15.6 C
New York
Sunday, May 19, 2024

Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Dihukum 8 Tahun Penjara

Jakarta,MISTAR.ID

Mantan Direktur Teknik dan Pengelola Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Hadinoto Soedigno dihukum 8 tahun penjara terkait perkara dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada Garuda Indonesia serta tindak pidana pencucian uang.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman delapan tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno.

Majelis Hakim menyatakan Hadinoto terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Selain itu, Hadinoto juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca Juga: Penanganan Dugaan Korupsi Wali Kota Tanjungbalai, KPK Minta Saksi Kooperatif

“Mengadili, menyatakan terdakwa Hadinoto Soedigno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim, Rosmina saat membacakan amar putusan terhadap Hadinoto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/6/21).

Tak hanya pidana penjara, Majelis Hakim juga menghukum Hadinoto dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah USD 2.302.974,08 dan sejumlah 477.560 euro atau setara dengan SGD 3.771.637,58.

Apabila Hadinoto tidak dapat membayar uang pengganti tersebut dalam waktu sebulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita. Bilamana harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Hadinoto akan dihukum pidana badan selama 4 tahun.

Baca Juga: KPK Berhasil Pulihkan Aset Rp 592 Triliun

Hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Hadinoto lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut KPK. Sebelumnya, jaksa menuntut agar Hadinoto Soedigno divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider delapan bulan kurungan.

Dalam menjatuhkan hukuman terhadap Hadinoto, Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal yang memberatkan, Majelis Hakim menilai tindak pidana yang dilakukan Hadinoto memperburuk citra Indonesia di mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional.

Hal ini lantaran PT Garuda Indonesia merupakan BUMN bidang penerbangan yang menjadi kebanggan bangsa Indonesia yang melekat lambang negara yang seharusnya dapat mengharumkan nama bangsa, tidak hanya tingkat nasional tapi juga internasional.

Baca Juga: Polri Tarik Tiga Pamen di KPK

“Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap BUMN dalam bidang penerbangan yang menjadi kebanggaan seluruh bangsa Indonesia yang melekat pada lambang negara yang seharusnya dapat mengharumkan nama bangsa, tidak hanya tingkat nasional tapi juga internasional, namun terdakwa memperburuk citra Indonesia di mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional,” katanya.

Selain itu, Hadinoto juga tidak mengakui perbuatannya. Sementara untuk hal yang meringankan, Majelis Hakim menilai Hadinoto belum pernah dihukum dalam perkara lain. “Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan,” kata Hakim.

Setelah mendengar amar putusan Majelis Hakim, Hadinoto menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari. Sementara jaksa langsung menyatakan banding. “Izin atas vonis tersebut kami menyatakan banding Yang Mulia,” kata jaksa.

Baca Juga: KPK Mulai Dalami 10 Kasus Korupsi Besar di Papua

Diketahui, jaksa mendakwa Hadinoto Soedigno telah menerima suap lebih dari Rp 80 miliar dari empat perusahaan produsen pesawat dan mesin pesawat. Suap dengan berbagai mata uang asing itu diberikan kepada Hadinoto terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.

Suap itu diterima oleh Hadinoto bersama-sama dengan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Agus Wahjudo. Hadinoto didakwa menerima suap sejumlah US$ 2.302.974,08; 477.540 euro, dan SGD 3.771.637,58. Selain itu, Hadinoto juga didakwa menerima hadiah berupa pembayaran makan malam dan biaya penginapan senilai Rp 34.812.261 serta pembayaran biaya pesawat pribadi sebesar US$ 4.200.

Uang itu diterima Hadinoto dari empat produsen pesawat dan mesin pesawat, yakni Airbus SAS, Rolls-Royce Plc, Avions de Transport Regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakasa milik Soetikno Soedarjo, serta dari Bombardier Canada melalui Hollingwingsworld Management International Ltd Hongkong dan Summerville Pasific Inc.

Jaksa menyebut uang dan hadiah tersebut diberikan agar Hadinoto bersama Emirsyah Satar selaku Dirut PT Garuda Indonesia ketika itu dan Agus Wahjudo mengintervensi pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Jaksa juga mendakwa Hadinoto melakukan pencucian uang karena mentransfer uang hasil suap ke sejumlah rekening.(BeritSatu/hm13)

Related Articles

Latest Articles