7.4 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Hasil Ekspedisi HePI dan HKI di Hutan Batangtoru: Harimau Sumatera dan Orangutan di Ambang Kepunahan

Taput, MISTAR.ID

Yayasan Healthy Planet Indonesia (HePI) bersama Huria Kristen Indonesia (HKI) yang dipercaya Lutheran World Federation ( LWF), melakukan ekspedisi dan koservasi di sejumlah harangan (hutan-hutan) di kawasan di Tapanuli.

Hasilnya, mereka menemukan sejumlah perilaku penghuni yang masih berkutat pada penebangan liar, perluasan lahan secara masif, diikuti dengan sejumlah satwa yang berada di ambang kepunahan.

Salah satu hutan yang menjadi bidikan yayasan yang konsern memadukan konservasi dan pelayanan kesehatan untuk memutus siklus rantai kemiskinan dan penebangan liar hutan di Indonesia ini adalah, kawasan Hutan Batangtoru.

Batangtoru sendiri mencakup wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara.

Baca Juga:Masyarakat Belawan Unjuk Rasa Desak Restorasi Hutan Mangrove Atasi Banjir Rob

“Paling krisis sekarang di Batangtoru adalah potensi kepunahan binatang (satwa) yang paling dilindungi yakni, orangutan Tapanuli dan harimau Sumatera,” kata Ketua Yayasan HePI drg Hotlin Ompusunggu menjawab Mistar, Jumat (29/10/21), di Adiankoting Tapanuli Utara saat melakukan sosialisasi dan pelayanan kesehatan di wilayah itu.

Menurut Hotlin, satwa itu sebenarnya bukan satwa semata, tapi ada kegunaan untuk manusia.

“Kalau satwa hilang, ada gangguan ekosistem, kalau gangguan ekosistem hilang akan mengganggu kesehatan kita. Bahkan disana, masih ada orang yang makan daging harimau dan orangutan ataupun kelelawar,” ujarnya.

Langkah apa yang Anda lakukan di Batangtoru? Menjawab hal ini, drg Hotlin Ompusunggu mengatakan, binatang liar bisa jadi sumber penyakit kalau tak dirawat.

Baca Juga:Dinda Kirana Jelajahi Hutan Lewat ‘Segala dalam Diam’

“Jadi kita datang bukan dari hukum, tapi dari konservasi dan kesehatan bahwa binatang liar itu bisa jadi sumber penyakit kalau kita tidak merawat dan melindunginya. Maka dalam konteks Batangtoru, kita ingin merangkul gereja, karena sebenarnya yang paling khusus di Batangtoru dari penelitian kita, ada 88% beragama Kristen dan 78% dari angka tersebut adalah penganut Luhteran,” sebutnya.

Karena itu, kata Hotlin, dalam melakukan aksi di tengah hutan itu, pihaknya tidak lagi membentuk institusi baru, tetapi bekerja sama dengan institusi yang sudah ada dengan merangkul gereja.

Di tempat yang sama, Kepala Departemen Diakonia HKI Pdt Rahmayanti Simorangkir mengatakan, HKI memperoleh kepercayaan dari LWF untuk melakukan proyek Eko Theologi yang sudah dimulai sejak 6 tahun lalu.

Baca Juga:Hoster Rumahorbo: Lokasi Penebangan Pinus di Desa Marlumba Samosir Bukan di Hutan Lindung

“Kita memliki konsultan dan ada Yayasan HePI. Maka, kita terus mengatakan bahwa umat beragama itu harus selalu menggunakan kepercayaan imannya memelihara bumi dan menjadi barisan terdepan dalam perkara bumi,” ungkapnya, seraya mengatakan hutan yang lestari berdampak langsung terhadap kesehatan manusia dan ekonomi.

Merubah Perusak Menjadi Perawat Hutan

Yayasan HEPI juga mengungkapkan, secara umum perilaku masyarakat yang tinggal di kawasan harangan (hutan), masih adanya illegal logging dan masifnya pembukaan lahan.

“Itu karena tidak ada pilihan lain. Jadi disitu kita lihat, kalau merusak hutan akan bisa mengakibatkan longsor dan bisa juga meninggalkan banyak penyakit, munculnya hama, karena keseimbangan binatang sudah terganggu,” tutur Hotlin Ompusunggu.

Baca Juga:BKSDA Evakuasi Tringgiling dari Warga Lalu Dilepas Liarkan ke Hutan Kawasan Danau Toba

Jadi menurut dia, ada dampak yang kuat antara kesehatan manusia dan lingkungan. “Langkah kita melihat solusinya bersama masyarakat. Yang dulunya menebang supaya mereka bisa merawat. Jadi bagaimana merubah mereka dari perusak jadi perawat hutan,” bebernya.

Persoalannya, mereka (penebang liar) sendiri tahu kalau hutan itu perlu, tetapi mereka tak punya kemampuan jadi perawat hutan. “Itu yang kita cari solusinya,” ujarnya.

Persoalan lain, terang Hotlin, warga bilang harga karet kurang sekali, akhirnya tebang saja dapat uang. “Maka bersama dengan mereka, kita melihat supaya pasar karetnya lebih baik lagi dengan melatih mereka memanen lebih baik, misalnya tidak menjual yang mentah, kita sarankan menjual lebih kering supaya lebih tinggi ekonominya,” katanya.

HePI pun menarik kesimpulan, kondisi sekarang di Batangtoru dan kawasan permukiman lain di tengah hutan sangat memerlukan ilmu baru, dengan adanya komunitas baru yang bisa mengajak mereka untuk mengganti mata pencaharian yang tunggal selama ini.(janpiter/hm10)

Related Articles

Latest Articles