10.7 C
New York
Friday, April 26, 2024

Pardomuan Nauli: Jokowi Berpeluang Raih Penghargaan Nobel Perdamaian

Siantar, MISTAR.ID

Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ukraina untuk bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky serta Presiden Rusia, Vladimir Putin, membuka harapan terhadap perbaikan kondisi dunia, yang terus tertekan akibat perang yang terjadi di negara tersebut.

Salah seorang Pemerhati Sosial di Siantar-Simalungun, Pardomuan Nauli Simanjuntak, SH.MM menyampaikan, pertemuan Presiden Jokowi dengan Zelensky, kemudian Presiden Rusia Vladimir Putin, dapat menjadi sebuah permulaan positif bagi terciptanya kedamaian dunia. Dengan catatan, negara-negara Barat juga mau mengubah kebijakan dan sikap politik luar negerinya.

Alasannya, kata dia, konflik yang terjadi di kawasan timur Eropa itu merupakan sebuah akumulasi dari beragam persoalan yang terjadi di kawasan tersebut.

Baca Juga:Dorong Perdamaian Rusia-Ukraina, Jokowi Bertemu Presiden Zelensky di Kyiv

“Yang kita harapkan, Presiden Jokowi bisa membangun komunikasi antara Zelensky dan Putin. Negara-negara Barat juga bisa mengurangi egonya, sehingga menurunkan tensinya,” kata Pardomuan Nauli saat diwawancarai Mistar, Jumat (1/7/22) di Kota Siantar.

Untuk itu, dia menilai pertemuan ini memiliki pesan krusial, tak hanya bagi Indonesia, karena negara-negara Barat juga berharap Jokowi dapat menjadi jembatan komunikasi di antara kedua negara, di tengah kenyataan sedikit negara yang dapat menjadi mediator.

“Di sini terlihat dari bahasa tubuh banyak pemimpin negara G7 kemarin, diharapkan Presiden Jokowi dapat menjadi juru damai,” ungkapnya,

Bagi Pardomuan Nauli yang juga mantan angota DPRD Sumut dari Partai Hanura ini, pertempuran yang terjadi antara Rusia dan Ukraina tak hanya mengganggu stabilitas regional, tetapi juga berdampak terhadap krisis pangan dan energi global.

Indonesia pun merasakan dampaknya. Hal ini terlihat dari persoalan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), pangan, dan beban subsidi pemerintah terhadap sektor energi.

“Subsidi pemerintah terhadap energi sangat besar, bahkan mencapai Rp500 triliun,” ungkapnya.

Baca Juga:Putin Tawarkan Partisipasi BUMN Transportasi Rusia di Proyek IKN

Pardomuan nauli menilai, kunjungan tersebut merupakan sebuah langkah luar biasa, yang dapat menonjolkan peran Indonesia di kancah global.

Dari kunjungan ini, dia menilai Jokowi berpeluang menjadi salah satu kandidat penerima Nobel Perdamaian, apabila memenuhi empat persyaratan.

Pertama, dalam segi misi perdamaian, Jokowi mampu mendorong kedua pemimpin negara itu untuk melakukan gencatan senjata.

“Apalagi kalau sampai duduk di perundingan, luar biasa. Kedua, dapat memastikan alur rantai pasokan kebutuhan pangan dunia,” katanya.

Menurut Pardomuan Nauli, banyak negara dunia, termasuk Indonesia, yang saat ini bergantung terhadap pasokan gandum yang diimpor dari Ukraina maupun Rusia.

Ketiga, dia menilai, konflik di kawasan Eropa Timur ini sesungguhnya bukanlah Rusia melawan Ukraina, tetapi negara-negara Group of Seven (G7) dengan Rusia.

“Tapi dua atau tiga negara dari mereka itu tidak ingin Putin pencet tombol nuklirnya. Itu pembicaraan di G7,” ungkapnya.

Baca Juga:Presiden Jokowi dan Ibu Iriana Bertolak Kembali ke Indonesia

Terakhir, jika Ukraina dapat memenuhi undangan Jokowi untuk hadir pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada November mendatang di Bali, posisi Ukraina pada pertemuan G20 akan mirip dengan posisi Indonesia dalam pertemuan KTT G7.

Undangan ini pun menjadi salah satu dampak dari posisi Indonesia sebagai Presidensi G20. Kehadiran Jokowi pada pertemuan G7 akan semakin membuka lebar jalan Indonesia dalam upaya mendamaikan Rusia dan Ukraina.

“Kalau tidak hadir (G7), mungkin tidak semulus ini. Jadi ini satu rangkaian. Namun begitu, kita tetap mengapresiasi langkah Presiden Jokowi dalam mewujudkan perdamaian global, dan ini sejalan dengan amanat Undang Undang Dasar 1945,” tukasnya. (luhut/hm01)

Related Articles

Latest Articles