9.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

Bila Cukai Rokok Naik, Buruh Ancam Akan Demo  

Jakarta, MISTAR.ID

Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan sepertinya akan mendapat protes keras dari para buruh. Isu bakal naiknya cukai rokok ini telah berhembus dengan tingkat kenaikan pada kisaran 13-20%.

Menanggapi hal tersebut Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mengharapkan agar tidak dilakukan kenaikan cukai tersebut, bila tetap dinaikkan para buruh mengancam akan melakukan aksi demo.

Ketua Umum RTMM-SPSI Sudarto menegaskan kenaikan cukai di tahun 2020 sejatinya sudah cukup mencekik dan menekan Industri Hasil Tembakau (IHT), ditambah dengan mewabahnya pandemi Covid-19. Situasi ini berimbas pada pekerja dan anggota yang terlibat dalam industri ini.

Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Tahun 2021 Bisa Capai 17 Persen

“Penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan dan tentu daya beli pekerja. Pemerintah butuh penerimaan cukai dan pajak hasil tembakau, akan tetapi pekerja juga butuh kelangsungan bekerja dan penghidupan yang layak,” kata Sudarto, Sabtu (24/10/20).

Dia mengungkapkan sebelumnya sudah disampaikan surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 September 2020 dengan tembusan kepada Kepala Staf Kepresidenan RI, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, dan Direktur Jenderal Bea Cukai.

Melalui surat tersebut, pihaknya memohon perlindungan atas hilangnya pekerjaan anggota RTMM yang bekerja di IHT akibat pabrik yang tutup dikarenakan regulasi dan kebijakan yang tidak adil sehingga pekerja buruh menjadi korbannya.

Baca Juga: Jika Tarif Cukai Rokok Naik, Nasib 5 Juta Pekerja Tembakau Terancam Bos!

“IHT bukanlah sapi perah bagi penerimaan negara tanpa ada stimulus yang signifikan untuk bisa bertahan walau alasan kesehatan selalu menjadi pertimbangan utama. Pengusaha bisa menutup industrinya dan mengalihkan usahanya pada sektor lain tetapi bagaimana dengan pekerja dengan tingkat pendidikan rendah dan ketrampilan terbatas,” jelas dia.

Oleh karena itu FSP RTMM-SPSI yang menaungi dan mewakili 148.693 pekerja industri hasil tembakau Indonesia mendesak pemerintah mengambil kebijakan berimbang atas regulasi dan kenaikan cukai rokok di tahun depan. Pertama agar membatalkan rencana kenaikan cukai hasil tembakau dan HJE pada tahun 2021 karena akan berdampak langsung pada pekerja industri hasil tembakau.

Baca Juga: Pemerintah Belum Tentukan Tarif Cukai Rokok 2021

Selanjutnya meminta Menteri Keuangan agar melibatkan kementerian terkait dalam mengambil kebijakan cukai, di antaranya Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian serta melibatkan pemangku kepentingan lainnya di antaranya pengusaha, asosiasi IHT, pekerja/buruh dalam hal ini diwakili serikat pekerja FSP RTMM-SPSI, petani, dan seluruh pihak terkait lainnya.

“Terakhir untuk melindungi industri rokok kretek sebagai industri khas Indonesia dan padat karya yang paling rentan terkena program efisiensi di IHT,” ujar Sudarto.

Sebelumnya, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti juga menyatakan hal yang sama untuk menolak kenaikan cukai rokok 2021.

Gaprindo meminta pemerintah memberikan waktu pemulihan bagi pelaku industri yang tengah terpukul akibat pandemi dan kenaikan cukai tahun ini.

“Jangan sampai dihantam lagi dengan kenaikan cukai yang tinggi. Buat kami, kalau benar naik 19% itu tinggi sekali, sangat berat,” kata Muhaimin.

Menurut Moefti, kondisi saat ini, IHT tengah terpuruk akibat himpitan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Selain itu, IHT juga menanggung beban kenaikan cukai sebesar 23%, serta ketentuan minimum harga jual eceran (HJE) yang naik sebesar 35% pada 2020.

Untuk itu, kabar besaran kenaikan tarif CHT yang meluas saat ini dinilai tidak memberikan waktu bagi pelaku industri untuk memulihkan iklim bisnisnya yang lesu.

“Kasih kami kesempatan untuk pemulihan. Kalau mau ada kenaikan ya yang wajar, sesuai dengan inflasi. Kalaupun naik jangan sampai 10%, 6% misalnya,” ujar Muhaimin.(detikcom/hm02)

 

 

 

 

 

Related Articles

Latest Articles