17.8 C
New York
Tuesday, May 14, 2024

Ini Tanggapan Tokoh Masyarakat Soal Siantar Terlempar dari 10 Besar Kota Paling Toleran di Indonesia

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Kota Pematangsiantar terlempar dari 10 besar kota paling toleran di Indonesia yang dirilis oleh Institute dalam sebuah laporan indeks kota toleran (IKT) tahun 2020.
Hal ini pun mendapat tanggapan dari Ketua Dewan Mesjid Indonesia Kota Pematangsiantar H M Natsir Armaya Siregar, salah satu tokoh masyarakat di Kota Pematangsiantar.

Menurutnya, delapan indikator dalam metodologi penelitian yang digunakan Institute tersebut, bahwa kota yang terlempar dari peringkat sebelumnya disebabkan, adanya toleransinya buruk. Itu berarti, Kota Pematangsiantar sepertinya mengalami kemunduran dalam kualitas toleransi.

“Yang buruk itu dimana? Lihat sendiri kan, aman-aman saja kota ini, walaupun terjadi penghentian terhadap permasalahan yang terkait penetapan tersangka tenaga kesehatan di RSUD Djasamen Saragih karena memandikan jenazah perempuan korban Covid-19. Jadi, kalau dibilang dari segi buruknya toleransi beragama di Siantar, itu tidak benar. Lalu apa indikatornya Kota Pematangsiantar bisa turun,” katanya, Rabu (3/3/21).

Meskipun, lanjut dia, Kejaksaan Negeri Pematangsiantar telah menghentikan kasus pemandian jenazah wanita oleh 4 tenaga kesehatan, namun Kota Pematangsiantar tetap aman. Inilah yang menunjukkan kerukunan beragama itu.

Baca Juga:Siantar Terdepak dari 10 Besar Kota Toleran, Wali Kota: Kita Benahi Lagi

Jika ada permasalahan suatu agama, sedangkan agama lain tidak mau ikut campur. Menurutnya, yang membuat Pematangsiantar terlempar dari 10 besar sebagai kota paling toleran dalam laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2020 adalah perhatian pemerintah sangat kurang terhadap masyarakatnya.

“Coba lihat masyarakat sini, mereka semua sangat guyub, tidak ada apa-apa. Walaupun ada persoalan tentang kasus nakes mandikan jenazah lawan jenis. Kayaknya, perhatian pemerintah yang kurang pada masyarakatnya,” jelas dia.

Seharusnya, ucap Armaya, pemerintah ini berintegrasi dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk sama-sama berkerja dan bekerja sama dalam kemajuan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, serta menjaga suasana damai dan kekondusifan di Kota Pematangsiantar.

Jangan hanya FKUB sendiri yang bekerja, begitu juga sebaliknya. Di sisi lain, katanya, pemerintah pun kurang berinteraksi dengan masyarakatnya. Jangan sampai ada kesenjangan antara pemerintah dengan warganya.

Baca Juga:Siantar Terlempar dari 10 Besar Kota Toleran, Kelompok Cipayung Angkat Bicara

Pemerintahnya sudah mulai jarang melakukan dialog-dialog dengan masyarakat secara langsung. Inilah salah satu fungsi pemerintah itu sebagai pengayoman bagi masyarakatnya.

Melalui sinergitas kerja FKUB dengan Pemerintah Kota Pematangsiantar, dengan menggelar dialog dan diskusi, dapat menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Di era digital sekarang ini agama sangat rentan ditarik untuk kepentingan tertentu. Apalagi adanya permasalahan kasus nakes mandikan jenazah lawan jenis, khususnya media sosial dalam bentuk hoax, ujaran kebencian, dan penyebaran praduga bukan fakta.

Kebanyakan orang yang di media sosial tersebut berasal dari luar Kota Pematangsiantar. “Tokoh agama pun harus jadi garda terdepan melakukan langkah pencegahan sebelum adanya konflik. Sekarang ini, hampir sudah tidak kelihatan lagi adanya fungsi pengayoman itu,” tegasnya.

Meski demikian, tegas Armaya, penurunan peringkat itu tidak serta merta menjadikan Kota Pematangsiantar mengalami kemunduran dalam kualitas toleransi. Sebab, komitmen masyarakatnya tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kekerabatan/persaudaraan, walaupun kota ini sangat pluralis dan terdiri atas berbagai suku, ras, dan agama.(yetty/hm10)

Related Articles

Latest Articles