6.6 C
New York
Friday, March 29, 2024

Lonceng Cakra Donya, Harmonisasi Kesultanan Pasai dengan Dinasti Ming

Banda Aceh, MISTAR.ID

Terletak di sebelah kanan pintu masuk Museum Aceh Jalan Sultan Mahmudsyah Nomor10 Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.

Lonceng berbentuk stupa yang tampak menggantung di bangunan kayu berukuran sekitar 2 kali 2 meter itu menarik perhatian sejumlah pengunjung museum yang didominasi pelajar, Jumat (5/8/22).

Seorang pelajar bertanya kepada seorang ibu yang berada di antara rombongan mereka. “Ini lonceng apa bu,” tanya pelajar itu diikuti sorotan mata pelajar lainnya yang mengarah kepada si ibu.

Baca Juga:Bupati Taput Silaturahmi dengan Warga Tapanuli dan Tionghoa di Banda Aceh

Khawatir salah memberikan penjelasan, si ibu mengarahkan para pelajar itu ke sebuah prasasti berukuran sekitar 30 kali 50 centimeter yang berjarak hanya sekitar 3 atau 4 meter dari bangunan tempat lonceng tersebut.

Batu berukir berwarna dasar hitam yang bertulisan catatan informasi dalam dua bahasa yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan huruf warna keemasan, menyebutkan bahwa lonceng itu adalah Lonceng Cakra Donya.

Di sana ada tertulis “Penanda Harmonisasi Kesultanan Pasai dengan Dinasti Ming Abad ke-15, Laksamana Cheng Ho Menyerahkan Cakra Donya kepada Sultan Pasai Pada Salah Satu Ekspedisinya Ke Aceh

Abad Ke 16, Pasai Berada Dalam Kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam, Cakra Donya Dibawa Ke Pusat Kesultanan Oleh Sultan Ali Mughayatsyah

Abad Ke 17, Sultan Iskandar Muda Meletakkan Cakra Donya Dalam Kapal Perang Aceh. Nama Cakra Donya Di Ambil Dari Nama Kapal Tersebut

Abad Ke 19, Cakra Donya Di Gantung Dibawah Pohon Di Depan Kanr Regional Belanda Kuta Raja, Kemudian Menjadi Koleksi Museum Aceh Sejak Desember 1915” demikian dalam Bahasa Indonesia.

Baca Juga:Banda Aceh Terapkan Lockdown Parsial

Sementara itu, dilansir dari wikipedia, lonceng bertahun pembuatan 1409 itu pada awalnya dipakai dalam setiap peneyerbuan oleh kapal perang yang bernama ‘Cakra Donya’ (1607-1636). Fungsinya sebagai alat pemanggil jika ada hal-hal bebrahaya yang terjadi di laut.

Selain itu, Lonceng Cakra Donya digunakan pula sebagai pemberi aba-aba dalam perang. Setelah kapal Cakra Donya dirampas oleh Portugis, Lonceng Cakra Donya dibawa namun kemudian dikembalikan ke Kesultanan Aceh. Lonceng di simpan dalam kompleks Istana Darud Dunia di sudut kanan Mesjid Raya Baiturrahman.

Fungsi lonceng berubah menjadi alat azan dan penanda waktu berbuka puasa. Setelah tidak digunakan di kapal, lonceng Cakra Donya sempat digantung di depan Masjid Raya Baiturrahman yang saat itu masuk dalam area Istana Sultan Aceh. Lonceng ini juga digunakan sebagai penanda berkumpul untuk mendengarkan maklumat Sultan. Lonceng Cakra Donya di pindahkan ke Museum Aceh pada tahun 1915. (ferry/hm12)

Related Articles

Latest Articles