9.2 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Menyiasati Keberadaan KJA Danau Toba, Membangun Zona Wisata Keramba Tanpa Limbah, Mungkinkah?

Simalungun, MISTAR.ID – Keberadaan lokasi keramba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba mendapat sorotan keras dari Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, yang menginginkan agar keramba dibersihkan dari perairan Danau Toba.

Bukan tidak beralasan Menko Maritim mengambil sikap tegas itu. Sikap tegas Luhut itu dikuatkan hasil penelitian, bahwa kualitas perairan Danau Toba saat ini sudah sangat parah, sebagaimana laporan hasil audit Bank Dunia.

Kata Luhut, kadar oksigen di perairan Danau Toba hanya mencapai 50 persen dari permukaan air. Hal itu tentu mengancam keberlangsungan oksigen di perairan danau tawar itu.

“Ternyata Danau Toba itu kerusakannya sangat parah, jadi hanya 50 meter yang airnya punya oksigen, di bawahnya tidak oksigen,” papar Luhut Panjaitan mengutip detikfinance edisi Senin, 19 Nopember 2018 lalu.

Salah satu faktor yang merusak kualitas air, lanjut Luhut, adalah akibat keberadaan KJA yang ada di Danau Toba. Inilah alasan Luhut agar KJA yang ada di Danau Toba sudah harus dibersihkan.

Permasalahan pencemaran perairan Danau Toba, tidak luput dari perhatian Menteri Kelautan dan Perikanan ketika masih dijabat Susi Pudjiastuti.

Perhatian Susi ini bukan hanya dari pernyataan lisan dan dari jarak pandang jauh. Untuk hal ini, Susi Pudjiastuti turun langsung dan berada di kawasan Danau Toba.

Kehadirannya di Tanah Batak itu dirangkai acara pembukaan Pesona Danau Toba yang ke-empat, di Toba Samosir (Tobasa).

Pada kesempatan itu, Susi bersama pemerintah daerah yang berada di seputaran Danau Toba terlibat membahas keberlanjutan pembangunan Danau Toba menuju destinasi wisata andalan.

Persoalan KJA, masuk dalam salah satu bahasannya. Tapi dalam kajiannya, Susi memberi masukan, bahwa ada hal-hal yang harus mendapat dukungan masyarakat, seperti pengaturan keramba jaring apung. Kalau keramba ini tak diatur, katanya, akan merusak lingkungan Danau Toba.

Limbah pakan ikan di KJA, kata dia akan berbahaya kalau dibuang ke perairan Danau Toba.

Permasalahan limbah kerambah ini, lebih diingatkan Susi kepada pengusaha keramba kakap, seperti PT Aqua Farm dan PT Suritani Pemuka.

Dianjurkannya, dua perusahaan tersebut harus mau mengurangi dengan jumlah sama, bahkan dia bilang lagi, kalau bisa kurangi semua lebih bagus.

Kajian dan analisa Susi, untuk membangun ekonomi bidang perikanan berkelanjutan bukan dengan cara merusak lingkungan.

Pembangunan Danau Toba katanya, juga bukan cuma wisata dan perikanan, tapi lebih pada peningkatan sumber daya manusianya.

Pada kunjungannya itu, Susi Pudjiastuti menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan pemerintah daerah tentang peningkatan sumber daya manusia dan teknologi mengenai perikanan, termasuk pembangunan balai benih ikan di Danau Toba.

Artinya, antara Luhut dan Susi walau sedikit berbeda pandangan dalam pola penanganan KJA, tapi ada hal penting harus kita simak, yang muaranya bertujuan menjaga kelestarian perairan dan lingkungan Danau Toba.

Dimana Luhut meminta agar perairan Danau Toba bersih dari KJA, karena KJA katanya menjadi salah satu penyebab rusaknya kualitas air, sedangkan susi juga sependapat soal rusaknya kualitas air itu, tapi mengatasinya lebih menekankan pada penataan keberadaan KJA, serta perlu solusi penanggulangan masalah yang ditimbulkan KJA, yaitu limbah.

Butuh Solusi Penanganan KJA

Sebenarnya, keberadaan nelayan di perairan Danau Toba merupakan salah satu program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan kita. Ini dapat kita ketahui dari besarnya kucuran dana yang dipersiapkan untuk membantu nelayan di perairan air tawar itu.

Sebagaimana kita ketahui, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam satu hajatan Expo dan Gerai pendanaan serta asuransi nelayan di Toba Samosir, pihak kementerian ini menggandeng sejumlah BUMN.

Ketika itu, Zulficar Mochtar, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, mengemukakan, kegiatan yang mereka gelar itu bertutjuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Dari catatan dan data, penyaluran KUR perikanan di Toba Samosir pada tahun 2019 ini mencapai Rp7,147 miliar, dengan jumlah debitur nelayan 154 orang, terdiri dari empat BNI Rp1,025 miliar, dan BRI 150 debitur, total penyaluran Rp6,122 miliar.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, juga memfasilitasi BUMN dalam penyaluran bantuan CSR alat tangkap ikan kepada kelompok-kelompok nelayan di Danau Toba, yang tersebar di tujuh kabupaten dan kota sebesar Rp185 juta.

Keberadaan nelayan di perairan seputaran Danau Toba ternyata punya potrensi sangat besar menunjang pertumbuhan perekonomian kita dari sektor perikanan.

Kalau kita mau berkata jujur, keberadaan KJA itu juga adalah salah satu potensi besar perekominan yang harusnya kita jaga dan bina, untuk dijadikan sektor andalan kita.

Permasalahan limbah memang, adalah permasalahan yang tidak bisa ditawar-tawar, karena kalau dibiarkan maka resikonya terlalu besar mempercepat kerusakan lingkungan hidup, khususnya merusak kualitas perairan Danau Toba.

Yang harusnya menjadi kajian sekaligus solusinya, adalah bagaimana dan apa yang harus kita lakukan (baik masyarakat, para ahli dan pemerintah) untuk mensiasati agar KJA tetap bertahan di perairan Danau Toba tanpa harus menimbulkan limbah di perairan air tawar termasuk terbesar dunia itu.

Karena sebenarnya, pemilik keramba atau KJA di perairan Danau Toba bukan hanya pengusaha bermodal besar, tapi para nelayan kita juga memiliki keramba-keramba kecil, bahkan jumlahnya sangat banyak menyebar di setiap sudut perairan, hingga ke perairan Tigaras.

Ibaratnya petani padi, nelayan adalah petani yang memiliki lahan (KJA) kelas gurem, dimana nelayan itu dalam mempertahankan hidupnya hanya tau bersandar dari hasil kerambanya.

Belajar dari Sukses Wisata Keramba

Tak salah kita sedikit melirik kemudian belajar dari bagaimana satu-satu daerah bisa sukses menata dan mengelola keberadaan KJA di daerahnya masing-masing.

Kampung Kerapu Situbondo misalnya, di sana kita dapat melihat betapa kampung kerapu yang dipeuni keramba-keramba itu bisa menjadi tujuan objek wisata perikanan, bahkan kini jadi tujuan wisata kuliner yang handal.

Kawasan wisata keramba itu, adalah kawasan yang dijadikan zonasi, dan di sana keramba-keramba diterima sebagai asset daerah, karena dari sektor wisata keramba yang lebih pada sajian kuliner barbagai jenis ikan, justru berhasil mendongkrak pertumbuhan perekonomian daerah itu, mereka sukses dengan konsep dermaga apung melingkar yang mereka bangun.

Untuk menunjang percepatan pertumbuhan wisata keramba itu, pihak pemerintah dan para nelayan menghadirkan berbagai fasilitas pendukung, salah satunya perahu wisata yang siap melayani kedatangan wisatawan lokal, regional bahkan mancanegara.

Seputaran lokasi wisata keramba Situbondo itu juga tersedia fasilitas lainnya, seperti fasilitas atau jalur untuk pejalan kaki, yang dibangun ke berbagai objek wisata yang ada di daerah itu.

Falitas lainnya, kemurahan dan kemudahan antar jemput wisatawan naik perahu, dari dan ke arah tujuan wisata yang ada di seputaran kawasan itu. Seperti kita misalnya di Danau Toba, yang sangat kaya akan berbagai objek wisata, akan lebih dimungkinkan pertumbuhan sektor wisata keramba kita menjadi jauh lebih baik dari Situbondo.

Dermaga Apung Aquatec Nusa Penida, Bali

Selain Situbondo, ada lagi dermaga apung di Bali. Dimana Bali yang kita kenal sebagai salah satu destinasi wisata paling populer kelas 1 di dunia, ternyata juga punya tujuan wisata dermaga apung.

Bali dikenal memiliki keindahan alam yang natural, tradisional serta budaya khas Bali, dan Bali juga dikelilingi pulau-pulau dan pantai-pantai.

Salah satu pulau yang indah di sebelah tenggara Bali, adalah kabupaten Klungkung. Di sana terdapat pulau dengan keindahan alamnya yang luar biasa, seperti Pulau Nusa Penida.

Pulau ini dipisahkan Selat Badung, di dekat pulau ini ada pulau-pulau kecil, yaitu Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan.

Mengutip rilis Aquatec, meskipun Pulau Nusa Penida kecil, tetapi memiliki alam laut dan budaya yang unik. Nusa Penida memiliki destinasi wisata yang indah yang terbagi menjadi beberapa area, yaitu area barat, selatan dan timur seperti Broken Beach (Pasih Uug), Angel’s Billabong (Umah Tran), Tembeling Water Springs (mata air Tembeling), Banah Beach, Bukit Teletubbies, Atuh Beach dan masih banyak destinasi wisata lain yang dapat dikunjungi.

Nusa Penida sebuah pulau yang terpisah dengan daratan Bali menjadi kawasan pariwisata yang kini belum tertata secara baik,” kata Ngakan Made Putu Kirim dari Bappeda Provinsi Bali, di Nusa Penida.

Wayan Katon, Perbekel Batukandik Nusa Penida menambahkan, pembangunan harus ada kejelasan zona-zona yang ditetapkan. Pengembangan pariwisata yang berwawasan kemasyarakatan agar semua aspek masyarakat menikmatinya.

Sementara budaya masyarakat perlu diberikan ruang untuk bisa dipertontonkan kepada wisatawan. Seorang tokoh masyarakat setempat, I Wayan Karnata mengharapkan agar penetapan Nusa Penida sebagai kawasan pariwisata strategis benar-benar berpihak kepada masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Klungkung pun mendorong terbangunnya infrastruktur di pulau itu untuk menarik calon investor. Pemkab Klungkung bersama Pemerintah Provinsi Bali menjanjikan hingga 2018, infrastruktur di pulau itu lebih baik.

Membangun infrastruktur di Nusa Penida diawali dengan sarana dan prasarana wisata yang memudahkan akses bagi wisatawan lokal maupun asing ketika berkunjung ke Pulau Nusa Penida, salah satunya dengan adanya dermaga apung.

Dermaga apung sangat besar manfaatnya untuk menunjang pariwisata karena jika tidak ada dermaga apung, untuk naik ke kapal tidak akan melewati dermaga apung tetapi langsung naik ke kapal dengan melewati bibir pantai, dimana saat naik ke atas kapal maupun turun dari kapal akan terkena air laut bahkan bisa mencapai sepinggang jika kondisi air laut sedang tinggi.

Hal ini menyulitkan untuk wisatawan, kenyamanan pun terganggu, bahkan keamanan tidak terjamin karena dapat merusak barang bawaan terutama barang elektronik jika tidak berhati-hati dapat terkena air laut. Selain itu juga menyulitkan kapal ketika akan bersandar di pantai.

Dalam mewujudkan penataan sarana dan prasarana pariwisata maka pemerintah bekerjasama dengan PT. Gani Arta Dwitunggal yang berlokasi di padalarang, kabupaten Bandung Barat. PT. Gani Arta Dwitunggal merupakan prosusen tunggal dalam negeri yang memproduksi sarana prasarana kelautan dan perikanan berteknologi tinggi dan modern dengan merk Aquatec.

Pemerintah Bali dan Aquatec bekerjasama membangun dermaga apung di Nusa Penida sebagai sarana untuk memudahkan akses dan dapat menjadi daya tarik wisatawan baik lokal maupun asing.

Dermaga Apung Aquatec di Pulau Nusa Penida berbeda dengan dermaga apung pada umumnya, dermaga apung Aquatec memiliki alat apung silindris (pipa) berbeda dengan alat apung kubus yang biasa digunakan pada dermaga apung pada umumnya.

Aquatec memilih menggunakan alat apung silindris (pipa) karena alat apung silindris mempunyai daya apung yang tinggi dengan beban maksimum yang direkomendasikan 150 kg/m2.

Dermaga apung Aquatec lebih fleksibel karena struktur alat apung silindris jauh lebih kuat dari alat apung kubus sehingga selalu mengikuti tinggi pasang surut air laut, memberikan tinggi dermaga dari permukaan air laut yang selalu sama, alat apung silindris ini disusun berjajar dan memiliki sambungan flange.

Alat apung silindris jauh lebih tebal (14mm) dari alat apung kubus sehingga tahan lama dan memberikan umur pakai yang jauh lebih panjang dapat mencapai di atas 30 tahun.

Dan kenyataannya, dermaga apung Aquatec di Nusa Penida Bali telah meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung, semula hanya 80 orang per hari menjadi 600 orang perhari, angka yang sangat fantastis. Pulau itu termasuk penghasil ikan yang menunjang percepatan perbumbuhan perekonomian Bali.

Zona KJA Danau Toba

Nah, kita di perairan Danau Toba, juga ada investor besar bidang perikanan, sekelas PT Aqiafarm dan Japva. Lantas, kenapa kita tidak bisa meniru apa yang dilakukan di Penida, Bali?

Beberapa waktu lalu (2016), Pemerintah Provinsi Sumatra Utara sudah pernah mencetuskan, untuk menata dan menetapkan zona terhadap KJA di Danau Toba.

Ketika itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut, Zonny Waldi mencatat, jumlah KJA di Danau Toba sudah mencapai 12.000 unit.

Jumlah tersebut tidak kita sangkal, terbilang cukup banyak, bahkan sangat tidak tertata sehingga menimbulkan kesan kurang baik terhadap industri pariwisata dan mencemarkan air.

Gagasan tahun 2016 itu, Zonny Waldi merencanakan agar zona KJA Danau Toba dipusatkan di Balige, terutama kabupaten yang dialiri Sungai Asahan. Dalam penataan, pembuangan KJA diarahkan ke Sungai Asahan untuk mengurangi tingkat pencemaran air di Danau Toba.

Ketika itu, Zonny juga menilai, keberadaannya sudah melewati ambang batas kewajaran terhadap Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP).

Hitung-hitungnya, satu unit keramba milik masyarakat, kata Zonny, berisi sekitar 10.000 ekor ikan, sedangkan KJA perusahaan setiap unit bisa mencapai 100.000 ekor ikan.

Persoalan yang sekarang jadi beban kita, adalah bagaimana mengatasi limbah yang datangnya dari KJA itu? Untuk menjawab ini, hanya dimungkinkan dengan duduk bersama, antara para ahli lingkungan, pemerintah, aparat hukum, terutama dengan mayarakat dan nelayan pemilik usaha KJA.

Karena bagaimanapun juga, tujuan dari pembangunan adalah mensejahterakan rakyat. Artinya, memburu tikus tidak harus lumbung dibakar. Dan semoga dari harapan itu, akan ditemukan solusi berupa ‘pakan ikan yang ramah lingkungan’.

Sehingga keberadaan KJA dapat dipertahankan, dengan ketentuan KJA itu harus ditempatkan dalam satu zona keramba, hingga akhrinya akan menjadi tujuan wisata keramba. Semoga.(hm02)

Penulis/Editor : Herman Maris

Related Articles

Latest Articles