7.8 C
New York
Friday, April 19, 2024

Berdikari dengan Kopi

MISTAR.ID-Sekitar 13 abad silam, di daratan Etiopia, hiduplah seorang penggembala kambing bernama Kaldi. Pada suatu hari, ia melihat kawanan ternaknya bertingkah aneh.

Mereka seolah-olah sedang menari! Tidak ada yang bisa memastikan kebenaran cerita tersebut. Tetapi, kisah itulah yang sering disebut-sebut sebagai awal mula orang mengenal kopi.

Belakangan, Kaldi mengetahui bahwa kambing-kambing itu memakan sejenis kacang merah. Ia lalu menyimpulkan bahwa kacang itulah penyebab kawanan ternaknya bertingkah aneh.

Kaldi kemudian mengabarkan temuannya kepada seorang biksu yang membutuhkan sesuatu untuk tetap terjaga sepanjang malam ketika berdoa. Namun, dalam cerita yang lain, biksu tersebut menolak dan melemparkan kacang tersebut ke dalam api dan memunculkan aroma yang menyenangkan.

Baca Juga:Minum Kopi Bisa Turunkan Risiko Kena Covid-19

Tidak ada yang bisa memastikan kebenaran cerita tersebut. Tetapi, kisah itulah yang sering disebut-sebut sebagai awal mula orang mengenal kopi.

Lantaran rasa dan aromanya yang khas, kepopuleran kopi segera menyebar dari utara ke Yaman pada abad ke-15. Di sana, biji kopi dikenal dengan nama “Mocha”.

Tak berselang lama, kenikmatan rasa dan aroma kopi mereka sampai ke Mesir, Persia, dan Turki sebagai “Wine of Araby”. Kedai kopi pun mulai dibuka dengan nama “Schools of the Wise”. Tanah Arab juga akhirnya menjadi populer karena kopinya. Pada 1560, kopi merambah Eropa dan segera menjadi populer.

Sekitar satu abad berselang, Belanda memperkenalkan kopi ke Nusantara. Pada 1696, Belanda membawa benih kopi Arabika untuk ditanam di Pulau Jawa. Sayangnya, benih itu gagal tumbuh karena rusak akibat gempa bumi dan banjir.

Baca Juga:Manfaat Mengonsumsi Kopi Bagi Tubuh

Barulah 15 tahun kemudian, upaya pemerintah Belanda membuahkan hasil. Kopi Indonesia mulai dilirik dunia. Ketika itu, Bupati Cianjur Aria Wira Tanu mengirimkan sekitar empat kuintal kopi ke Amsterdam. Ekspor kopi tersebut berhasil memecahkan rekor harga saat lelang di sana.

Puncaknya, pada 1726, kopi asal Jawa sebanyak 2.145 ton membanjiri Eropa. Kopi Mocha asal Yaman yang kala itu mendominasi pasar akhirnya tersingkir. Momen tersebut menandai puncak keemasan kopi asal Jawa di Eropa, yang sejak itu populer dengan sebutan Java Coffee.

Dianggap sebagai komoditas yang menguntungkan, Belanda kemudian memperluas daerah penanaman kopi di Indonesia. Tak hanya itu, mereka juga mengembangkan benih kopi Robusta untuk menyiasati serangan jamur Hemileia vastatrix atau hama karat daun pada 1880. Robusta yang merupakan jenis kopi asal Kongo dipilih karena dianggap lebih kuat dan tahan hama.

Baca Juga:Nongkrong Di Cafe, Antara Gaul dan Wifi

Dalam perkembangannya, kopi Robusta dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Produksinya yang terus meningkat akhirnya menggeser kepopuleran kopi Arabika.

Hingga saat ini, Nusantara menjadi salah satu produsen kopi Robusta terbesar di dunia. Harganya yang lebih terjangkau turut mengubah gaya hidup masyarakat dalam menikmati kopi.

Dalam beberapa tahun terakhir, di seluruh dunia, termasuk Indonesia, kopi kian digemari dan menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat urban. Kedai kopi bermunculan di mana-mana. Di banyak tempat, bahkan posisinya bersebelahan atau berseberangan.

Menyesap kopi sebelum menjalani hari—atau menuntaskan sisa hari saat senja—seakan menjadi ritual wajib. Minuman kaya kafein ini mampu melecut stamina bagi siapa pun yang menyesapnya.

Namun kini, pemanfaatan kopi tidak sekadar untuk memenuhi gaya hidup semata, tapi juga pelestarian alam dan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.(nationalgeographic/hm01)

Related Articles

Latest Articles