23.4 C
New York
Monday, April 29, 2024

Mahalnya Harga Kedelai Bikin Beban UMKM Semakin Berat

Medan, MISTAR.ID

Harga kedelai belakangan ini mengalami kenaikan yang tajam. Di kisaran Rp11.000 hingga Rp14.000 per kg saat ini. Padahal di tahun 2020 harga kedelai pernah mencapai Rp7.200 per kg. Dan di tahun 2020 saja para pelaku usaha olahan kedelai mengeluh dengan harga kedelai sebesar itu.

“Nah, konon jika membandingkan dengan harga kedelai pada hari ini. Jelas beban yang ditanggung oleh pengusaha tahu tempe kita (kebanyakan UMKM) semakin berat,” terang Pengamat Ekonomi Sumatera Utara (Sumut) Gunawan Benjamin, Rabu (23/2/22). Menurut Gunawan, merubah ukuran tahu dan tempe sudah pasti pernah dilakukan sebelumnya. Karena kejadian ini mengulang kejadian yang sama setahun lalu (Februari 2021), saat harga kedelai naik dikisaran Rp9.000 hingga Rp10.000 per kg.

“Jadi kalau direspon dengan mogok atau menutup usaha memang begitulah keadaan pengusaha yang merugi karena kedelai mahal. Namun, masalah tidak berhenti disitu. Dampak yang ditimbulkan dari mahalnya kedelai itu bukan hanya bisa memicu terjadinya kenaikan produk turunan dari kedelai saja (tahu, tempe, susu), tapi bahan kebutuhan pangan lain juga bisa naik harganya,” ungkap Gunawan.

Baca juga: Pengrajin Tahu Tempe Ancam Mogok Akibat Kenaikan Harga Kedelai

Dan selain itu, kedelai yang mahal yang memicu pelaku usaha menutup usahanya, berpeluang menciptakan penambahan angka pengangguran hingga kemiskinan. Kalau di Medan itu ada pengusaha tahu tempe sekitar 70-an usaha (Gakoptani), karena levelnya UMKM, jadi kalikan saja dengan jumlah karyawan sekitar 5 hingga 15 orang. Maka ada sekitar 350 hingga 1.000 orang yang berpotensi kehilangan pekerjaan karena kedelai mahal.

“Tidak berhenti di level pengusaha olahan kedelai saja. Pengusaha lainnya seperti penjual gorengan, pedagang kuliner termasuk ibu rumah tangga juga akan terbebani oleh mahalnya harga kedelai. Tahu tempe ini menjadi sumber protein utama masyarakat. Dan kenaikan harga kedelai bisa memicu kenaikan harga sumber protein pengganti lainnya, seperti telur ayam, ikan segar dan daging ayam. Jadi kalau kedelai harganya naik dan langka, harga kebutuhan pangan lainnya bisa ikut naik juga. Pengendalian inflasi kian rumit tentunya, dan daya beli masyarakat turun,” terang Dosen UISU ini.

Dijelaskan Gunawan, kebutuhan kedelai itu paling besar datang dengan diimpor. Pemicu kenaikan harganya didominasi oleh permintaan yang tinggi di China, ditambah kenaikan harga energi seperti minyak dunia yang memicu kenaikan harga kedelai termasuk juga harga minyak sawit. Kalau di tarik data, tren harga kedelai dunia itu naik sejak Oktober 2021.

Baca juga: Kenaikan Harga Kedelai Dilema bagi Pengrajin Tempe

“Dari kisaran $1.400-an, menjadi di kisaran $1.600-an per bushel saat ini, atau naik sekitar 14%. Dalam kurun waktu setahun terakhir (saat aksi mogok Februari 2021), harga kedelai telah naik sekitar 16%. Jalan keluar jangka pendeknya memang kedelai ini harus disubsidi. Jangka menengah dengan melakukan pembelian secara berjangka komoditas kedelai di pasar internasional. Meskipun kebijakan tersebut tetap bisa menuai untung rugi, terlebih jika membeli di harga sekarang namun harga kedelai mengalami penurunan setelahnya, atau sampai saat kontrak pembelian jatuh tempo,” katanya.

Untuk itu, adapun jalan keluar jangka panjang saran Gunawan memang harus swasembada kedelai, meskipun bukan perkara yang mudah. Kedelai dari negara lain memiliki keunggulan comparative, memang diuntungkan kedelai impor dari sisi produktifitas di negara lain karena faktor iklim dan penerapan teknologi yang lebih unggul. (anita/hm09)

Related Articles

Latest Articles