dirinya dikenalkan oleh seorang bernama Dayan Sutomo ke
Aditya Nugroho, analis kredit di BTN Medan. Selanjutnya, Canakya mengajukan permohonan peminjaman uang dengan agunan milik PT ACR yang direkturnya adalah
Mujianto.

Canakya mengaku mengajukan kredit untuk konstruksi pembangunan 151 unit rumah di
Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono. Ia mengajukan dengan menggunakan
SHGB atas nama PT ACR yang masih menjadi agunan di Bank Sumut.

Menjelang akad, Canakya mengaku telah memberitahu Ferry melalui Aditya bahwa
SHGB agunan masih di Bank Sumut. Meski begitu, tetap digelar legal meeting pada 24
dan 27 Februari 2014. Penandatanganan akad kredit pada 27 Februari 2014,
sedangkan pencairan kredit dilakukan pada 3 Maret 2014 sekaligus dua tahap dengan
total mencapai Rp20 miliar.

Pada saat pencairan inilah, Canakya mengaku disodorkan berita acara penyerahan 93
SHGB sebagai kelengkapan syarat pencairan kredit. Tapi SHGB-nya tidak diserahkan.
“Kenapa ditandatangani yang tidak ada?” tanya hakim Immanuel Tarigan.

Canakya kemudian menjawab bahwa penandatanganan berita acara dilakukan untuk
melengkapi syarat pencairan kredit. Berita acara itu juga bertanggal mundur. Yaitu
27 Februari namun diteken 3 Maret agar seolah-olah sudah ada serah terima sebelum
pencairan.

Canakya mengaku, dari total Rp39,5 miliar yang diterimanya, sekitar Rp14 miliar
digunakan untuk melunasi kredit PT ACR di Bank Sumut. Hakim kemudian menanyakan
kemana SHGB yang telah ditebus itu.

Baca juga: Akibat Kredit Macet di BTN, Mantan Dirut PD PAUS Siantar Dituntut 7,5 Tahun Penjara

“Diserahkan ke customer yang mulia,” jawab Canakya. “Diserahkan atau dijual?” tanya
hakim. Semestinya, SHGB yang telah ditebus itu dibaliknamakan lalu diserahkan ke BTN
Medan sebagai agunan. Namun, itu tidak dilakukan Canakya. Hal ini yang membuat
Canakya terseret perkara penggelapan dan telah divonis. “Berapa lama anda dihukum?”
tanya hakim. “2 tahun 4 bulan yang mulia,” ungkapnya.

Selain Canakya, sidang juga menghadirkan saksi Ferry Sonefille selaku pimpinan
Cabang BTN Medan (2013-2015), dan penghubung PT KAYA dengan pejabat BTN
Dayan Sutomo.

Sementara kuasa hukum Elviera yang dimotori Tommy Sinulingga mempertanyakan
prinsip kehati-hatian di BTN Medan. “Siapa saja analis yang melaksanakan prinsip
kehati-hatian di BTN?” tanya Tommy dijawab Ferry dengan menyebut Aditya Nugroho
bawahan dari R Dewo Pratoloadji.

Tommy juga mengingatkan awal pengajuan permohonan kredit PT KAYA sebesar Rp49
miliar. Ada surat persetujuan yang ditandatangani Ferry. Namun, Ferry kembali
membantah bahwa suratnya itu bukan persetujuan, melainkan hanya rekomendasi ke
pimpinan BTN Pusat. “Itu bukan persetujuan, tapi rekomendasi,” kilahnya.

Akan tetapi Ferry tidak membantah bahwa surat rekomendasinya itu berisi tidak
keberatan dengan kredit yang diajukan PT KAYA.

Selanjutnya Tommy mencecar soal persetujuan permohonan pada 4 Februari 2014.
Padahal sebelumnya, medio Oktober 2013, BTN Pusat telah menerbitkan memo yang
menyatakan syarat kelengkapan permohonan kredit itu harus atas nama pemohon
terkait agunan yang diagunkan ke pihak BTN.

Baca juga: BTN Medan Cairkan Kredit Rp39,5 M, Tapi Tak Pernah Terima Sertifikat Agunan

“Apakah saksi tahu soal itu? Dan mengapa saksi tandatangani surat persetujuan
pemberian kredit (SP2K) kepada PT KAYA untuk konstruksi perumahan Takafuna
Residence tanggal 4 Februari 2014. Sementara tanggal 24 dan 27 Februari 2014 masih
digelar legal meeting. Artinya, saksi mengetahui memo dari BTN Pusat 2013, tapi tetap
menyetujui permohonan PT KAYA itu pada 4 Februari 2014. Persetujuan itu jauh
sebelum digelar legal meeting pada 24 dan 27 Februari 2014,” tanya Tommy.

Lalu Ferry pun membenarkan bahwa dirinya ada menandatangani persetujuan itu.
Namun hal itu menurutnya dikarenakan sudah dianggap memenuhi persyaratan.

Jawaban Ferry itu membuktikan kalau Notaris Elviera tidak terlibat dalam kesepakatan
antara PT KAYA dengan pihak BTN Medan dalam proses kredit untuk konstruksi
Takafuna Residence. Hal itu diperkuat dengan pernyataan saksi Dayan Sutomo yang
mengaku mengenal Notaris Elviera pada 24 Februari 2014.

“Artinya, sepakat dulu PT KAYA dengan BTN, baru notaris dipanggil. Begitukan saksi?”
tanya Tommy dijawab ya oleh Ferry.

Majelis hakim menimpali pertanyaan kuasa hukum kepada Ferry. “Terus yang membuat
saksi percaya adalah berita acara yang dibuat oleh Pak Dewo (R Dewo Pratoloadji-red)
dan ada covernote yang dibuat oleh notaris. Apa saksi tahu bahwa SHGB aslinya itu
masih ada di Bank Sumut?” tanya hakim.

Lagi-lagi Ferry berkilah. Katanya, ada surat dari Bank Sumut. Namun, setelah
ditunjukkan surat itu, ternyata hanya pemberitahuan bahwa SHGB yang jadi jaminan di
Bank Sumut akan diberikan bila telah melunasi kredit PT ACR. Artinya, dana kredit dari
BTN yang dikucurkan kepada PT KAYA digunakan untuk melunasi kredit PT ACR ke
Bank Sumut.

Baca juga: Eksepsi Elviera Terdakwa Korupsi KMK BTN Medan Rp39,5 M Ditolak Hakim

Setelah Ferry, giliran saksi Dayan Sutomo memberi keterangan. Dayan mengaku diberi
hadiah Rp500 juta karena berhasil mempertemukan pimpinan PT ACR dengan pihak
Bank Sumut terkait pengajuan kredit sebesar Rp35 miliar. Hadiah itu diberikan Antona,
staf Mujianto selaku Direktur PT ACR.

Sedangkan dari PT KAYA, ia mengaku diberi sebuah rumah karena mempertemukan
Canakya Suman (Direktur PT KAYA) dengan pejabat analis BTN, Aditya Nugroho, hingga
mulus mengajukan kredit. Pemberian hadiah rumah itu dibungkus dengan akta jual beli.

“Saya diberi rumah berikut sertifikatnya. Hadiah itu dibuat akta jual beli seolah-olah
saya telah membeli. Padahal itu hadiah,” aku Dayan di hadapan majelis hakim dipimpin
Immanuel Tarigan.

Selain itu, Dayan juga mengaku telah memberikan uang Rp100 juta kepada Ferry
sebagai hadiah memuluskan kredit PT KAYA. “Hadiah uang itu saya berikan di depan
Canakya Suman di Hotel Emeral saat makan malam bersama,” jelas Dayan.

Baca juga: Kejati Sumut Optimalkan Pemberkasan Perkara Korupsi KMK BTN Senilai Rp39,5 M

Keterangan Dayan itu langsung dipertanyakan hakim Immanuel Tarigan kepada saksi
Canakya Suman yang dihadirkan secara virtual.  “Tidak benar itu majelis hakim. Soal
satu sertifikat itu, kami proses jual beli. Bukan saya berikan. Soal 100 juta itu juga, tidak
benar itu. Dia ada hutang 100 juta, (pemberian) itu mungkin hanya inisiatif Dayan
sendiri,” jawab Canakya menjawab hakim Immanuel Tarigan.

Hakim Immanuel tidak langsung percaya dengan jawaban Canaknya yang kerap
berbelit-belit saat memberi kesaksian. “Anda yang jujur. Tadi Dayan sudah menjelaskan.
Jangan anda berbohong. Anda tahukan, ada sudah disumpah, nanti bisa-bisa dikenakan
berbohong memberi keterangan,” tegas Immanuel. Tapi Canakya tetap bersikukuh
membantah. (iskandar/hm09)

Related Articles

Latest Articles