9.8 C
New York
Friday, April 26, 2024

Tarif Cukai Rokok Tahun 2022 Belum Saatnya Naik

Medan, MISTAR.ID

Kebijakan pemerintah yang telah menaikkan tarif cukai rokok sebenarnya terlalu prematur dan tidak tepat. Setiap kebijakan seharusnya mempertimbangkan dampak yang akan timbul akibat kebijakan yang tidak tepat sasaran dan mengabaikan kepentingan publik.

Tim Penelaah Tarif Cukai Rokok (PTCR) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sumatera Utara (USU) menilai, kenaikan tarif cukai rokok yang eksesif itu justru kontraproduktif terhadap industri hasil tembakau (IHT).

Terlebih lagi, ketika kondisi perekonomian mengalami kontraksi ekstrim yang tergambar pada menurunnya pendapatan pelaku usaha dan masyarakat. Bahkan, sumbangan sektor-sektor ekonomi produktif belum memberikan kontribusi terbaiknya sebagaimana sebelum masa pandemi Covid-19.

Baca juga: Pengamat Hukum dan Ekonomi: Kenaikan Cukai Rokok Harus Diimbangi Pemberantasan Rokok Ilegal

“Semestinya perekonomian yang menurun harus didorong dengan kenaikan kapasitas produksi barang, termasuk terhadap industri hasil tembakau (IHT), dalam hal ini rokok,” ujar Ketua Tim PTCR FBE USU Coki Ahmad Syahwier, Rabu (19/1/22).

Coky mengatakan, menurut Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) bahwa, realisasi produksi rokok terus bergerak meningkat sebesar 5,03 persen dari Januari hingga Agustus 2021. Sedangkan Kementerian Keuangan mengkonfirmasi dalam periode yang sama, realisasi produksi rokok mencapai sebanyak 208,6 miliar batang rokok atau tumbuh 6.2 persen.

“Kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan periode Januari hingga Agustus 2020 dengan produksi sebanyak 196,3 miliar batang rokok. Sudah tentu kenaikan produksi diharapkan akan membentuk sikap optimistis meskipun sebenarnya kenaikan tarif cukai rokok sudah pernah terjadi pada Tahun 2020 (sebesar 23 persen) dan Tahun 2021 (sebesar 12,5 persen),” katanya.

Keadaan tersebut, kata Coki, ditambah dengan kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) sebesar 35 persen. Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan HJE tersebut membuat himpitan beban para pengusaha rokok makin berat.

Baca juga: Tarif Cukai Rokok Naik Rata-rata 12 Persen, Ini Rincian Harga per Bungkusnya

“Dengan demikian, kebijakan menaikkan kembali CHT dinilai belum tepat untuk diterapkan karena lingkungan usaha dan perekonomian secara makro sedang berada pada tahap pemulihan,” tegasnya.

Selain itu, sebut Coki, kebijakan menaikkan CHT juga menunjukkan minimnya sense of crisis terhadap industri yang terdampak situasi Covid-19 sekarang ini. Menurutnya, seharusnya kebijakan menaikkan CHT mempertimbangkan beberapa hal.

Pertama, tantangan berat yang dihadapi perusahaan produsen rokok berupa keberadaan rokok ilegal. Kedua preferensi untuk merokok masih cukup tinggi dengan pilihan mengkonsumsi rokok ilegal. Ketiga, prevalensi rokok masyarakat belum menurun yang tidak sejalan dengan aspek kesehatan

Yang keempat faktor pasar yang kurang kondusif mengakibatkan besarnya jumlah retur. Kemudian IHT menyerap tenaga kerja yang cukup besar (60 persen Sigaret Kretek Tangan/SKT). Sementara keenam kenaikan CHT yang berturut-turut sejak Tahun 2020 bukan kebijakan produktif dan kreatif.

Baca juga: Cukai Rokok Naik 12% Tahun Depan!

“Akhirnya kegiatan ikutan pada IHT mengalami penurunan, seperti kertas, cengkeh, produksi petani tembakau, pedagang eceran, transportasi dan kegiatan teknis lainnya,” ucapnya.

Berdasarkan uraian di atas, sebut Coki, kebijakan menaikkan CHT tentu akan berdampak negatif terhadap kinerja produsen rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM). “Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kenaikan tarif CHT karena sangat menekan petani tembakau, produsen industri tembakau dan konsumen,” pungkasnya. (ial/hm09)

Related Articles

Latest Articles