12 C
New York
Wednesday, May 1, 2024

Tahun 2020, Inflasi Sumut Diprediksi Rendah

MEDAN, MISTAR.ID

Seiring daya beli masyarakat yang terbatas akibat Pandemi Covid-19. Bank Indonesia Sumatera Utara (BI Sumut) memperkirakan inflasi Sumatera Utara 2020 akan lebih rendah dari tahun 2019 dan berpotensi berada di bawah sasaran inflasi nasional yaitu 3±1% (yoy) yakni 1,6 hingga 2,0 %.

“Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang dapat menimbulkan shock temporer seperti keterlambatan impor luar negeri, kenaikan harga emas, hambatan distribusi domestik, dan penimbunan/belanja berlebihan oleh konsumen,” ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Sumut, Wiwiek Sisto Widayat, Minggu (6/9/20).

Ia menjelaskan pada Agustus 2020 Sumut inflasi sebesar 0,06%, mtm. Kenaikan harga emas perhiasan dan cabai merah menjadi penyumbang inflasi Sumatera Utara (Sumut). Selain itu, inflasi juga bersumber dari pendidikan dipengaruhi oleh masuknya tahun ajaran baru.

“Ketidakpastian ekonomi akibat pandemi menyebabkan instrumen investasi dengan tingkat risiko rendah seperti emas lebih diminati. Sementara, tekanan inflasi dipengaruhi oleh masuknya tahun ajaran baru. Tekanan inflasi tertahan oleh penurunan harga bahan makanan seperti daging ayam ras, bawang merah, dan tomat. Penurunan harga ini sejalan dipengaruhi oleh perbaikan aktivitas produksi peternakan dan panen raya hortikultura di sentra produksi,” ujarnya.

Baca Juga : Produktivitas Petani Sumut Terancam Anjlok, Stok Pupuk Subsidi Bertahan Hingga September

Secara spasial, sambungnya, tekanan harga di seluruh kota IHK meningkat dengan inflasi tertinggi terjadi di Gunungsitoli (0,61%, mtm) dan Pematangsiantar (0,20%, mtm). Kemudian, disusul oleh Padangsidimpuan (0,07%, mtm) dan Medan (0,04%, mtm).

“Sibolga satu-satunya kota IHK yang mengalami deflasi meski lebih rendah dari bulan sebelumnya (-0,01%, mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahun kalender Sumut terjaga rendah. Emas perhiasan menjadi penyumbang inflasi utama secara kumulatif, seiring dengan kenaikan harga emas global yang persisten akibat ketidakpastian ekonomi global selama pandemi,” tandasnya.

Di sisi lain, angkutan udara memberikan andil deflasi terbesar akibat pembatasan operasional transportasi udara saat Covid-19 mulai merebak. Meskipun saat ini kebijakan telah direlaksasi, minat masyarakat untuk bepergian masih rendah.

“Dalam rangka menjaga kestabilan harga, TPID melakukan koordinasi rutin dengan beberapa langkah pokok sesuai 4K (Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, Keterjangkauan Harga, Komunikasi yang Efektif),” katanya.

Baca Juga: BNI Syariah akan Salurkan KUR Rp10 Miliar di Medan, Ini Persyaratannya

Dikatakannya, dalam rangka menjaga stabilitas inflasi tetap rendah dan pada kisaran target nasional, penguatan kelembagaan dan infrastruktur menjadi salah satu poin penting dalam upaya pengendalian inflasi. Inisiasi Kerjasama Antar Daerah (KAD), pengadaan Controlled Atmosphered Storage (CAS), penguatan kelembagaan BUMD pangan, dan optimalisasi Sistem Resi Gudang (SRG) mengambil peran penting untuk mewujudkan inflasi yang terjaga serta mendukung kesejahteraan petani.

Terpisah, Pengamat Ekonom Gunawan Benjamin mengatakan. Sumut pada rilis BPS di awal September membukukan kinerja inflasi sebesar 0.06%. Angkanya tidak berbeda jauh dari ekspektasi sebelumnya. Dan jangan disimpulkan bahwa Sumut akan keluar dari resesi nantinya.

“Tentunya kita semua berharap bahwa Sumut mampu keluar dari resesi, itu doa kita semua. Tetapi kita juga harus rasional dalam melihat fakta yang tersaji di lapangan,” sebutnya.
Lanjutnya, inflasi di Sumut saat ini dipengaruhi oleh kenaikan harga cabai dan emas. Cabai naik setelah dibulan sebelumnya harga cabai sangat rendah. Petani enggan turun ke ladang, banyak lahan yang terpaksa tidak diurus karena tidak mampu menutup biaya operasional, karena banyak harga cabai di tingkat petani kala itu di bawah harga pokok penjualan atau BEP yang dikisaran 12 ribuan per kg.

“Alhasil cabai pun merangkak naik. Namun begitu kenaikan harga cabai di Sumut lebih tinggi dari rata rata harga di luar wilayah lain, Sumut pun dibanjiri cabai dari luar khususnya dari pulau jawa. Alhasil harga cabai sekalipun sempat bertahan mahal dan seharusnya terdongkrak karena ada erupsi, ternyata cabai belakangan harganya kembali turun,” terangnya.

Baca Juga: Ini 42 Negara yang Ekonominya Hancur Akibat Covid-19

Dan saat ini harga emas turun di kisaran Rp 920 ribuan per gram. Dan bukan karena masyarakat yang rame-rame menjual emasnya. Jadi tidak bisa disamakan dengan ekonomi nasional yang deflasi selama dua bulan berturut turut lantas disimpulkan dekat dengan resesi.

“Begitupun Sumut tetap berpeluang resesi, mengacu kepada hitungan saya pertumbuhannya itu sejauh ini paling buruk minus 0.8% di kuartal ketiga. Yang penting kita bersiap saja dengan segala kemungkinan terburuk,” pungkasnya. (anita/hm11)

Related Articles

Latest Articles