18.9 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Mengungkap Penyebab Tingginya Angka Kematian Covid-19 di Negara Maju

New York, MISTAR.ID

Saat ini virus corona masih tergolong masalah yang serius untuk semua negara. Virus corona yang sampai sekarang belum ditemukan vaksinnya, membuat semua negara merasa khawatir karena penyebarannya dapat berdampak pada perekonomian negara. Akan tetapi, virus corona menghadirkan banyak teka-teki yang tidak diketahui dan menimbulkan pertanyaan mengapa populasi di negara bagian Eropa Barat dan Amerika Utara mengalami tingkat kematian paling tinggi di dunia.

Hanya lima negara telah menyebabkan hampir dua pertiga dari semua kematian virus corona yakni Amerika serikat diikuti oleh Inggris, Italia, Prancis, dan Spanyol.

Amerika serikat, menyumbang 28 persen dari kematian virus corona global dan 29 persen dari kasus virus corona yang dilaporkan. Sebaliknya, Cina dan India masing-masing mewakili 1 persen dari kematian virus corona global dan 1 persen serta 3 persen dari masing-masing kasus yang dilaporkan.

Kurangnya Dalam Pelaporan

Penjelasan awal untuk perbedaan yang besar dalam tingkat kematian akibat virus corona antar negara menekankan perbedaan dalam pengambilan sampel dan pelaporan nasional. Beberapa analis kesehatan masyarakat pada awalnya mencurigai bahwa banyak pemerintah yang tidak melaporkan kasus kematian akibat virus corona yang sebenarnya.

Beberapa pemerintah mungkin secara sengaja melaporkan kematian akibat virus corona yang tidak transparan karena alasan politik. Misalnya, sementara tetangganya melaporkan ribuan infeksi corona virus dan ratusan kematian, Korea Utara melaporkan nol kasus.

Pada akhir bulan april, Presiden negara Belarus menyatakan bahwa negaranya tidak memiliki kasus virus corona dan tidak memberlakukan kebijakan social distancing seperti pemerintah negara lainnya. Pada akhir Mei, Belarus melaporkan sekitar 43.000 kasus yang dikonfirmasi dan 235 kematian.

Penari balet mengenakan masker wajah yang ikut serta dalam latihan balet Peer Gynt karya Edvard Grieg di Teater Bolshoi Belarusia di Minsk.(f:afp/mistar)

Di negara-negara lain, sebagian besar perhitungan kematian virus corona yang rendah merupakan kombinasi dari kesalahan diagnosis, kurangnya dalam pengumpulan dan pengujian sampel serta pelaporan statistik yang kurang relevan.

Sebagian besar negara terkecuali negara Belgia, hanya melaporkan kematian virus corona yang terjadi di rumah sakit atau ketika tes menunjukkan hasil positif terinfeksi virus corona.

Dalam beberapa bulan terakhir, Satu analisis dari 25 negara menemukan kurang lebih 87.000 orang yang meninggal selama pandemi virus corona daripada laporan perhitungan kematian virus corona resmi.

Di banyak negara, termasuk Amerika serikat, Indonesia dan Meksiko, kematian dan penguburan dilanjutkan sesuai prosedur covid-19 tanpa melakukan pengujian terhadap orang yang meninggal untuk mengetahui lebih jelas tentang infeksi virus corona.

Sebagian besar pengamat menyimpulkan bahwa kematian akibat virus corona memang sengaja tidak dilaporkan. Namun, analisis komparatif dari data yang tersedia menunjukkan bahwa ini adalah penjelasan yang tidak mungkin untuk tingkat virus yang paling mematikan.

Angka Kematian Akibat Covid Tinggi, Rendah Mortalitas

Yang mengejutkan lagi, tingkat kematian akibat Covid-19 berbeda jauh dengan negara yang memiliki tingkat kematian keseluruhan akibat faktor usia relatif rendah. Di negara maju, harapan hidup pada usia 60 tahun lebih tinggi sekitar 10 tahun dibandingkan di negara kurang berkembang yang hanya 5 tahun lebih tinggi pada usia 60 tahun.

Kematian akibat covid-19 sangat rentan terjadi di kalangan lansia, terutama mereka yang menggunakan fasilitas perawatan jangka panjang. Di Amerika Serikat dan Swedia misalnya, mereka yang berusia di atas 65 tahun tidak mencapai dari 80 persen kematian akibat virus corona.

Dengan pemikiran ini, analis kesehatan masyarakat pada awalnya berteori bahwa dari negara yang memiliki struktur usia yang relatif lebih tua telah memberikan penjelasan akan hal ini.

Namun, data yang dilaporkan tidak konsisten dengan penjelasan itu. Perbandingannya sederhana antara Italia dan Jepang, dua negara dengan struktur usia yang sama dan harapan hidup yang tinggi tapi tingkat kematian covid-19 di Italia mendekati 80 kali lebih besar daripada Jepang, masing-masing 551 berbanding 7 kematian per juta.

India telah mencatat hampir 140.000 kasus virus korona dan lebih dari 4.000 kematian pada akhir Mei.(f:cna/mistar)

Penjelasan lain untuk tingkat kematian akibat Covid-19 menargetkan tingkat kepadatan penduduk dan urbanisasi yang tinggi. Namun, data yang tersedia tidak mendukung pernyataan itu.

Negara dengan kepadatan populasi yang lebih tinggi, seperti Israel, Jepang, Republik Korea dan Singapura, memiliki tingkat kematian Covid-19 yang jauh lebih rendah daripada negara-negara dengan tingkat kematian paling tinggi. Demikian pula New York, Paris dan London yang paling merasakan dampak akibat Covid-19 akan tetapi daerah metropolitan besar lainnya seperti Bangkok, Baghdad, New Delhi dan Lagos secara substansial kurang terpengaruh.

Perbandingan antara negara-negara tetangga dengan kondisi iklim yang sama juga memberikan sedikit wawasan untuk menjelaskan perbedaan tingkat kematian Covid-19.

Misalnya, Angka kematian di Jerman adalah sekitar seperempat dari tingkat kematian di Prancis dan Belanda. Tingkat kematian di Iran hampir 20 kali lebih besar dari tingkat kematian di Irak, 93 banding 5 per juta populasi.

Factor Lockdown

Lockdown, social distancing, masker wajah, pelacakan kontak, kasus isolasi dan tindakan terkait dilaporkan secara efektif dalam mengurangi tingkat kematian Covid-19 di banyak negara.

Namun, beberapa negara yang menghindari kebijakan lockdown secara nasional dan persyaratan social distancing, seperti Myanmar dan Kamboja, melaporkan angka kematian yang relatif rendah.

Satu penjelasan yang mungkin yakni setelah negara tersebut terkena virus corona di kemudian hari maka angka kematian mungkin naik sesuai penyebarannya.

Selain itu, beberapa negara Eropa, seperti Swedia dan wilayah bagian Belanda, mungkin bertujuan untuk menerapkan “herd immunity,” yang meminimalkan pembatasan, melarang pertemuan 50 orang atau lebih, namun memungkinkan restoran dan bar tetap terbuka sambil mengandalkan warganya sendiri.

Hingga saat ini, negara-negara tersebut telah mencapai tingkat kematian Covid-19 yang lebih rendah daripada negara-negara dengan kebijakan lockdown yang lebih ketat dan langkah social distancing, seperti Belgia, Italia dan Spanyol.

India telah mencatat hampir 140.000 kasus virus korona dan lebih dari 4.000 kematian pada akhir Mei.(f:cna/mistar)

Orang-orang menikmati cuaca hangat di taman Tantolunden ketika penyebaran penyakit coronavirus (Covid-19) berlanjut, di Stockholm, Swedia 30 Mei 2020.

Pada awal bulan mei, Swedia melaporkan lebih dari seperempat dari 2 juta orang yang tinggal di ibukota negara itu, telah terinfeksi oleh virus corona.

Swedia dan Belanda berpendapat bahwa keputusan mereka tentang cara menangani pandemi virus corona lebih disetujui daripada kebijakan negara-negara Eropa lainnya yang sekarang pemerintahnya lebih berjuang menjaga keselamatan sambil mengurangi pembatasan, transisi dari lockdown dan memulai kembali perekonomian yang anjlok.

Pengalaman di Denmark, Finlandia dan Norwegia menunjukkan bahwa awal dari kebijakan lockdown mungkin telah mencegah kematian yang berlebihan. Tiga negara Skandinavia itu mengumumkan lockdown secara nasional pada awal Maret sebelum mendaftarkan kematian karena virus korona. Alhasilnya, pada akhir Mei, jumlah kematian akibat virus korona lebih kecil daripada tingkat kematian yang relatif tinggi di Swedia dan Belanda.

Tanpa Penjelasan Sederhana

Analisis sepintas menunjukkan mungkin tidak ada penjelasan tunggal yang sederhana tentang mengapa populasi negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara mengalami tingkat kematian Covid-19 tertinggi di dunia.

(Grafik: joseph chamie)

Untuk menjawab pertanyaan di atas kemungkinan kombinasi kompleks dari beberapa faktor-faktor kritis, dengan yang paling menonjol sebagai berikut:

1.Demografi, termasuk struktur usia, kepadatan, urbanisasi, mobilitas, migrasi, morbiditas, dan kesehatan;
2.Lingkungan, termasuk lokasi, iklim, suhu dan sinar matahari;
3.Budaya, termasuk jarak sosial, kontak, interaksi fisik seperti jabat tangan dan pelukan, tingkat gizi dan obesitas, dan kebersihan;
4.Masyarakat, solidaritas, kerja sama, tanggung jawab dan kemampuan beradaptasi;
5.Pemerintah, kecepatan / jenis tanggapan, perpesanan terpadu, kepemimpinan, kredibilitas, pencegahan dan sistem perawatan kesehatan.

Selain perbedaan negara yang sangat besar dalam tingkat kematian Covid-19, jumlah kematian, mendekati 400.000, terus meningkat setiap hari saat penyakit ini menyebar ke seluruh penjuru bumi ini.

Dengan tidak adanya vaksin yang tersedia di seluruh dunia, banyak negara berlomba untuk menemukan, sebagian besar populasi dunia dapat terinfeksi hingga 70 persen untuk mencapai kekebalan kawanan (herd immunity), tapi hal ini tidak mungkin dicapai dalam waktu dekat dan lebih dari 50 juta bisa meninggal akibat virus ini.

Yang Terburuk Sudah Datang

Sayangnya, pandemi terburuk mungkin ada di depan. Sebagian besar negara melonggarkan kebijakan lockdown dan isolasi sosial, hal ini bisa dipahami karena mencoba merevitalisasi ekonomi yang anjlok dan kembali ke gaya hidup normal.

Namun, tanpa menerapkan kebijakan social distancing, masker dan perlindungan lainnya, para ahli kesehatan masyarakat tetap mengantisipasi agar keadaan sekarang ini tidak terjadi sama seperti pandemi influenza 1918 yang mematikan.

Tanpa pertanyaan, Covid-19 menuntut beban demografis, sosial, dan ekonomi yang besar di seluruh dunia.

Mungkin satu-satunya sisi positif yang muncul dari pandemi saat ini adalah bahwa hal itu telah membuat populasi dunia baik pria, wanita dan anak-anak jauh lebih sadar dan peka terhadap nilai kesehatan, interaksi sosial, kematian yang tak terduga dan tindakan kemanusiaan.(cna/js/hm03)

Related Articles

Latest Articles