6.5 C
New York
Friday, April 26, 2024

Warung Bakso Dikenai Pajak Restoran, Tunggak Pajak Hingga Rp16 Juta

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Pemilik warung bakso di Jalan Sangnauluh Pematangsiantar, Astuti (50) menunggak pajak usaha hingga Rp16.372.000. Tunggakan ini sudah berlangsung sejak 2015 lalu.

Dia mengaku bukan tak mau membayar pajak tapi Pemko Siantar menetapkan warung baksonya menjadi restoran sehingga pajak usaha yang ditetapkan padanya dinilai terlalu tinggi. Terlebih di masa pandemi saat ini, usahanya sepi pembeli sehingga pajak usaha yang dikenakan sejak awal sudah ditentangnya semakin berat ditanggunngnya.

Karenanya, Astuti (50) pelaku usaha di Jalan Sangnawaluh, Siantar meminta pengujian kembali Peraturan Walikota Siantar Nomor 3 Tahun 2016. Astuti menilai, penetapan pajak kategori restoran tidak sesuai dengan laba per bulannya.

Baca juga: Informasi Bantuan UMKM Di Diskop Siantar Membingungkan Warga

Perwa tersebut berisi tentang petunjuk teknis pelaksanaan pemungutan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan dan pajak parkir. Dalam pasal 6 huruf (e) restoran yang beromzet di bawah Rp5 juta per bulan tidak dikenakan pajak. Aturan ini disahkan oleh Pj Walikota Siantar Jumsadi Damanik pada 3 Februari 2016.

Astuti mengaku keberatan lantaran usaha warung bakso miliknya disebut restoran, menurutnya rumah usaha tersebut lebih tepat disebut usaha kecil menengah (UKM).

“Bagaimana dasar pertimbangan kalau warung bakso disebut restoran. Kalau hanya berlandaskan omzet Rp5 juta perbulan berarti penjual paket pun kelas yang sama,” ujar Astuti ditemui Mistar, Selasa (15/9/20) pagi.

Selain itu, Astuti mengatakan bahwa pengalihan kategori usaha miliknya tidak disosialisasikan terlebih dahulu. Ia memandang hal itu bertentangan dengan etika kemitraan antara pemerintah dengan pelaku usaha.

“Kondisi ini jelas memberatkan pelaku usaha di masa pandemi Covid-19. Coba dilihat sekarang ini usaha lesu. Kita mau bayar pajak tapi harus real supaya tidak hancur usaha. Harus jelas, warung kok jadi restoran,” ujarnya.

Astuti mengaku, terpaksa menunggak pajak restoran hingga Rp16.372.000 sejak tahun 2015 akibat kurangnya sosialisasi dari Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemko Siantar. Ia berharap, BPKD membantu memberikan relaksasi denda dan pajak akibat pandemi Covid-19.

“Saya berharap, Walikota Siantar Hefriansyah merevisi Perwako lama itu. Dan kami pelaku usaha ini diberikan keringanan beban pajak karena usaha pun lagi sepi,” ujarnya.

Kepala Bidang Pendapatan Subrata Lumban Tobing mengatakan, pihaknya menjalankan klasifikasi ketentuan pajak restoran sesuai Perwako Nomor 03 Tahun 2016. Menurutnya, aturan tersebut sudah baku dan dilaksanakan untuk meningkatkan target pendapatan daerah.

“Kategori itu disesuaikan dengan kapasitas pendapatannya kalau di atas Rp5 juta dikenakan pajak rata rata Rp200 ribu per bulan. Khusus untuk ibu Astuti kami sudah layangkan surat pajak tertunggak tapi belum realisasi,” ujar Subrata ditemui Mistar, Selasa (15/9/20) siang.

Ia mengaku, polemik pajak restoran kerap diperdebatkan oleh pelaku usaha. Subrata mengatakan, pihaknya telah mengirimkan tiga nama pelaku usaha restoran yang membandel membayar pajak restoran ke Kejaksaan Negeri Siantar. “Kami sudah kirim 3 nama itu lagi diproses Kejaksaan. Jadi aturan sudah ada kami hanya ikuti aturan Perwako Siantar ini,” ujarnya. (billy/hm09)

Related Articles

Latest Articles