13.6 C
New York
Saturday, April 27, 2024

Death Cross Berakhir, Rupiah Bisa Jeblok ke Rp 14.200/US$

Jakarta, MISTAR.ID

Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam 0,36% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.110/US$ pada perdagangan Senin kemarin.
Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga dan yield obligasi (Treasury) AS yang terus menanjak membuat rupiah terpukul.

Tren kenaikan yield Treasury AS terus menekan rupiah. Yield Treasury AS tenor 10 tahun sepanjang pekan lalu naik 14,5 basis poin (bp) menjadi 1,345%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari tahun lalu, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi. Sementara kemarin kembali naik 2,4 bp ke 1,3690%, dan pagi ini masih stagnan.

Kenaikan yield Treasury tersebut tentunya membuat obligasi (Surat Berharga Negara/SBN) kurang menarik, sebab selisihnya semakin menyempit, apalagi dengan BI yang kembali memangkas suku bunga tentunya yield SBN akan terus menurun. Sebagai aset negara emerging market, SBN perlu yield yang tinggi untuk menarik investor.

Baca Juga: Kemenparekraf Gelar Pelatihan UMKM Ekonomi Siap Digital Di Niagara Hotel Parapat

Pada perdagangan hari ini, Selasa (23/2/21) pergerakan yield tersebut masih akan menjadi perhatian. Sebab meski indeks dolar AS sedang melemah, rupiah juga ikut keok saat yield Treasury menanjak.

Secara teknikal, tekanan bagi rupiah cukup besar setelah menembus ke atas (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Artinya pola death cross yang terjadi di November 2020 sudah berakhir.

Death cross merupakan perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.

Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh. Selama tertahan di atas MA 50, maka pola death cross akan berakhir.

Baca Juga: BI Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi, IHSG Langsung Anjlok

Sementara itu, indikator stochastic mulai masuk wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic yang baru memasuki wilayah overbought artinya risiko pelemahan rupiah masih cukup besar.

Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.130/US$. Jika level tersebut juga dilewati, rupiah akan melemah lebih jauh, menuju Rp 14.190/US$ sampai 14.200/US$ (MA 100). Bahkan ada risiko lebih lemah lagi jika MA 100 tersebut dilewati.

Sementara itu support berada di kisaran Rp 14.080/US$, rupiah menguat ke 14.030/US$ (MA 50) jika support tersebut ditembus. (cnbc/hm13)

Related Articles

Latest Articles