7.6 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Digugat Caplok Tanah Warga, Pembangunan Bandara Sibisa Minta Dihentikan

Medan, MISTAR.ID

Proyek pembangunan Bandara Sibisa, Kabupaten Toba, digugat warga pemilik tanah ke Pengadilan Negeri (PN) Balige dan meminta agar pembangunan Bandara yang sudah dimulai sejak tahun 2017 itu dihentikan.

Gugatan muncul karena pembangunan proyek strategis nasional untuk mendukung pengembangan pariwisata Danau Toba ini disebut telah mencaplok lahan pertanian milik warga.

Pihak penggugat adalah, Pahala Sirait (64) warga Lumban Gambiri, Kelurahan Pardamean Sibisa, Kecamatan Ajibata dan Ramsion Berutu (62) warga Jalan Merdeka, Desa Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Simalungun.

Sedangkan para tergugat adalah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toba dan Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara.

Baca Juga: Dukung Pariwisata Danau Toba Tahun Depan Kemenhub Benahi Bandara Sibisa

Kuasa hukum penggugat, Dwi Ngai Sinaga didampingi rekannya Rudi Zainal Sihombing, Erwin San Sinaga dan lainnya, mengungkapkan, memang benar pada 2 Mei 1975, sebanyak 31 warga Pardamean Sibisa, Kecamatan Lumbanjulu, ada menyerahkan tanah kepada Pemkab Tapanuli Utara.

Tanah itu diserahkan para penggugat berdasarkan peralihan surat pernyataan/risalah penyerahan dan pelepasan hak atas tanah dengan luas 200 x 2000 meter persegi, dengan batas di sebelah Timur berbatasan dengan gedung SD Negeri, sebelah Barat berbatasan dengan hutan, sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Lumban Siahaan, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan areal pekuburan.

Tanah tersebut diserahkan warga secara adat kepada Pemkab Taput yang dimekarkan menjadi Kabupaten Tobasa, dan kini menjadi Kabupaten Toba.

Adapun penyerahan tanah ke Pemkab dilakukan tanpa ganti rugi itu, karena akan diperuntukkan untuk membangun lapangan terbang oleh Dirjen Perhubungan.

Baca Juga: Indonesia-China Jalin Kerjasama Pengembangan Pariwisata Danau Toba

Walau tanpa ganti rugi, tapi penyerahan itu ada persyaratannya, yakni dengan kompensasi bahwa nantinya penduduk Pardamean Sibisa akan diprioritaskan memperoleh lapangan pekerjaan di bandara tersebut.

Kemudian pada 2017, Pemkab menerbitkan sertifikat hak pakai Nomor 02 tahun 2017. Di atas lahan bersertifikat No.02 inilah kemudian sedang dibangun Bandara Sibisa.

“Akan tetapi penerbitan sertifikat hak pakai Nomor 02 oleh Pemkab Toba tidak lagi mengacu kepada surat pernyataan atau risalah penyerahan dan pelepasan hak atas tanah yang tertara pada tahun 1975 dengan luas 200×2000 meter persegi,” kata Dwi Ngai Sinaga di Medan pada wartawan, Rabu (3/3/21).

Lebih lanjut Ngai Sinaga selaku kuasa hukum para penggugat, mengatakan, karena perbuatan para tergugat itu, maka para penggugat merasa dirugikan, sebab lahan mereka malah jadi masuk atau dicaplok dalam Sertifikat Nomor 02.

Baca Juga: Jokowi Ingin Danau Toba Mendunia

Pencaplokan itu terjadi, karena pihak tergugat telah menggeser patok, atau telah terjadi pergeseran patok batas dari yang semula diserahkan pada 1975 seluas 200 x 2.000 meter itu. Penentuan batas baru yang dibuat para terguhgat dilakukan secara sepihak, mengakibatkan tanah milik para penggugat menjadi bagian dari sertifikat hak pakai tersebut.

Kuasa hukum penggugat itu merinci, luas tanah Pahala Sirait (penggugat I) yang diambil/dicaplok oleh Pemkab Toba selaku tergugat I seluas 17.482,5 meter. Sebagian lahan ini diketahui ditanami eucalypthus, atas perjanjian kerjasama dengan PT PIR Hutani Lestari.

Total, Pahala Sirait memiliki tanah seluas 20,9 hektar di Desa Sibisa berdasarkan surat pengesahan dan persetujuan Camat Lumban Julu, Kepala Desa Pardamean Sibisa dan Kepala Dinas Kehutanan.

Sedangkan luas tanah Ramsion Berutu (penggugat II) yang dicaplok tergugat seluas 2 hektar dan 2.800 meter. Selain penggugat I dan II, masih ada sejumlah warga lain yang tanahnya juga dicaplok, namun karena keterbatasan warga, akhirnya hanya dua saja warga yang mengajukan gugatan ke pengadilan.

Dalam perkara perdata ini, para penggugat sebenarnya telah melayangkan surat keberatan atas pergeseran patok batas yang tidak sesuai dengan yang diserahkan secara adat pada tahun 1975 itu.

Tetapi surat keberatan para penggugat ini tidak pernah mendapat jawaban yang jelas dari para tergugat. Kemudian, tanggal 2 September 2019 silam Komisi A DPRD Sumut telah memanggil para pihak dalam rapat dengar pendapat (RDP).

RDP di DPRD Sumut ini telah menemukan kesalahan dalam penerbitan sertifikat hak pakai yang dipersoalkan itu. “Kadis Perhubungan Toba ketika itu mengakui telah terjadi perubahan sketsa bandara dari sketsa awal sehingga sertifikat tersebut telah mencaplok tanah warga lebih kurang 3,7 hektar,” ungkap kuasa hukum penggugat.

Selain itu, pimpinan dewan yang hadir dalam RDP ketika itu telah meminta agar BPN Toba mengukur kembali tanah yang dihibahkan sesuai penyerahan pada tahun 1975.

RDP juga merekomendasikan, agar Pemkab Toba melakukan pembayaran terhadap tanah masyarakat yang terpakai dalam pembangunan Bandara Sibisa.

“Dan terhadap keseluruhan hasil RDP, sampai dengan adanya gugatan ini keseluruhan rekomendasi DPRD Sumut itu tidak pernah dilaksanakan oleh tergugat I dan tergugat II,” ungkap Sinaga.

Gugatan para penggugat kemudian teregistrasi dalam perkara Nomor 75/Pdtg/2020/PN Blg. Pemkab Toba sebagai tergugat I, Kementerian Perhubungan cq Dirjen Perhubungan Udara cq Kepala Bandar Udara Dr Ferdinand Lumbantobing sebagai tergugat II, BPN Toba turut tergugat I, Camat Kecamatan Ajibata selaku turut tegugat II, serta Kepala Desa Pardamean Sibisa sebagai turut tergugat III.

Jumat pekan lalu sudah dilaksanakan sidang lapangan atas gugatan ini. Dari sidang lapangan terungkap, bahwa pergesaran patok batas terjadi disebabkan adanya rencana pengembangan Bandara Sibisa dengan melakukan penambahan panjang landasan pacu dari semula 1.200 meter x 30 meter menjadi 2.000 meter x 30 meter dan adanya perbaikan pada terminal penumpang.

Dalam permohonannya kepada pengadilan, mereka meminta agar pengadilan dalam putusannya menyatakan tidak sah Sertifikat Hak Pakai Nomor 02 tahun 2017 dan memerintahkan para tergugat untuk menyerahkan tanah objek perkara kepada penggugat-penggugat dalam keadaan baik dan kosong, serta tanpa beban apapun dan menghukum para tergugat untuk membayarkan kerugian penggugat.

Ada pun kerugian materil penggugat I sekitar Rp9 miliar dan penggugat II sebesar Rp6.840.000.000 serta kerugian immateril sebesar Rp5 miliar.

“Dan selama proses sengketa ini sebaiknya pembangunan dihentikan sampai ada putusan inkrah,” tandasnya.

Perlu diketahui, pembangunan Bandara Sibisa yang sudah dimulai sejak 2017 adalah untuk mendukung pengembangan pariwisata Danau Toba. Kemudian, pada tahun 2020, proyek ini masuk dalam daftar proyek strategis nasional dan pemerintah menargetkan pada tahun 2023 Bandara Sibisa bisa didarati pesawat jet atau jenis ATR.

Sementara itu, setelah sidang lapangan dilakukan, untuk selanjutnya pekan lalu, sidang lanjutannya untuk agenda pembuktian dan keterangan saksi-saksi.(iskandar/hm13).

 

Related Articles

Latest Articles