6.5 C
New York
Friday, April 26, 2024

Wakil Rektor III USU Dikukuhkan Menjadi Guru Besar Tetap

Medan, MISTAR.ID

Wakil Rektor (WR) III Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan bersama dosen Fakultas Hukum (FH) Prof Sutiarnoto, dikukuhkan menjadi guru besar tetap USU, Jumat (26/11/21).

Rektor USU Dr Muryanto Amin mengatakan, guru besar merupakan contoh untuk memberikan pemikiran dan menciptakan produk ilmiah sesuai kompetensi di bidangnya masing-masing.

“Guru besar bertugas mengembangkan dan memberi contoh program pembelajaran yang inovatif. Menghasilkan kolaborasi riset dengan kualitas publikasi internasional bereputasi dan memiliki hak cipta yang berkompeten dihirilisasi dan komersialisasi,” ujarnya.

Baca Juga:Peringati Hari Guru, Rektor USU Minta Civitas Akademika Perkuat Pelayanan Pendidikan

Muryanto berharap, keduanya dapat memajukan publikasi inovasi dan pengabdian kepada masyarakat. Pidato yang disampaikan oleh dewan guru besar yang dikukuhkan memiliki urgensi ilmu pengetahuan dalam menciptakan inovasi penting.

“Kami menunggu ide kreatif dan inovatif untuk semangat memberi manfaat bagi kemanusiaan,” sebutnya.

Dalam pengukuhan tersebut, Prof Poppy menyampaikan pidato berjudul ‘Potensi Daun Bangun-bangun sebagai suatu Kearifan Lokal dalam Pengembangan Obat Kanker Payudara’.

Poppy menjelaskan, kanker payudara merupakan penyebab utama kematian wanita. Lebih dari setengah penderita kanker payudara terdapat di negara berkembang. Oleh karena itu, usaha penemuan obat baru yang aman dan selektif perlu untuk dilakukan.

Baca Juga:Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU Gelar Vaksinasi Covid-19

“Trend masyarakat yang back to nature memotivasi para peneliti untuk mencari obat kanker dari senyawa alam karena kenyataannya belum ada obat kanker yang benar-benar selektif,” sebutnya.

Sementara, Prof Sutiarnoto menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul ‘Kepentingan Negara Berkembang dalam Sistem Penyelesaian Sengketa WTO Studi Kasus Indonesia’.

Sutiarnoto menyebutkan, jika dilihat dari data yang ada mulai dari beroperasinya WTO hingga tahun 2006, maka didapati pendataan bahwa dominasi pengajuan sengketa secara kuantitatif dan signifikan telah dilakukan oleh kelompok negara maju.

“Negara berkembang umumnya kekurangan kapasitas umum hingga mengurangi kemampuan mereka untuk berpartisipasi secara penuh dalam sengketa WTO. Kondisi ini dapat mengikis kepercayaan mereka kepada rezim multilateral,” pungkasnya.(ial/hm10)

 

Related Articles

Latest Articles