10.6 C
New York
Sunday, April 28, 2024

Keluhan Petani Jeruk ‘Gurem’ di Simalungun, Ini yang Mereka Butuhkan

Simalungun, MISTAR.ID

Hamparan pertanian jeruk di Kecamatan Purba hingga Kecamatan Pamatang Silimakuta, Kabupaten Simalungun terbilang sangat luas. Tanaman buah segar penghasil vitamin C terbaik itu, dapat kita lihat membentang luas di kiri kanan pinggiran jalan lintas ketika kita dalam perjalanan menuju Kabupaten Karo.

Ingin tahu bagaimana kehidupan petani jeruk? Pada hari Senin (14/12/20), sekitar pukul 13.30 Wib, wartawan Mistar bertandang ke lokasi pertanian jeruk di Sinar Naga Mariah Kecamatan Pamatang Silimakuta untuk berbincang-bincang dengan petani jeruk kelas gurem atau pemilik lahan kecil.

Seorang petani, Johansen Girsang (46), menyambut ramah kedatangan Mistar di kebun jeruknya seluas 4.000 m2 berisi 100 batang pohon.

Baca Juga: Petani Jagung di Simalungun Terancam Gagal Panen, Ini Penyebabnya

Di ladang jeruknya yang menghijau itu, wajah petani itu terlihat tidak begitu bahagia. Ekspresinya seakan menyimpan sesuatu beban.

Aweng Simanjorang petani jeruk di Mardingding, Kecamatan Silimakuta.(foto:msitar)

Saat bincang-bincang mengenai prospek hasil panen jeruk, Johansen yang jebolan sarjana pertanian dari Universitas Karo (UKA) tahun 2000 itu, malah tersenyum pahit.

“Prospek pasar jeruk memang bagus bang. Tapi bagi kami petani yang lahan jeruknya tidak begitu luas, masalah modal menjadi hal yang sangat menentukan,” kata Johansen yang mengaku memulai bertani jeruk sejak tahun 2005.

Baca Juga: Panen Raya, Petani Padi Tiga Kecamatan Di Simalungun Mengeluh

Pengakuan Johansen Girsang, lahannya tidak begitu luas, ia mengaku masih petani gurem. Penghasilan dari panen jeruk itu terkadang hanya cukup untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam setahun, dari kebunnya itu Johansen bisa panen tiga kali.

“Bibit yang kita tanam jenis jeruk madu siam lokal atau disebut juga Siam Karo. Hasil dari satu pohon jeruk, kita bisa penen 100 kilogram. Kalau total dari keseluruhan jeruk saya, bisa kita panen sampai 10 ton,” katanya.

Menurutnya, hasil 100 kg dari satu pohon, itu masih rendah. “Kalau perawatannya bagus, sebenarnya hasil satu pohon jeruk siam madu lokal ini bisa mencapai 250 kilogram, bahkan lebih,” katanya.

Baca Juga: 4 Kelompok Tani Binaan PT Inalum Panen Raya Jagung di Desa Pintu Pohan Tobasa

“Kalau panen dari 100 pohon itu, bisa mendapatkan 10 ton,” ujarnya. Memang, uang hasil penjualan terlihat banyak, angka itu dihitung dari harga jual Rp8.000/kg. Tapi kalau panen raya, harganya bisa anjlok sampai Rp3.000/kg, dan harga rata-rata paling bertahan di kisaran Rp5.000/kg.

Biaya Pemupukan

Sementara kalau dihitung dari biaya yang dikeluarkan, seperti untuk pemupukan, penyemprotan dan pembersihan lahan dan upah tenaga kerja, maka hitung-hitung hasilnya tidak seberapa.

Untuk pemupukan 100 batang pohon misalnya, dibutuhkan pupuk Urea, NPK, Ponska, ZA, Hidro Kompleks dan kompos. Biaya pupuk ini menelan biaya sekitar Rp20 ribu per pohon.

Selain pupuk, juga harus dilakukan penyemprotan sekali seminggu agar tidak diserang hama penyakit, menggunakan insektisida, pungisida dan lem perekat sebagai campurannya. Biaya penyemprotan mencapai Rp250.000 sekali semprot.

Setelah itu dilakukan pembersihan lahan dari gulma atau rumput liar agar tanaman dan buah tidak rusak. Pembersihan ini menggunakan tenaga kerja sekitar 5 orang dengan upah Rp70.000 per orang.

Pengakuan senada disampaikan Aweng Simanjorang. Pemilik lahan jeruk seluas 1 hektar di Nagori Mardingding Kecamatan Pamatang Silimakuta ini, mengaku, pohon jeruk di atas lahanya ada 300 batang.

Dari tiap batang jeruknya yang sudah berumur 5 tahun, Aweng mengaku hanya menghasilkan sekitar 70 kg per pohon. “Dalam setahun kita hanya dua kali panen bang,” katanya kepada Mistar.

Mengenai harga menjual pada pengumpul atau toke besar, kata Aweng di kisaran Rp8.000/kg. Tapi kalau petani jeruk di Simalungun panen raya, harga bisa jatuh sampai Rp3.000/kg dan harga rata-ratanya sekitar Rp5.000/kg.

Sedangkan toke penampung, rata-rata dari Karo. Kemudian pengumpul dari Karo ini menjualnya kepada toke penampung yang datang dari Jakarta, Sumbar dan Bandung.

Menanggapi permasalahan yang dihadapi petani jeruk kelas gurem, lanjut Johansen Girsang, adalah masalah permodalan. Rata-rata petani jeruk, khususnya kelas gurem menggunakan modal pinjaman, termasuk dari bank.

Masalah terbesar itu, kata mantan Komisi Penyuluh Pertanian Simalungun di tahun 2007-2011 ini, karena masih kurang pahamnya soal pengelolaan keuangan.

“Kita petani ini butuh pelatihan manajemen keuangan bidang pertanian. Masalah yang kita lihat, bahkan kita hadapi sendiri, adalah soal pengelolaan keuangan yang tidak efisien dan tidak efektif. Kurangnya kontrol dalam belanja atau pengeluaran,” ujar Johansen mengakhiri sembari mengharapkan agar pemerintah daerah mau memerhatikan dan mencarikan solusinya.(maris/hm02)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related Articles

Latest Articles