27.1 C
New York
Wednesday, May 22, 2024

Dr Redyanto Sidi, Utamakan Waktu Bersama Keluarga di Tengah Kesibukan

Medan, MISTAR.ID

Dr Redy adalah sapaan akrab bagi teman, serta mahasiswanya. Ia adalah anak pertama (empat bersaudara) dari pasangan (Alm) Sudirman Koto dan Rahmiah Jambak. Pria kelahiran Pekanbaru 23 Oktober 1983 silam itu selalu tampil maskulin setiap menjalani aktivitas. Dia juga kerap mengenakan topi khas adat melayu ketika tampil di tengah publik.

Redy kecil tak pernah bercita-cita menjadi apapun. Kala itu, pria yang memiliki hobby nyanyi tersebut hanya ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Keinginan itu akhirnya diwujudkan Redyanto dari jalur akademik.

Selain sudah menyandang doktor di usianya yang relatif muda, Redy juga tercatat sebagai advokat yang kerap membela hajat hidup orang banyak. Tak puas hanya itu, pria yang memiliki nama lengkap Redyanto Sidi tersebut kini konsen sebagai Kriminolog.

Baca juga: Kasus Kekerasan Prempuan dan Anak Tinggi di Sumut

Komentar-komentarnya yang tegas ditambah banyak unsur edukasi membuat Redy kerap muncul di berbagai media. Itu pula menjadi alasan bagi jurnalis untuk meminta tanggapannya dalam sebuah kasus yang sedang hangat.

“Di UMSU ada dosen yang yang mengajar hukum pidana yang menjadi mentor saya, khusus mengajar Kriminologi juga,” ujar Redy saat berbincang dengan MISTAR.ID baru-baru ini.

Mentor itu kemudian memotivasi Redy untuk ikut berkontribusi, sehingga dia pun mulai tertarik untuk memberikan sumbangsih ilmu dalam tindak pidana dan kriminalitas. “Dari situ saya mulai berkontribusi di luar kampus, tampil di media dan sejumlah organisasi,” katanya.

Selain Kriminolog, Redy juga seorang pengacara. Redy menilai, besarnya kasus yang ditangani itu relatif, tergantung niat menjalaninya dan mendukung apa yang harus diperjuangkan.

“Kasus besar itu adalah kasus saat kita menangani urusan publik, contohnya lapangan merdeka. Saat itu saya tertarik menangani kasus ini, karena menyangkut hidup orang banyak,” ucapnya.

Baca juga: Polwan Harus Perlihatkan Sisi Kewanitaan Tangani Kasus Kekerasan Wanita

Untuk bidang kesehatan, Redy saat ini sedang menangani kasus dokter atas dugaan melakukan suntik vaksin kosong. Besar kecilnya kasus bukan karena besarnya bayaran, tapi lebih ke bagaimana mengedukasi masyarakat. “Saya tidak dibayar tangani kasus ini,” katanya.

Komentar-komentar pedasnya kerap menyinggung institusi kepolisian. Soal itu, Redy mangaku tak pernah takut. Menurutnya, apa yang dia sampaikan sesuai dengan keilmuan, serta pengetahuan dan realitas yang ada. “Dalam konteks ini kita harus menyampaikan apa yang benar, sesuai dengan kemampuan saya sebagai akademis,” ucapnya.

Bagi Redy, instansi manapun yang dikomentari tidak boleh alergi dan baper ketika ada yang memberikan komentar baik. Indonesia, kata Redyanto adalah negara demokrasi, kritik itu adalah untuk membangun. “Kalau semua diam, institusi yang sedang bermasalah akan bingung sendiri bagaimana mengontrol anggota di lapangan,” guraunya.

Dalam setiap kasus dan persoalan yang sedang ditangani, Redy mengaku kerap mendapatkan intimidasi. Baginya itu adalah hal biasa, karena pasti ada pihak yang dikritisi tidak senang. Intimidasi-intimidasi tersebut tak pernah menyurutkan Redyanto untuk selalu memberikan sumbangsih pemikiran. Terlebih untuk kasus-kasus yang hangat di tengah publik, utamanya institusi kepolisian. “Iya, saya akan tetap kritis,” katanya.

Kian tingginya angka kriminalitas membuat Redy menitipkan pesan kepada masyarakat. Kata Redy, ada ungkapan bahwa hukum itu akan selalu tertinggal dari peristiwanya. Namun, persoalannya adalah bagaimana kita jangan sampai tertinggal dari hukum.

Baca juga: Sepanjang 2021, Ada 25.210 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

“Agar tidak menjadi korban kriminal, kita harus sadar hukum. Jadi ketika semua sudah sadar hukum, maka hukum itu akan tegak dengan sendirinya. Sadar hukum dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan, maka semuanya akan berjalan seusia koridor,” pesannya.

Di tengah padatnya aktivitas yang dia jalani, Redy selalu mengutamakan waktu untuk keluarga. Selain sholat subuh bersama, setiap hari Redyanto mewajibkan pulang ke rumah pukul 17.30 WIB dan menghabiskan waktu bersepeda bersama keluarga. “Itu wajib, karena keluarga yang paling utama,” pungkasnya. (ial/hm09

Related Articles

Latest Articles