12.6 C
New York
Friday, April 26, 2024

Rumah Baca Mutiara Bangsa, Gudangnya Ilmu

Pematangsiantar, MISTAR.ID – Kerja keras Tagor Leo Sitohang SH, dalam menyebarkan literasi pada anak – anak di daerah lingkungan rumahnya patut diapresiasi.

Rumah Baca Mutiara Bangsa ini sekaligus merupakan kediaman Tagor bersama keluarganya.

Tagor merintis Rumah Baca Mutiara Bangsa di pertengahan 2010.

Mengawali niat baiknya itu, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan.

“Awalnya dulu Rumah Baca Mutiara Bangsa, hanya iseng saja. Kebetulan saya suka membaca buku, dan banyak teman-teman saya mempunyai buku yang tidak terpakai, tapi masih layak untuk digunakan,” katanya.

Sebagian ruang di rumah Tagor, yang luasnya 3×3 meter dijadikan tempat taman bacaan, yang kemudian dinamai Taman Baca Mutiara bangsa.

“Saat itu, koleksi buku untuk anak-anak yang terpajang masih ratusan buku saja,” jawabnya.

Berjuang dengan segala keterbatasan tak menyurutkan langkahnya untuk membiasakan generasi muda akrab dengan buku-buku bacaan.

Kini, rumah baca ini memiliki ruang sendiri, seluas 4×6 meter tersebut memiliki koleksi buku anak-anak sekitar 3.000 buku.

Rumah Baca Mutiara Bangsa ini sudah dua kali mengikuti perlombaan perpustakaan tingkat provinsi Sumatera Utara tahun 2013 dan 2019.

“Puji Tuhan, saya bersyukur sudah 2 kali mengikuti acara itu, dan selalu berhasil merebut juara. Dan Rumah Baca Mutiara Bangsa saat ini adalah yang terbaik ke tiga tingkat Sumatera Utara,” ucapnya dengan bahagia, sembari memperlihatkan piagam penghargaan tersebut kepada Mistar.

Rumah Baca Bintang mulai ramai disesaki anak sekolah dasar hingga sekolah Atas saat sore pukul 15.00 WIB atau waktu pulang sekolah. Dia juga tidak membatasi jumlah pengunjung dan jam tutupnya.

“Saat ini, dalam sehari jumlah anak-anak yang datang ke Rumah Baca Bintang bisa mencapai 20 orang. Kadang bisa lebih banyak dari itu. Karena anak – anak yang datang bukan hanya sekedar baca atau pinjam buku saja. Melainkan belajar menyanyi, menari, atau latihan alat musik yang juga saya sediakan. Ada gitar, organ, suling, dan gitar. Semuanya anak – anak bisa menggunakannya dengan gratis. Asalkan mereka mau menjaganya dengan baik,” ujar Tagor.

Bahkan saat ini dia ingin mengajarkan cara membuat Gorga. Gorga adalah kesenian ukir ataupun pahat yang biasanya terdapat pada bagian luar rumah adat Batak Toba.

Menurutnya zaman sekarang ini anak – anak tidak tahu apa itu kesenian daerahnya. Mereka mulai buta dengan kebudayaan nenek moyangnya. Tagor ingin melanjutkan ilmu tersebut untuk anak – anak calon penerus negara ini.

Dari semua kegiatan tadi tentunya membutuhkan modal. Dan inipun tidak sedikit pastinya. Tagor menjawab dengan senyuman.

“Saya sisihkan uang sedikit demi sedikit untuk membeli buku anak-anak. Selain itu ada saja rezeki yang mengalir. Seperti pengunjung entah darimana saja datang sembari memberikan sumbangan buku – buku. Saya hanya ingin anak-anak terbiasa belajar, membaca dan mencintai pendidikan. Itu kan bekal masa depan mereka,” tutur lelaki yang kesehariannya juga bekerja di salah satu yayasan keagamaan.

Tagor berharap agar pemerintah kota Pematangsiantar mau membantunya untuk membeli beberapa peralatan untuk kebutuhan anak – anak dalam belajar, seperti buku – buku, ataupun alat proyektor, agar mereka bisa liat latihan menari. Karena belum ada anggaran lebih, mereka masih belajar lewat HP.

Selama bertahun-tahun merintis Rumah Baca Mutiara Bangsa, lulusan sarjana hukum (S1) ini meyakini, bahwa apa yang dia upayakan untuk menggairahkan atmosfer belajar di kalangan anak-anak akan berbuah manis kelak.(hm02).

Penulis: Yetty

Editor : Herman Maris

Related Articles

Latest Articles