10.3 C
New York
Tuesday, April 23, 2024

Pilpres Belarusia Ricuh, Capres Tikhanovskaya Kabur Ke Lithuania

Minsk, MISTAR.ID
Pemilihan presiden (pilpres) di Belarusia berlangsung ricuh, dan calon presiden (capres) penantangutama Presiden Belarusia harus melarikan diri ke Lithuania. Svetlana Tikhanovskaya kabur ke Lithuania pada Selasa (11/8/20), setelah bentrokan di malam kedua antara polisi dan pendukung oposisi menewaskan seorang pengunjuk rasa.

Tikhanovskaya mengklaim kemenangan atas Presiden Alexander Lukashenko yang otoriter, dalam pemilihan suara pada Minggu (9/8/20). Ia telah tiba di negara tetangga dengan selamat, kata Menteri Luar Negeri Lithuania Linas Linkevicius kepada kantor berita AFP. Lithuania yang merupakan anggota Uni Eropa dan NATO, dan dulu juga bagian dari Uni Soviet seperti Belarusia, memiliki riwayat memberikan perlindungan ke tokoh-tokoh oposisi Belarusia dan Rusia.

Keberadaan Tikhanovskaya sempat tidak diketahui, setelah staf kampanye hilang kontak dengannya dan mengkhawatirkan keselamatannya. Munculnya dia di Lithuania terjadi setelah ribuan orang turun ke jalan di ibu kota Belarusia, Minsk, pada Senin yang menjadi malam kedua kerusuhan.

Baca juga: Mengungkap Penyebab Tingginya Angka Kematian Covid-19 di Negara Maju

Sebelumnya pihak berwenang mengumumkan, Lukashenko telah mengamankan masa jabatan keenamnya dengan 80 persen suara. Tikhanovskaya, wanita berusia 37 tahun, adalah orang baru di dunia politik tapi dia telah memberi angin segar kepada oposisi. Ia berada di urutan kedua hasil akhir pilpres dengan 10 persen suara, dan para pengunjuk rasa mendukung klaimnya yang telah memenangkan pemilihan.

Baca juga: Puluhan Dokter Desak Lockdown Kepada Presiden Filipina

Untuk meredakan aksi unjuk rasa di malam kedua, polisi tetap menggunakan peluru karet, granat kejut, dan gas air mata untuk membubarkan demonstran. Massa melawan dengan lemparan batu dan kembang api, juga membangun barikade, kata laporan jurnalis AFP, para demonstran, dan sejumlah saksi mata.

“Sangat banyak orang menentang Lukashenko,” kata Pavel seorang demonstran berusia 34 tahun kepada AFP. “Kami ingin menggulingkan Lukashenko. Dia tidak layak jadi presiden.”

Puluhan orang terluka dalam kerusuhan itu, dan kematian pertama dikonfirmasi pada Senin. Polisi mengatakan, seorang pria tewas setelah alat peledak meledak di tangannya. Staf Tikhanovskaya sebelumnya mengatakan, dia tidak akan terjun ke jalan bersama demonstran untuk menghindari”provokasi”, dan belum diketahui bagaimana nasib oposisi setelah kepergiannya yang mendadak.

Para lawan Lukashenko telah menyerukan protes terhadap rezimnya, dan ada seruan untuk mogok nasional. Svetlana Tikhanovskaya yang merupakan ibu dua anak kemudian mencalonkan diri sebagai presiden, setelah pihak berwenang memenjarakan suaminya, Sergei Tikhanovsky, seorang blogger terkenal di sana. Kampanyenya membakar semangat oposisi, untuk menggulingkan Lukashenko yang telah berkuasa sejak 1994 dan mendapat julukan “diktator terakhir Eropa”.

Pemerintah negara-negara Barat ramai-ramai mengencam tindakan keras polisi Belarusia, dengan beberapa petinggi negara di Uni Eropa menyarankan situasi ini dapat memicu sanksi lagi terhadap rezim Lukashenko, yang dicabut beberapa tahun lalu.

Gedung Putih Amerika Serikat mengaku “sangat prihatin” dengan kerusuhan ini, menambahkan bahwa “intimidasi terhadap kandidat oposisi dan penahanan para demonstran yang damai” termasuk faktor dari pemilu yang kacau dan akibatnya.

Para pemerintah Jerman juga mempertanyakan hasil pemilu. Jerman menyatakan “keraguan besar” tentang pelaksanaan pemungutan suara, sedangkan Perancis mendesak massa Belarusia menahan diri, dan Polandia menyerukan KTT darurat Uni Eropa. Sementara itu Presiden Rusia Vladimir Putin memberi selamat atas kemenangan Lukashenko yang merupakan sekutu lamanya. Begitu pun denganPresiden China Xi Jinping.

Lukashenko pada Senin (10/8/20) berkomentar tentang hasil pilpres. Ia bersumpah tidak akan membiarkan Belarusia “terkoyak” dan mengatakan para demonstran adalah pion negara asing.

“Kamimerekam telepon dari luar negeri. Ada panggilan dari Polandia, Inggris, dan Republik Ceko, merekamengarahkan – maaf – domba kami,” ucap Lukashenko dikutip dari AFP. (Kompas/hm06)

Related Articles

Latest Articles