7.2 C
New York
Friday, April 19, 2024

Pengusaha Pabrik Roti Masih Trauma “Kami Diperlakukan Kayak Penjahat”

Medan, MISTAR.ID

Raya, pengusaha pabrik roti di Jalan Madio Santoso No 109 Kelurahan Pulo Braya Darat I Kecamatan Medan Timur, mengaku hingga kini masih trauma pasca penggerebekan di tempat usahanya pada Sabtu (15-8/20) lalu itu.

“Koq kayak penjahat berat kami diperlakukan, bisa nya mereka datang baik-baik,” sesal Raya, Senin (24/8/20).

“Kita takut ini perampok yang menyaru polisi, karena kalau polisi sudah pasti memiliki prosedur bagaimana menyita barang,” tandasnya lagi.

Biasanya, kata Raya, dalam penggerebekan, polisi selalu disaksikan aparat setempat misalnya kepala lingkungan. Dan barang-barang yang diambil juga diberi tanda terima sebagai bentuk penyitaan.

Baca juga: Pabrik Roti di Medan Digerebek, Pemilik Tak Penuhi Undangan Polisi untuk Klarifikasi

Bukan hanya Raya, anak, suami dan karyawannya pun jadi takut karena ditunjukan pistol dari balik baju mereka.
Raya mengaku sebelumnya menerima undangan dari polisi. Namun ia tidak menghadirinya.

“Sifatnya kan undangan, jadi saya tidak datang,” kata Raya kepada Mistar, Senin (24/8/20).

Namun ia membantah kalau ketidakhadirannya sebagai bentuk tidak koperatif. Ia justru mempertanyakan tindakan polisi yang menggrebek pabrik rotinya.

Baca juga: LBH Medan: Penggrebekan Pabrik Roti Cacat Hukum

“Mereka datang saat pabrik tidak beroperasi karena orderan lagi sepi dan langsung mengambil sejumlah barang,” ujar Raya.

Menurutnya, penggrebekan terjadi pada Sabtu (15/8/20). Ketika itu hanya ada 6 karyawan yang sedang membersihkan pabrik karena sedang tidak beroperasi. Tiba-tiba masuk empat pria yang mengaku sebagai polisi.

Salah seorang diantaranya mengaku bernama Andre sambil menunjukan surat tugas kepada salah seorang karyawan. Karena tidak mengerti, karyawan itu minta agar ia bisa menghubungi pemilik namun sempat dihalangi.

Baca juga: Forda UKM Sumut Sesalkan Penggrebekan Pabrik Roti

Keempat petugas itu kemudian berpencar dan mengambil barang-barang yang ada. Mereka kemudian mengumpulkan barang-barang itu dalam plastik. Tindakan polisi sempat dihalangi karyawan karena pemilik pabrik tidak berada ditempat.

Tak lama Raya bersama anak dan suami tiba. Raya mempertanyakan identitas keempatnya. Salah seorang petugas yang mengaku bernama Andre kembali menunjukan surat tugas.

“Dalam surat itu agama saya ditulis Islam,” kata Raya.

Ia pun minta agar bisa memfoto surat tugas tersebut namun dilarang Andre. “Nanti bisa pidana,” kata Andre seperti ditirukan Raya.

Alasan mereka menggrebek kata Raya, karena ada laporan masyarakat yang menyebutkan pabriknya mendaur ulang roti bekas atau sisa.

“Tapi kan tidak harus seperti ini tindakan mereka. Masak masuk langsung mengambil barang-barang tanpa permisi pada pemiliknya. Tidak ada serah terima barang yang diambil,” kata Raya.

Karena tidak sesuai prosedur itulah membuat Raya dan karyawan berusaha mempertahankan barang yang diambil. Ia pun mengaku memiliki perijinan atas usahanya.

Terkait barang sisa (bs), kata Raya, tidak pernah mereka daur ulang.
“Sudah pastilah ada roti sisa, biasanya ada yang menampung untuk makanan ikan, atau kita buang,” tandasnya.

Ia menjamin bahwa usahanya tidak akan mendaur ulang barang sisa. “Biar untung sedikit yang penting tidak berisiko,” kata Raya lagi.

Diakuinya sejak pandemi Covid-19, usahanya menurun tajam. Kalau dulu bisa memproduksi 6.000 roti setiap hari, kini paling banyak 2.000. “Kita buat tergantung order saja sekarang karena memang sepi pembeli,” katanya.(Edrin/Saud/hm06)

Related Articles

Latest Articles