18.8 C
New York
Tuesday, May 21, 2024

Akibat Pandemi Covid-19, Angka Kemiskinan Di Sumut Bertambah 73 Ribu

Medan, MISTAR.ID

Pandemi Covid-19 masih berlangsung hingga saat ini. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (Sumut) yang melakukan pertanyaan melalui pengeluaran menurut 10 komoditas dan 6 komoditas non makanan, angka kemiskinan di Sumut mengalami peningkatan sebesar 0,39 poin. Yakni dari 8,75 persen pada Maret 2020 menjadi 9,14 persen pada September 2020.

Angka kemiskinan, kata Kepala BPS Sumut Syech Suhaimi setara dengan 1,36 juta jiwa pada September 2020. “Atau bertambah sekitar 73 ribu jiwa dalam satu semester terakhir. Persentase penduduk miskin pada September 2020 di daerah perkotaan sebesar 9,25 persen, dan di daerah pedesaan sebesar 9,02 persen,” katanya, Senin (1/3/21).

Dijelaskan, berdasarkan hasil daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,5 poin. Sedangkan daerah perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,25 poin jika dibandingkan Maret 2020.

Baca Juga:Angka Pengangguran dan Orang Miskin di Sumut Bertambah 9,14 Persen

Garis kemiskinan pada September 2020 tercatat sebesar Rp505.236 per kapita per bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp378.617 (74,94 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp126.619 atau sekitar (25,06 persen).

Pada periode Maret 2020 hingga September 2020, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan peningkatan. P1 naik dari 1,513 pada Maret 2020 menjadi 1,599 pada September 2020 dan P2 naik dari 0,388 menjadi 0,453.

“Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menurun dan semakin menjauh ke dalam dari garis kemiskinan, dan tingkat ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin tinggi,” sebutnya.

Baca Juga:Meski Lockdown Sudah Dilonggarkan Namun Angka Pengangguran Tetap Tinggi

Adapun untuk mengukur kemiskinan di Sumut, metodologi yang dilakukan BPS adalah menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

“Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinanan (makan dan bukan makanan). Jadi penduduk miskin yang kita catat ini merupakan penduduk miskin yang memiliki pengeluaran rata-rata per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan,” terang Suhaimi. (anita/hm12)

Related Articles

Latest Articles