18.9 C
New York
Tuesday, May 7, 2024

Pemerintah Sahkan NIK Jadi NPWP

Jakarta, MISTAR.ID

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) pada tanggal 29 Oktober 2021. Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KTP pun telah resmi menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Nantinya, NIK yang menjadi NPWP itu hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi. Sementara wajib pajak badan masih menggunakan Nomor Induk Berusaha (NIB).

“Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan Nomor Induk Kependudukan,” seperti dikutip dari UU HPP tersebut, Kamis (11/11/21).

Dalam penggunaan NIK sebagai NPWP, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri nantinya wajib memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna kepada Menteri Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan.

Baca Juga:Alat Perekam E-KTP akan Disebar di Kecamatan

Penggunaan NIK sebagai identitas wajib pajak orang pribadi memerlukan pengintegrasian basis data kependudukan dengan basis data perpajakan, yang digunakan sebagai pembentuk profil wajib pajak, serta dapat digunakan oleh wajib pajak dalam rangka pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Lalu, kapan NIK menjadi NPWP bagi wajib pajak orang pribadi mulai diberlakukan? Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, NIK menjadi NPWP akan berlaku mulai 2023.

Menurutnya, untuk saat ini dan tahun depan pemerintah akan fokus mempersiapkan sistem informasi dan teknologi penunjang integrasi data NIK dan NPWP.

Suryo menyampaikan, integrasi data NIK dan NPWP sejalan dengan program Satu Data Indonesia (SID) yang bertujuan untuk memudahkan administrasi seluruh masyarakat.

“NIK diaktivasi sebagai wajib pajak, kami sedang membangun sistem informasinya. Insyaallah pada 2023 kita akan gunakan sepenuhnya,” kata Suryo dalam Sosialisasi UU HPP dengan Kadin, Jumat (29/10).

Baca Juga:Sah! DPR Sepakati RUU HPP Jadi UU

Dia menjelaskan, saat NIK menjadi NPWP, otoritas pajak dapat menemukan dan memvalidasi data serta informasi wajib pajak orang pribadi yang memang mendapatkan penghasilan dari pihak lain atau dia berusaha sendiri. Sehingga, cara ini sekaligus dapat meningkatkan kepatuhan pajak.

“Kenapa saya sampaikan demikian? Bahwa ke depan sistem informasi yang kami bangun saat ini betul-betul data driven, berawal, berdasar dari data informasi yang kami kumpulkan,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjelaskan, mekanisme NIK menjadi NPWP masih terus digodok.

Menurutnya, ada dua kemungkinan skema yang akan dilakukan pemerintah.

Pertama, masyarakat mendaftarkan sendiri di Kantor Perwakilan Pajak (KPP) terdekat untuk diaktifkan NIK-nya menjadi NPWP.
Kedua, akan diaktifkan secara otomatis oleh Ditjen Pajak dengan mempertimbangkan beberapa ketentuan.

“Kalau DJP melihat ini orang harus punya NPWP dan dilakukan imbauan dan bisa diaktifkan secara langsung oleh DJP untuk NIK sebagai NPWP,” tambah Hestu.

Tak Semua Wajib

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tidak semua pemegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) diwajibkan membayar pajak.

Hal tersebut menjawab pertanyaan usai pemerintah menetapkan KTP sebagai alat pembayaran pajak melalui penyertaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Pemilik NIK yang wajib membayar pajak hanya orang yang memiliki penghasilan di atas Rp54 juta per tahun diatur melalui Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

“Tidak semua wajib membayar pajak, kalau belum dapat pekerjaan tidak perlu membayar pajak,” kata Sri Mulyani dalam video virtual, kemarin.

Dia mengatakan maksud dari KTP sekaligus untuk membayar pajak tujuannya untuk mendata wajib pajak. Sesuai aturan, untuk penghasilan yang lebih besar, misalnya Rp100 juta bayar pajak akan lebih besar.

Baca Juga:Urus KTP Domisili Baru Cukup Bawa KK, Ini Kata Disdukcapil Siantar..

“Jadi ada hitungannya, kalau pendapatan Rp100 juta bayarnya lebih gede. Tujuannya ikut membangun bersama-sama,” kata dia.

Sri Mulyani mengatakan, pajak penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun penduduk Indonesia yang besar dibutuhkan sumber pendanaan dari pajak yang cukup besar.

“Mulai dari masak menggunakan gas elpiji, jalan raya dibangun menggunakan pajak. Begitupun bagi warga miskin tidak wajib membayar pajak tapi dibantu menggunakan pajak. Itu pentingnya pendapatan pajak,” jelasnya.

Tak Bisa Lagi Ngaku Miskin

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkapkan pentingnya membayar pajak. Menurutnya, dengan membayar pajak, masyarakat turut membangun peradaban.
“Dengan membayar pajak, saya ikut menyekolahkan tetangga saya yang miskin. Dengan membayar pajak, saya membantu orang yang tidak mampu bisa mendapatkan layanan kesehatan. Ada jalan bagus, bandara bagus, dan sebagainya. Itu dari pajak,” ujar Yustinus dalam Tax Gathering 2021 yang digelar KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua di Jakarta, Kamis (11/11/21).

Dia mengatakan, kepatuhan pajak hanya akan tinggi kalau semua transparan, dibuka, tidak boleh ada yang tersembunyi. “Tidak boleh ada dusta lagi di antara kita. Setelah transparan, yang transparan diberi penghargaan, diberi keadilan. Wajib pajak baik dilayani dengan lebih baik, yang belum baik tetapi ingin baik dibimbing, dituntun dan diajari supaya paham,” terangnya.

Baca Juga:Ini Cara Mengganti Foto KTP Elektronik Anda

Bagi wajib pajak yang bandel, maunya tidak bayar, akan dihukum. Itu tiga prinsip era baru perpajakan, yaitu transparan, adil, dan sederhana. Maka dari itu, dalam UU HPP, NIK akan menjadi NPWP sebagai common identifier.

“Jadi masyarakat tidak perlu bingung menghafal NPWP, nomor rekening pelanggan Telkom, PLN, ada 35 instansi yang meminta nomor khusus untuk identitas diluar NIK. Dengan pakai NIK, semuanya gampang, tidak ada lagi mencuri subsidi, ngakunya miskin, ternyata wajib pajak di KTP Sawah Besar Dua ternyata, dan kok dikasih bansos, itu engga boleh,” tegas Yustinus.

Dengan adanya kebijakan ini, integrasi data menjadi dimungkinkan. Dia juga mengingatkan agar berhati-hati mengunggah foto di sosial media di tengah era medsos ini.

“Ada cerita, teman saya disurati oleh kantor pajak. Kenapa? Dia dikira punya Ferrari, karena saat liburan, dia numpang foto di depan mobil Ferrari. Diunggah di Facebook, dan dia berteman dengan orang pajak, kemudian mendapatkan surat karena Ferrarinya belum dilaporkan. Ini yang kemudian jadi harus diklarifikasi,” tukasnya. (ant/kmp/ozc/hm01)

Related Articles

Latest Articles