7.6 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Surat Kabar dan Jurnalis Tionghoa yang Berperan Menerbitkan Teks Lagu Indonesia Raya Untuk Pertama Kalinya

MISTAR.ID

Tidak banyak dari kita yang mengetahui sejarah yang berkaitan dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya, sehingga lagu ini bisa dikumandangkan untuk pertama kalinya. Banyak tokoh dan pihak-pihak yang berjasa dibalik momen bersejarah ini. Terkhusus untuk lagu Indonesia Raya, dari komposer, penulis teks, para tokoh pemuda yang mempelopori, hingga bagaimana kemudian teks lagu kebangsaan ini bisa banyak diketahui oleh rakyat Indonesia saat itu, yang salah satunya adalah dari surat kabar.

Adalah Sin Po, sebuah surat kabar Tionghoa berbahasa Melayu yang terbit di Hindia Belanda sejak tahun 1910 hingga era setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1965. Pertama kali diterbitkan di Jakarta sebagai mingguan pada Oktober 1910, Sin Po berubah menjadi surat kabar harian dua tahun kemudian.

Harian ini adalah harian pertama yang memuat teks lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya, dan turut mempelopori penggunaan nama “Indonesia” untuk menggantikan “Hindia Belanda” sejak Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sin Po berhenti terbit saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, namun kembali terbit pada tahun 1946. Pada tahun 1962 harian ini berganti nama menjadi Warta Bhakti sebelum akhirnya dibredel pemerintah pada tahun 1965 setelah kejadian Gerakan 30 September.

Baca juga: Momen Bersejarah Bangsa Indonesia

Salah satu surat kabar terkemuka milik seorang Tionghoa di Indonesia. Mula-mula terbit sebagai mingguan pada tanggal 1 Oktober 1910 dan kemudian diubah menjadi harian sejak tanggal 1 April 1912. Sin Po edisi bahasa Indonesia, tempat Tan Tek Ho bekerja setelah mendapat pendidikan di Kay Lam Hak Tong (di Nanjing, Tiongkok) dan kembali ke Jawa. Kemudian Tan menerbitkan majalah sendiri. Surat kabar yang terbit di Jakarta ini, mula-mula dipimpin oleh Lauw Giok Lan, yang menjadi pemimpin redaksi. Pada waktu yang sama ia juga memimpin surat kabar Perniagaan.

Baca juga: Luhut Tegaskan, 3 Alasan Indonesia Butuh China

Sin Po merupakan surat kabar pertama yang, pada bulan November 1928, menyiarkan lagu Indonesia Raya gubahan Wage Rudolf Supratman. Kwee Kek Beng adalah wartawan harian ini sejak tahun 1925. Mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku sejak bulan Oktober 1958, surat kabar ini mengubah namanya menjadi Pantjawarta dan kemudian Warta Bhakti.

Baca juga: Perayaan HUT LVRI Ke 63 Di Pakam, Peran Vetaran Sangat Besar Sejarah Indonesia

Sejak tahun 1925 sampai tahun 1947, pemimpin redaksi Sin Po dijabat oleh Kwee Kek Beng, wartawan terkemuka yang meninggal di Jakarta pada bulan Mei 1979. Ia adalah wartawan harian ini sejak tahun 1925.

Kwee Kek Beng (lahir di Batavia, Hindia Belanda, 16 November 1900 – meninggal 31 Mei 1975 pada umur 74 tahun) adalah seorang sastrawan Betawi peranakan Tionghoa, wartawan kenamaan dan pemimpin redaksi surat kabar Sin Po (Jakarta). Ia Memiliki empat orang anak, diantaranya Kwee Hin Goan, yang menjadi Dokter di Belanda & Kwee Hin Houw yang juga menjadi Seorang Jurnalis Di Jerman. Tulisannya banyak mengagungkan nasionalisme negeri leluhurnya, meskipun demikian karya-karyanya yang sangat khas menggambarkan kehidupan masyarakat Betawi. Namun ia bisa akrab bergaul dengan tokoh pergerakan nasional Indonesia. Ia sering kali menggunakan nama samaran “Anak Jakarta atau Garem”.

Kek Beng memulai menulis sejak ia duduk di HCK (Hollandsch Chineesche Kweekschool) di Jatinegara, Jakarta. Setelah lulus (1922) ia menjadi guru di Bogor, tetapi tak lama kemudian ia pindah ke surat kabar Bin Seng dan kemudian ke Sin Po. Kariernya terus menanjak sampai ia menjadi pemimpin redaksi surat kabar Sin Po yang pernah menolak tulisannya.

Kek Beng termasuk wartawan peranakan yang dicari-cari Jepang ketika negara ini menduduki Indonesia. Namun ia berhasil menyembunyikan diri di Bandung. Kek Beng akrab bergaul dengan para pemimpin pergerakan nasional terutama dari kalangan Partai Nasional Indonesia. Sebagai pemimpin redaksi ia mengizinkan pemuatan lagu Indonesia Raya dalam surat kabar Sin Po, karena pengarang lagu tersebut (W.R. Supratman) juga wartawan di surat kabar itu. Kek Beng menulis cukup banyak buku, tetapi yang terkenal adalah Doea Poeloe Lima Taon Sebagai Wartawan (1948) tentang pengalamannya sebagai wartawan. Tulisan-tulisan Kwee Kek Beng mirip sketsa, dan sangat kaya dengan ungkapan-ungkapan yang hidup dalam masyarakat Betawi. Di kalangan sastrawan atau wartawan sejamannya, ia dikenal sebagai pelopor “pojok”, sebuah rubrik di surat kabar atau majalah yang berisi kritik sosial atas berbagai persoalan aktual yang terjadi di tengah masyarakat. Ia sangat terpelajar. Menulis 6 judul buku. Ia wartawan yang sangat terkenal. Kritik-kritiknya disegani karena ilmiah. (Wikipedia/Otobiografi/JA/hm06)

Related Articles

Latest Articles