11.1 C
New York
Saturday, April 27, 2024

Menkeu Pastikan Indonesia Resesi!

Jakarta, MISTAR.ID

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resmi resesi pada kuartal III-2020. Hal itu menyusul revisi proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan.

Sri Mulyani mengatakan, pihak Kementerian Keuangan melakukan update proyeksi perekonomian Indonesia untuk tahun 2020 secara keseluruhan menjadi minus 1,7% sampai minus 0,6%.

“Forecast terbaru kita pada September untuk 2020 adalah minus 1,7% sampai minus 0,6%. Ini artinya, negatif territory kemungkinan terjadi pada kuartal 3,” kata Sri Mulyani dalam video conference APBN KiTa, Selasa (22/9/20).

Baca Juga:Jika Resesi, Pemerintah Diminta Tetap Salurkan Bansos

Realisasi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II-2020 minus 5,32%. Resesi akan terjadi jika pertumbuhan ekonomi nasional kembali negatif di kuartal berikutnya. Resesi adalah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi minus dua kuartal berturut-turut.

“Dan mungkin juga masih berlangsung untuk kuartal 4 yang kita upayakan bisa mendekati 0 atau positif,” jelasnya.

Meski secara tahunan ekonomi nasional berada di zona negatif, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku angka proyeksi Kementerian Keuangan tidak sedalam proyeksi beberapa lembaga internasional.

Baca Juga:44 Negara Resmi Terjerumus ke Jurang Resesi

Seperti World Bank atau Bank Dunia berada di level 0%, IMF di level minus 0,3%, OECD di level minus 3,3%, ADB di level minus 1%, dan Bloomber di level minus 1%.

“Tahun depan, kita gunakan sesuai RUU APBN 2021 yakni 4,5-5,5% dengan forecast titik di 5,0%. Bagi institusi lain, rata- rata berkisar antara 5-6%. OECD tahun depan prediksi 5,3, ADB sama 5,3, bloomberg median view 5,4, IMF 6,1, WB 4,8,” katanya.

“Semua forecast ini subject to atau tergantung pada perkembangan covid dan bagaimana ini pengaruhi aktivitas ekonomi,” ungkapnya.

Rupiah Merosot

Sementara itu, nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.785 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Selasa (22/9/20) sore. Posisi tersebut melemah 0,58 persen dibandingkan perdagangan Senin (21/9/20) sore di level Rp14.700 per dolar AS.

Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.782 per dolar AS atau melemah dari Rp14.723 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.

Sore ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau melemah terhadap dolar AS. Dolar Singapura melemah 0,09 persen, dolar Taiwan melemah 0,28 persen, won Korea Selatan melemah 0,60 persen, dan peso Filipina melemah 0,21 persen.

Baca Juga:Resesi Global, Puluhan Perusahaan Kakap di AS Ajukan Pailit

Selanjutnya, rupee India melemah 0,25 persen, ringgit Malaysia melemah 0,32 persen dan bath Thailand melemah 0,29 persen. Hanya yen Jepang dan yuan China yang terpantau masih menguat masing-masing 0,9 persen dan 0,29 persen.

Sementara itu, mayoritas mata uang di negara maju juga bergerak melemah terhadap dolar AS. Poundsterling Inggris melemah 0,03 persen, franc Swiss melemah 0,20 persen dan dolar Kanada melemah 0,02 persen. Sebaliknya dolar Australia menguat 0,19 persen.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan terseok-seoknya pergerakan rupiah dipicu pernyataan Menteri Sri Mulyani Indrawati bahwa Indonesia dapat dipastikan resesi pada kuartal III 2020.

Hal ini menyebabkan terjadi pro dan kontra atas di kalangan pelaku pasar dan berimbas terhadap aliran modal asing dilaporkan mulai keluar dari pasar valas, obligasi dan Surat Utang Negara (SUN) serta memberikan efek negatif ke pasar keuangan.

“Apalagi secara bersamaan permintaan valas korporasi meningkat jelang akhir Kuartal Ketiga tahun 2020, dimana perusahaan-perusahaan yang listing di bursa kembali untuk membayar utang, deviden dan sebagainya. Jadi jangan heran kalau mata uang garuda di penutupan pasar sore ini mengalami penurunan,” ucapnya dalam keterangan tertulis.

Baca Juga:Kuatkan Konsumsi Cegah Resesi

Di sisi lain, pasar juga masih mencermati rencana amandemen undang-undang Bank Indonesia (BI) masih menjadi berita diberbagai media baik nasional maupun internasional.

Rencana amandemen tersebut menjadi sorotan karena khawatir bank sentral tidak lagi independen dalam memutuskan kebijakan baik suku bunga maupun stimulus.

Walaupun, pemerintah berkali-kali meyakinkan pasar bahwa apa yang dilakukan bertujuan untuk memperluas wewenang BI di tengah pandemi virus corona, hal ini dianggap justru kontradiktif ketika Indonesia dipastikan masuk dalam resesi.

“Sehingga perlu wadah baru berupa amandemen undang-undang Bank Indonesia untuk menanggulanginya,” imbuh Ibrahim.

Sementara itu dari sisi eksternal, penguatan dolar dipicu pernyataan Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell pada Senin (21/9/20) bahwa ekonomi AS membaik, kendati ia memperingatkan bahwa jalan panjang masih harus ditempuh sebelum pemulihan penuh dari Covid-19.

Investor juga menantikan komentar Powell ketika dia bersaksi di depan Sub-komite Pemilihan Anggota Parlemen tentang Covid-19 besok (23/9/20).

Pasar berharap AS akan meloloskan langkah-langkah stimulus terbaru sebelum pemilihan presiden AS memudar ketika pertempuran partisan untuk menggantikan Hakim Agung Ruth Bader Ginsburg mulai terbentuk.

“Meskipun Ketua DPR Nancy Pelosi dan DPR Demokrat merilis RUU pendanaan pemerintah sementara, ia tidak mendapat dukungan dari Gedung Putih atau Senat Republik,” ujar Ibrahim.

Dalam perdagangan sore ini, Ibrahim memprediksi rupiah ditutup melemah 85 poin di level Rp14.785 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level Rp14.700 per dolar AS.

“Dalam perdagangan besok ada kemungkinan rupiah akan kembali melemah antara 30-80 poin di level Rp14.770-14.850 per dolar AS,” tandasnya.(detik.com/cnnindonesia/hm01)

Related Articles

Latest Articles