14.4 C
New York
Friday, May 3, 2024

Dasar Hukum Pengangkatan Tenaga Ahli Bupati Simalungun Amburadul

Simalungun, MSTAR.ID

Board Executive Sumut Watch, Daulat Sihombing menilai dasar hukum pengangkatan tenaga ahli Bupati Simalungun, amburadul alias berantakan, karena tidak berlandaskan pada sejumlah peraturan perundang- undangan secara valid dan akurat.

Dalam konsideran mengingat, SK Bupati Simalungun Nomor : 188.45/8125/1.1.3-2021, tanggal 30 April 2021 tentang Pengangkatan Tenaga Ahli Bupati atas nama Nelson Simanjuntak (Tenaga Ahli Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan), Chrismes Haloho (Tenaga Ahli Bidang Perekonomian dan Pembangunan), serta Albert Sinaga  (Tenaga Ahli Bidang Administrasi dan Umum), didasarkan pada UU Darurat No. 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten- Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Daerah Sumatera Utara, UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Pembentukan Peraturan Perundang- undangan.

Kemudian, UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, PP No 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, PP No 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah, PP No 33 Tahun 2020 tentang Standar harga Satuan Regional.

Baca Juga:Sumut Watch: Pengangkatan Tenaga Ahli Bupati Simalungun Cacat Hukum

Kemudian lagi, Perda Kabupaten Simalungun No 4 Tahun 2016 tentang Pembentukan Perangkat Daerah, Perda Kabupaten Simalungun No  1 Tahun 2021 tentang APBD Kabupaten Simalungun Tahun 2021, Permendagri No 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Perbup Simalungun No 1 Tahun 2021 tentang Penjabaran APBD Kabupaten Simalungun Tahun 2021, serta Keputusan Bupati Simalungun No 188.45/0515/1.3.2/2020 tentang Alur Koordinasi Perangkat Daerah Dengan Para Asisten Sekretariat Daerah Kabupaten Simalungun.

Faktanya, menurut Advokat ini, semua peraturan tersebut tidak mengatur bahkan tidak memiliki korelasi apapun tentang pengangkatan “tenaga ahli” gubernur/ bupati/ wali kota. Bahkan, UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,  sebagaimana pasal 109 ayat (1), Pasal 162 ayat (10) dan Pasal 397 ayat (2) sepanjang mengatur tentang “tenaga ahli”, bukan untuk pengangkatan “tenaga ahli” gubernur/ bupati/ walikota, melainkan “tenaga ahli” untuk faksi DPRD propinsi/ kabupaten/ kota atau Sekretariat Dewan Pertimbangan OTDA.

“Keliru jika UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dijadikan sebagai referensi yuridis dalam pengangkatan tenaga ahli Bupati Simalungun, karena UU ini tidak mengatur tentang “tenaga ahli” gubernur/ bupati/ wali kota, tapi tenaga ahli fraksi DPR atau Sekretariat Dewan Pertimbangan OTDA,” tandasnya.

Demikian halnya UU Darurat No 7 Tahun 1956 tentang pembentukan 17 daerah di Propinsi Sumut, termasuk di dalamnya Kabupaten Simalungun, kemudian UU No 12 Tahun 2011, PP Nomor : 109 Tahun 2000, PP Nomor : 28 Tahun 2018, serta PP No 33 Tahun 2020, sama sekali tidak ada korelasinya dengan pengangkatan “tenaga ahli” gubernur/ bupati/ wali kota. Termasuk Perda Kabupaten Simalungun No 4 Tahun 2016, Perda Kab. Simalungun No 1 Tahun 2021, Permendagri No 80 Tahun 2015, Perbup. Simalungun No 1 Tahun 2021, dan Keputusan Bupati Simalungun No 188.45/0515/1.3.2/2020. Semuanya regulasi tersebut tidak memiliki kualitas hukum sebagai landasan yuridis pengangkatan tenaga ahli Bupati.

Baca Juga:Wabup Simalungun Serahkan Manfaat Beasiswa ke Anak Ahli Waris Peserta BPJS Ketenagakerjaan

Terlalu Dipaksakan

Daulat menilai, pengangkatan “tenaga ahli” Bupati Simalungun terlalu dipaksakan, sehingga sekadar mengesankan pembenaran atau justifikasi SK Bupati, lalu sejumlah peraturan perundang- undangan dicomot sebagai landasan hukum sekalipun melanggar atau bertentangan dengan azas- azas hukum tentang lex superior derogat legi inferiori (hukum lebih tinggi mengesampingkan hukum lebih rendah), lex posterior derogat legi priori (hukum terbaru mengesampingkan hukum lama), lex specialis derogat legi generali (hukum khusus mengesampingkan hukum umum).

Padahal Pasal 409 pada huruf b UU No 23 Tahun 2014 telah menegaskan bahwa : “UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No  12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.

Sebagai pejabat baru, kata Daulat, semestinya lingkaran inti Bupati RHS harus protektif untuk mencegah agar Bupati RHS tidak salah atau keliru, sehingga dalam pengangkatan tenaga ahli bupati, tim benar- benar melakukan eksaminasi mendasar terhadap sumber – sumber hukum positif sebagai preferensi hukum.

Baca Juga:Wakil Bupati Simalungun Hadiri Serbuan Vaksinasi Nasional di Polsek Serbelawan

Menurutnya, UU No  17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3), telah mengatur secara normatif tentang pengngkatan tenaga ahli “hanya” untuk  alat kelengkapan DPR, anggota dan fraksi DPR. Kemudian UU No 23 Tahun 2014, juga telah mengatur tentang pengangkatan tenaga ahli “hanya” untuk alat kelengkapan DPRD Propinsi/ Kabupaten/ Kota dan Sekretariat Dewan Pertimbangan OTDA. Selanjutnya lagi, Pasal 102, PP No 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah, telah mengatur bahwa gubernur/ bupati/ wali kota dalam melaksanakan tugasnya dapat mengangkat “staf ahli”, namun staf ahli yang dimaksud unsur PNS dan bukan unsur independen atau profesional.

Oleh karena SK Bupati RHS tentang Pengangkatan Tenaga Ahli, ternyata melanggar atau bertentangan dengan UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3), UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, maka mantan Hakim Adhoc PN Medan ini kembali menegaskan bahwa SK Bupati RHS tentang Pengangkatan Tenaga Ahli tidak sah secara hukum, sehingga harus dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum. (rel/hm10)

 

Related Articles

Latest Articles