11.5 C
New York
Tuesday, April 16, 2024

Amerika Terancam Resesi Mengikuti Jejak Singapura

Jakarta, MISTAR.ID

Negara Amerika Serikat akan sulit keluar dari ancaman resesi, seperti yang sudah dialami  Singapura lebih awal pada kuartal II-2020.

Sebelum resesi 2020 akibat terdampak pandemi corona, Singapura terakhir kali mengalami resesi pada tahun 2008, pada saat itu terjadi krisis finansial global.

Pemerintah Singapura pada hari Selasa melaporkan perekonomian mengalami kontraksi di kuartal II-2020. Tidak tanggung-tanggung produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II-2020 berkontraksi alias minus 41,2% quarter-to-quarter (QtQ) setelah minus 3,3% di kuartal I-2020. Kontraksi pada periode April-Juni tersebut lebih buruk dari konsensus di Trading Economic sebesar -37,4%.

Baca Juga: IMF: Saat Ini Dunia Resesi

Sementara secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB minus 12,6%, juga lebih buruk dari konsensus minus 10,5% YoY. Tidak hanya lebih buruk dari konsensus, PDB tersebut juga terburuk sepanjang sejarah Negeri Merlion. Di kuartal I-2020, PDB mengalami kontraksi tipis -0,3% YoY.

Dalam tempo dua pekan ke depan, ada satu negara maju lagi berisiko resmi mengalami resesi. Tidak tanggung-tanggung, yang akan resmi mengalami resesi adalah negara Adikuasa, Amerika Serikat (AS). Tetapi, ini bukan yang pertama kali AS mengalami resesi.

Melansir Investopedia, AS (negara dengan nilai ekonomi terbesar dimuka bumi ini) sudah mengalami 33 kali resesi sejak tahun 1854. Sementara jika dilihat sejak tahun 1980, Negeri Paman Sam mengalami empat kali resesi, termasuk yang terjadi saat krisis finansial global 2008. Artinya, resesi kali ini akan menjadi yang ke-34 bagi AS.

Baca Juga: Bahaya! Resesi Mengancam Malaysia

AS bahkan pernah mengalami yang lebih parah dari resesi, yakni Depresi Besar (Great Depression) atau resesi yang berlangsung selama 1 dekade, pada tahun 1930an. Tetapi pada akhirnya AS bisa bangkit mempertahankan statusnya sebagai negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia.

Melansir The Balance, ada lima indikator ekonomi yang dijadikan acuan suatu negara mengalami resesi, yakni produk domestic bruto (PDB) riil, pendapatan, tingkat pengangguran, manufaktur, dan penjualan ritel.

Data PDB AS baru akan dirilis pada Kamis (30/7/20) pekan depan, sekaligus menjadi peresmian resesi ke-34.

Baca Juga: Akibat Pendemi Covid-19, Gelombang PHK di Dunia Melambung

Sementara itu, empat indikator lain sudah menunjukkan akan mengalami resesi. Pendapatan warga AS bisa dilihat dari data rata-rata upah per jam yang dirilis setiap awal bulan. Data yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan rata-rata upah per jam mengalami penurunan 1,2% month-on-month (MoM) di bulan Juni, di bulan sebelumnya juga turun 1% MoM, meski di bulan April terjadi peningkatan 4,7% MoM.

Indikator lainnya, tingkat pengangguran, juga mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah AS, 14,7%, di bulan April. Meski dalam dua bulan terakhir sudah kembali menunjukkan penurunan. Pada bulan Juni, tingkat pengangguran AS berada di level 11,1%.

Kemudian sektor manufaktur AS, mengalami kontraksi di bulan April dan Mei, meski akhirnya kembali berekspansi di bulan Juni.

Baca Juga: Amerika Makin Parah, Catat 68 Ribu Kasus Corona dalam Sehari

Data yang dirilis oleh Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan purchasing managers’ index (PMI) manufaktur di bulan Juni sebesar 52,6.

Satu bulan ekspansi sepertinya tak akan cukup membawa AS keluar dari resesi. Apalagi, di bulan April kontraksi mencapai 41,5, menjadi yang terburuk sejak tahun April 2009.

Untuk diketahui, PMI manufaktur menggunakan angka 50 menjadi ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.
Yang terakhir, penjualan ritel bulan April nyungsep 14,7% month-on-month (MoM), dan 19,8% year-on-year (YoY).

Dalam 2 bulan terakhir, penjualan ritel kembali tumbuh tetapi sekali lagi sepertinya belum akan menyelamatkan AS dari resesi.

Di kuartal I-2020, perekonomian AS mengalami kontraksi 5%, sementara di kuartal II-2020, hasil polling Reuters menunjukkan PDB diprediksi berkontraksi 32,4%, benar-benar nyungsep. Sehingga hanya keajaiban yang luar biasa yang bisa membuat AS lepas dari resesi di kuartal II-2020 ini.

Penyebab resesi di AS sama dengan Singapura, yaitu pandemi Covid-19. Maklum, virus corona yang menyerang dunia membuat negara-negara menerapkan kebijakan social distancing hingga lockdown untuk meredam penyebarannya. Kebijakan tersebut membuat roda bisnis melambat bahkan mati suri, sehingga terjadi resesi.

Amerika Serikat sendiri saat ini menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak di dunia, bahkan tren penambahan kasus per hari masih menanjak.

Berdasarkan data Worldometer, total kasus Covid-19 di AS saat ini lebih dari 3,8 juta orang. Negara Bagian California kembali menerapkan lockdown akibat kasus Covid-19 yang masih terus bertambah.

Selain AS, beberapa negara juga berisiko mengalami resesi, yang terlihat dari indikator-indikator yang disebutkan di atas, juga mengalami penurunan seperti AS.(cnbc/hm02)

 

 

Related Articles

Latest Articles