19 C
New York
Wednesday, May 8, 2024

Polemik JHT, JKP Tak Bisa Jadi Pengganti

Jakarta, MISTAR.ID

Anggota Komisi IX DPR sekaligus politikus PDIP Rahmad Handoyo menilai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tidak bisa menggantikan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Handoyo menilai JKP tidak bisa menjadi alternatif pengganti JHT BPJS Ketenagakerjaan.

Seperti diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), menerbitkan peraturan baru bahwa JHT baru bisa dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun, cacat tetap, atau meninggal dunia. “Saya kira enggak bisa jadi salah satu pengganti, seolah-olah program ini menggantikan JHT. Ini kan enggak bisa. Prosesnya kan harus mendaftar lagi kan. Saya kira ini harus dipikirkan masak-masak,” kata Rahmad, Sabtu (12/2/22).

Kebijakan baru dari Kemenaker yang menyatakan dana JHT baru bisa dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun memicu polemik di tengah masyarakat. Sejumlah pihak menolak aturan ini, karena akan memberatkan pegawai yang baru kehilangan pekerjaan.

Baca Juga:Menaker Didesak Batalkan Aturan JHT Dicairkan di Usia 56 Tahun

Mengenai hal itu, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari mengatakan bagi peserta pekerja pekerja yang ingin mencairkan dana program saat kehilangan pekerjaan, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan menawarkan program baru, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Rahmad menilai JKP dan JHT merupakan program berbeda. Oleh karena itu, ia mengatakan akan kurang bijak apabila pemerintah membandingkan JKP dengan JHT. “JHT itu niatnya baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, tapi kalau diperbandingkan dengan JKP kurang bijak, karena programnya berbeda,” jelasnya.

“Khusus untuk JHT, saya kira jalan tengahnya adalah karena ini punyanya pekerja, masyarakat yang iuran melalui pekerjanya diberikan keluwesan saja. Yang mau lanjut silahkan, yang berhenti silahkan diberikan kemudahan,” lanjutnya.

Baca Juga:BPJamsostek Sumbagut Sosialisasikan Instruksi Presiden Tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Politikus PDI Perjuangan itu menduga mungkin pemerintah berniat baik dengan menerapkan aturan tersebut. Namun, menurut dia, kondisi itu belum bisa diterapkan di Indonesia. “Meskipun niatnya baik dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan, tapi bagaimana mau meningkatkan kesejahteraan, untuk makan besok saja susah, sehingga JHT bisa jadi salah satu alternatif dicairkan untuk menyambung hidup. Ini perlu kita pikirkan,” kata Rahmad.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Di aturan terbaru, JHT bisa diambil saat memasuki usia pensiun atau 56 tahun. Syarat lainnya, pekerja peserta JHT meninggal dunia atau cacat tetap.

Penerbitan peraturan itu memantik polemik. Tak sedikit masyarakat yang bertanya, bahkan memprotes sistem pencairan JHT setelah pemerintah melakukan perubahan aturan.(cnn/hm12)

Related Articles

Latest Articles