10.5 C
New York
Saturday, May 4, 2024

Lahan Bandara Sibisa Digugat, Komisi A DPRD Sumut: Sebelum Membangun, Selesaikan Dulu Konflik

Medan, MISTAR.ID

Anggota Komisi A DPRD Sumut Franky Partogi Wijaya Sirait menegaskan, pemerintah harus segera menyelesaikan konflik lahan pembangunan Bandara Sibisa, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba.

Memang katanya, pembangunan Bandara Sibisa itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proyek strategis nasional di wilayah kawasan wisata Danau Toba.

Namun sekarang, kelanjutan pembangunan Bandara Sibisa itu diminta agar pembangunannya dihentikan karena sedang digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Balige. Dasar gugatan para penggugat, mengatakan, lahan mereka yang tidak termasuk dalam areal lahan Bandara Sibisa telah dicaplok.

Gugatan warga ini telah teregistrasi dalam perkara Nomor 75/Pdtg/2020/PN Blg. Intinya, adanya dugaan pencaplokan lahan warga, sementara pemerintah terus melanjutkan pembangunan merupakan preseden buruk.

Baca Juga: Digugat Caplok Tanah Warga, Pembangunan Bandara Sibisa Minta Dihentikan

“Apabila masih ada konflik persoalan lahan sebelum pembangunan, lebih baik diselesaikan dulu oleh pemerintah, baik secara musyawarah adat maupun hukum. Karena apabila belum selesai konfliknya, tapi sudah berjalan pembangunan, ini merupakan gambaran penzoliman kepada masyarakat,” kata Partogi, Kamis (4/3/21).

Menurut politisi PDI Perjuangan ini, memang benar keberadaan bandara dibutuhkan masyarakat, khususnya untuk meningkatkan perekonomian di daerah wisata Toba maupun kawasan Sibisa dan sekitarnya, tapi apa bila masih ada konflik persoalan lahan sebelum pembangunan lebih baik diselesaikan dulu oleh pemerintah.

“Intinya, saya berdiri bersama rakyat,” tegas anggota dewan dari daerah pemilihan Siantar dan Simalungun ini.

Baca Juga: Dukung Pariwisata Danau Toba Tahun Depan Kemenhub Benahi Bandara Sibisa

Proyek pembangunan Bandara Sibisa, Kabupaten Toba, menuai gugatan, sebabnya, pembangunan proyek strategis nasional dalam mendukung pengembangan pariwisata Danau Toba ini diduga kuat mencaplok lahan milik warga.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toba dan Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara pun digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Balige. Karena dalam status sengketa, pembangunan proyek yang sudah dimulai sejak 2017 ini pun diminta untuk dihentikan sampai perkara gugatan di pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Penggugatnya adalah Pahala Sirait (64) warga Lumban Gambiri, Kelurahan Pardamean Sibisa, Kecamatan Ajibata dan Ramsion Berutu (62) warga Jalan Merdeka, Desa Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Simalungun.

Baca Juga: Mantap Bah! Danau Toba Bakal Punya Jembatan Ikonik

Kuasa hukum penggugat Dwi Ngai Sinaga mengungkapkan, perkara ini telah menjalani sidang lapangan pada Jumat pekan lalu. Selanjutnya, perkara ini Jumat besok (4/3/21) akan dilanjutkan dengan sidang pemeriksaan saksi dan pembuktian.

“Kami sudah menyiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi sebagai pertimbangan majelis hakim memutus perkara ini,” kata Ngai Sinaga.

Ia sekali lagi menegaskan, bahwa kelanjutan proyek semestinya dihentikan saat ini sampai nanti ada putusan inkrah atas gugatan mereka.

“Karena pembangunan proyek dibiayai uang negara, sebaiknya dihentikan saat ini sampai ada putusan inkrah,” tegasnya.

Awal mula berdirinya Bandara Sibisa diceritakan, pada 2 Mei  1975, sebanyak 31 warga Pardamean Sibisa, Kecamatan Lumbanjulu, telah menyerahkan tanah kepada Pemkab Tapanuli Utara berdasarkan peralihan surat pernyataan/risalah penyerahan dan pelepasan hak atas tanah dengan luas 200 x 2000 meter.

Penyerahan lahan untuk pembangunan lapangan udara itu terlaksana dengan baik tanpa ada ganti rugi. Namun warga mensyaratkan adanya kompensasi,  yang dilakukan warga dengan kompensasi, agar nantinya warga sekitar Desa Pardamean Sibisa diprioritaskan memperoleh lapangan pekerjaan di bandara.

Kemudian pada 2017, Pemkab Tobasa sekaran Pemkab Toba (Pemekaran dari Tapanuli Utara), telah menerbitkan sertifikat hak pakai Nomor 02 tahun 2017. Di atas lahan bersertifikat No.02 inilah sedang dibangun Bandara Sibisa.

Akan tetapi, penerbitan sertifikat hak pakai Nomor 02 oleh Pemkab Toba tidak lagi mengacu atau menyalahi surat pernyataan/risalah penyerahan dan pelepasan hak atas tanah pada tahun 1975 dengan luas 200×2000 meter persegi.

Di atas lahan bersertifikat hak pakai Nomor 02 tahun 2017 ini kemudian diatasnya dibangun Bandara Sibisa, tapi dalam pelaksanaan pembangunannya diduga terjadi pencaplokan lahan warga.

Hal ini terjadi dikarenakan adanya perubahan sketsa bandara sehingga menyebabkan sekitar 3,7 hektar masuk ke dalam sertifikat yang diterbitkan secara sepihak ini.

Ia merinci, luas tanah penggugat I, Pahala Sirait yang diambil oleh Pemkab Toba selaku tergugat I seluas 17.482,5 meter. Sebagian lahan ini diketahui ditanami Eucalypthus, atas perjanjian kerjasama dengan PT PIR Hutani Lestari.

Totalnya, Pahala memiliki tanah seluas 20,9 hektar di Desa Sibisa berdasarkan surat pengesahan dan persetujuan Camat Lumban Julu, Kepala Desa Pardamean Sibisa dan Kepala Dinas Kehutanan.

Sedangkan luas tanah penggugat II, Ramsion Berutu yang dicaplok seluas 2 hektar dan 2800 meter. Ada sejumlah warga lain yang tanahnya juga dicaplok namun karena keterbatasan, hanya dua warga ini yang menggugat.(iskandar/hm02)

 

Related Articles

Latest Articles