5.5 C
New York
Friday, April 26, 2024

Uang Muka Rp7 Miliar dan Keraguan Kematian Perantara Suap Djoko Tjandra

Jakarta, MISTAR.ID

Ipar Djoko Tjandra diduga kuat sebagai saksi kunci yang berperan sebagai perantara suap antara Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Namun, ipar dari Djoko Tjandra dinyatakan telah meninggal dunia karena terpapar Covid-19 pada Februari 2020 lalu. Kabar tersebut dibenarkan oleh Susilo Ariwibowo selaku pengacara dari Djoko Tjandra.

Lebih lanjut, Susilo mengatakan Djoko Tjandra telah meminjam uang dari iparnya untuk diberikan kepada Andi Irfan Jaya.

Baca Juga:Pemeriksaan Jaksa Pinangki Dalam Kasus Djoko Tjandra Terhalang Kewenangan

“Februari 2020 meninggal, Joker pinjam uangnya iparnya untuk diberikan ke Andi Jaya bukan Pinangki,” ujar Susilo.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Febrie Adriansyah mengungkapkan, hal itu diketahui berdasarkan pengakuan Djoko Tjandra kepada penyidik.

“Pengakuan Djoko Tjandra memberi uang melalui adik atau iparnya itu tapi sudah meninggal,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung Kejagung RI, Jakarta Selatan, Kamis 3 September 2020.

Kendati demikian, penyidik Jampidsus tidak serta merta percaya dengan pengakuan Djoko Tjandra dan akan mendalami lebih lanjut.

“Yang meninggal itu pengakuan dari Djoko Tjandra, maka lagi dicek meninggalnya di mana, kenapa, kaitan dengan Djoko Tjandra apa,” tegasnya.

Rp7 Miliar Hanya Uang Muka

Sementara itu, uang senilai 500 ribu dollar AS atau Rp7 milliar yang diberikan Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari ternyata hanya sebagai uang muka atau down payment (DP) untuk Kepengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA).

Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejaksaan Agung RI, Febrie Ardiansyah menyampaikan nominal yang diajukan Jaksa Pinangki sejatinya jauh lebih besar dari Rp7 milliar.

“Lebih lah, itu kan DP, uang muka. Ketika uang muka dibayar, ternyata Djoko Tjandra curiga, sehingga putus urusan fatwa, sebatas itulah kejadian Pinangki,” kata Febrie di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (3/9/20) malam.

Ia mengatakan proposal biaya kepengurusan fatwa MA yang diajukan oleh Jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.

Baca Juga:Dua Jenderal Polisi Akui Terima Suap Djoko Tjandra

Namun demikian, dia enggan membeberkan lebih lanjut terkait rinciannya. “Waduh itu banyak itemnya. Macem-macem itu biaya-biayanya. Pasti sidang dibuka tuh ada biaya ini lah, macem macem itu,” ungkapnya.

Usai gagal mengurus fatwa, Febrie menyebutkan Djoko Tjandra memilih untuk mengurus melalui jalur Peninjauan Kembali (PK).

Dalam kasus ini, Djoko Tjandra menunjuk Anita Kolopaking yang mengurus prosesnya. “Kemudian masuklah Anita yang sudah dikenalkan Pinangki untuk meyakinkan Djoko Tjandra lagi bahwa sebenernya yang bisa diurus itu PK. Nah jalannya proses PK itu yang sedang disidik di Bareskrim,” jelasnya.

Namun demikian, ia enggan menjelaskan lebih lanjut terkait materi penyidikan yang berada di ranah penyidik Bareskrim Polri. Dalam kasus ini, uang yang diberikan Djoko Tjandra untuk mengurus PK berbeda dengan uang yang diberikan kepada Pinangki.

“Itu prosesnya di mabes polri lah. Yang jelas prosesnya Pinangki itu jualannya fatwa. Anita setelah putus urusan fatwa masuk sendiri menawarkan PK. (Uang Suap, Red) beda lagi, itu mabes polri lah yang tau,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah ditetapkan tersangka kasus suap untuk membantu Kepengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra.

Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka bersama Djoko Tjandra dan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya karena bersama-sama diduga melakukan pemufakatan jahat terkait kepengurusan fatwa MA agar batal dieksekusi.

Diduga, Pinangki menerima hadiah sebesar USD 500.000 atau Rp 7 milliar dari Djoko Tjandra. Uang itu diduga telah digunakan oleh Jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.

Terakhir, penyidik menyita satu mobil mewah berjenis BMW SUV X5 milik Jaksa Pinangki. Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa sebanyak 14 saksi.

Dalam kasus ini, Pinangki dijerat pasal 5 ayat 1 huruf A undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001.

Selain itu, Pinangki disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.(pikiran rakyat.com/tribunews.com/hm01)

Related Articles

Latest Articles