7.4 C
New York
Monday, March 25, 2024

Omnibus Law UU Cipta Kerja Disebut Memajukan Ekonomi Kerakyatan

Taput | Mistar

Ketua Umum Angkatan Muda Koperasi Indonesia (AMKI), Frans Meroga Panggabean menegaskan bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan 5 Oktober 2020 oleh Pemerintah Pusat, bertujuan untuk membantu memajukan ekonomi kerakyatan.

Demikian hal itu disampaikan Frans Meroga Panggabean kepada Mistar, Selasa (13/10/20). Dikatakan Fras, banyak elemen masyarakat menolak. Hal ini disebabkan karena Omnibus Law itu dianggap merugikan tenaga kerja atau buruh.

“Ternyata kondisi sebaliknya juga terjadi, tidak sedikit pihak yang menilai UU Cipta
Kerja sangat positif, karena memberi peluang seluas-luasnya bagi ekonomi kerakyatan,
terutama koperasi dan UMKM,” katanya.

Dijelaskan Fras, Omnibus Law mengacu pada niatan yang baik. Dimana, untuk membuka
kesempatan kerja seluas-luasnya sebagai konsekuensi bonus demografi Indonesia yang
mayoritas penduduk usia produktif akan diisi generasi muda.

Baca juga: Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Gelar Rapat Koordinasi di Toba

“Jumlahnya lebih dari 40% atau minimal 100 juta orang yang akan terjadi dalam 10 tahun.
Mereka anak muda butuh lapangan kerja dan aktifitas produktif melalui wirausaha. Jadi
memang UU Cipta Kerja ini, dirancang sedemikian rupa agar menjadi jawaban atas
banyak hambatan yang dihadapi selama ini dalam pembukaan usaha,” urainya.

Lanjutnya, dalam UU itu diatur banyak kemudahan, baik dari aspek perizinan, aspek
akses pasar dan aspek kemitraan.

“Ini sungguh baik dan kami sangat apresiasi kepada pemerintah dan juga DPR, atas telah
disahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Terkhusus dalam klaster Koperasi dan UMKM, kami melihat disini substansi pasal yang mengatur, terlihat jelas sangat berpihak dan memberi prioritas, juga memperluas kesempatan kepada ekonomi kerakyatan, terutama koperasi dan UMKM,” terang Frans.

Dalam membedah isi dari UU Cipta Kerja, sebut Fras, Omnibus Law menyebut kata koperasi berulang sebanyak 114 kali dan menyebut kata UMKM berulang sebanyak 126 kali.

Baca juga: Jalan Balige 3 dan Pardede Onan Butuh Perbaikan Pemkab Toba

Sedikitnya 5 (lima) hal baru yang dinilai sangat positif dalam menjawab masalah utama
koperasi dan UMKM untuk tumbuh, sesuai tertuang dalam klaster Koperasi dan UMKM, pada Bab V UU Cipta Kerja.

Pertama, dalam pasal 86 yang mengatur perubahan beberapa ketentuan dalam UU No. 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan perubahan Koperasi Primer dapat dibentuk
paling sedikit oleh 9 (sembilan) orang. Lalu berikutnya Koperasi Sekunder dapat dibentuk
oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi. Kedua hal ini jelas mendorong semakin banyak
terbentuknya koperasi yang akan berperan dalam banyak aspek.

Kedua, selanjutnya pada halaman 470 yang mengubah ketentuan Pasal 43 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sehingga berbunyi sebagai berikut: Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi dalam rangka menarik masyarakat menjadi anggota Koperasi.

Ketiga, sebut Meroga, pada pasal 90 yang mengatur tentang usaha besar dan BUMN wajib
berhubungan dengan koperasi dan UMKM dalam sebuah kemitraan yang strategis. Terlihat
jelas ketegasan pemerintah untuk mengatur bagaimana peran masing-masing pelaku usaha agar dapat terbentuk ekosistem usaha ekonomi kerakyatan yang kondusif dan saling menguatkan serta saling mendukung.

Baca juga: Pemkab Taput Kerjasama Sektor Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian dengan IPB

Lebih lanjut Frans menambahkan, karena disini dikaitkan wajib melakukan kemitraan saling mendukung dan saling melengkapi, menguatkan, melindungi. Hal inilah juga bentuk kongkrit sebagai turunan dari UU No. 25 tahun 1992, tentang perkoperasian pasal 63.

Keempat, dalam pasal 97 dikatakan bahwa Pemerintah wajib mengalokasikan paling sedikit
40% (empat puluh persen) produk dan jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil
produksi dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa.

“Ini sangat positif, memberikan kepastian pasar bagi koperasi dan pelaku UMKM yang
pastinya membangkitkan semangat dari pelaku koperasi dan UMKM terutama yang memproduksi barang dari dalam negeri,” cetus Frans.

Kelima, pasal 53A ayat 2 yang berbunyi Pengusahaan tempat promosi dan pengembangan
Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, Tempat Istirahat dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengalokasikan lahan pada jalan Tol paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total luas lahan area komersial untuk usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.

Baca juga: Mulai 14-16 Oktober, 25.020 KK di Siantar Terima Bansos Tunai Rp200 Ribu

Berikutnya pasal 3 ayat 2 (dilakukan dengan partisipasi Usaha Mikro dan Kecil melalui pola
kemitraan). “Disini AMKI melihat jelas bahwa pola ini kemitraan bukan sewa, yang mungkin nantinya dalam bentuk bagi hasil,” ujar Frans.

Terakhir, pada pasal 43 ayat 4 mengenai Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan
berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat. dan ayat 5 mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

“Mengacu pada pasal 43 ayat ke 5, kami berharap dan percaya pemerintah tetap dengan
niat yang baik akan menciptakan sebuah perlakuan yang setara dan juga penciptaan
sebuah ekosistem usaha ekonomi kerakyatan yang kondusif,” ujar Frans.

“Kami optimis, kita akan lari kencang dan melakukan terobosan dan lompatan besar dan
dasyat serta menjadi momen perwujudan Visi Indonesia Maju 2030 dan Visi Indonesia Unggul 2045,” tutupnya. (Jan/hm07).

Related Articles

Latest Articles