13.2 C
New York
Thursday, May 2, 2024

Waspadai Kesehatan Mental Anak Akibat Kecanduan Gawai

Jakarta, MISTAR.ID

Penggunaan gadget (gawai) kini tak lagi memandang usia. Selayaknya gawai digunakan sebagai pendukung kerja kini kegunaannya sudah begitu luas termasuk untuk hiburan. Tak heran bila penggunaan gawai bahkan sudah marak di kalangan usia anak termasuk balita.

Kecanduan gadget (gawai) pada anak bisa memengaruhi bahkan menyebabkan gangguan mental jika tak segera diatasi, demikian penjelasan Psikolog Psikolog Prof. Dr. H. Seto Mulyadi, S. Psi., M.Si.

Anak yang kecanduan gawai bisa tiba-tiba marah ketika sinyal susah, kuota habis, karena merasa seolah tidak terpenuhi kenikmatan dan kenyamannya.

Baca juga:Viral! Bocah di Medan Gagalkan Aksi 3 Pria yang Rampas Handphonenya

“Bahkan, ada yang sampai dirawat di rumah sakit jiwa,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto.

“Jadi, dari berbagai hal inilah sesuatu yang dinikmati dan sudah merasa nyaman dengan keadaan itu, tiba-tiba hilang secara mendadak, memang bisa menimbulkan anak-anak stres. Dia tidak bisa belajar sosial, tidak bisa melihat bagaimana pergaulan,” jelas Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu.

Seto menjelaskan ada beberapa kondisi yang harus diwaspadai oleh orangtua saat anak kecanduan gawai. Apabila anak sudah sulit untuk diatur, mengganggu pola makan, ibadah dan waktu belajar, hal tersebut perlu diwaspadai. Apalagi jika mood sang anak sulit untuk dikendalikan jika dijauhkan dari gawai.

“Kalau anak sudah mulai nggak teratur. Kalau makan, nggak makan. Kalau ibadah, tidak. Waktunya belajar juga tidak. Terus main gadget. Kadang mengurung diri di kamar. Atau uring-uringan. Marah-marah, nah itu sudah harus waspada. Ada sesuatu yang tidak beres pada jiwa anak,” kata Kak Seto.

Kak Seto menyarankan jika anak sudah mengalami hal tersebut, agar orangtua dapat meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak. Dengan demikian, hubungan persahabatan antara orangtua dan anak pun dapat terjalin sehingga anak tak hanya terfokus pada gawainya saja.

Baca juga:Waspadai dan Kenali 3 Gejala Alergi Susu Sapi Pada Anak

“Jadi biasakan menggelar rapat keluarga. Atau ngobras, ngobrol bareng asik misalnya. Jangan sekedar memberikan perintah saja. Tapi mulai dengan sekarang ayah dan bunda mau dengar apa yang menurut kalian kami salah? Gitu,” kata Kak Seto.

Dengan dialog, menurut Kak Seto, maka terjalin persahabatan. Akhirnya, anak lebih nyaman bahwa ayah sama bunda sekarang sudah berubah. Tidak seperti dulu. “Karena itu juga tempat pelarian anak. Begitu ibunya marah, ayahnya cuek, ya sudah. Asyik banget dia dengan gadget,” pungkasnya. (antara/hm06)

Related Articles

Latest Articles