8.3 C
New York
Friday, April 19, 2024

Danau Toba Diramaikan Festival Mardoton, Oppu Disnan Sigiro: Ada Prosesi Agar Solu Membawa Keberuntungan

Samosir, MISTAR.ID

Festival mardoton sudah dimulai sejak Sabtu (13/3/21) di perairan Danau Toba. Kegiatan itu digagas para pemuda pemudi sekitar. Selain untuk melestarikan budaya, festival yang digelar di Desa Tuktuk Siadong, Kabupaten Samosir ini bertujuan untuk mempromosikan kawasan wisata Danau Toba.

Pesona alam Danau Toba sangat luar biasa indahnya, dikenal juga sebagai danau air tawar terbesar kedua dunia setelah danau Victoria di Afrika.

Mardoton adalah salah satu cara menangkap ikan, diwariskan para leluhur atau pendahulu suku Batak di perairan Danau Toba, dan cara menangkap ikan seperti ini sangat ramah terhadap lingkungan. Selain itu, dengan cara mardoton, maka segala jenis ikan yang ada di perairan Danau Toba akan selamat dari kepunahan.

Festival mardoton ini sangat menarik untuk dikembangkan dalam menambah khasanah budaya dan wisata Danau Toba.

Baca Juga: Komunitas Pemuda Kreatif Toba Gelar Festival Mardoton Bagi Nelayan Tradisional Danau Toba

Tak heran, Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah pun sangat tertarik dan mengapresiasi festival mardoton. Tujuan festival diadakan, untuk mempromosikan keindahan kawasan wisata Danau Toba serta kebudayaan setempat.

Pada pembukaan festival itu, Musa Rajekshah hadir bersama Wakil Ketua I  TP PKK Sumut Sri Ayu Mihari. Kehadiran Musa dan Sri Ayu Mihari beserta rombongan ddisambut tari-tarian dan diulosi oleh panitia Festival Mardoton.

“Kita sangat mengapresiasi kegiatan seperti ini, artinya ada kegiatan yang mengundang orang dari luar Pulau Samosir untuk menyaksikan festival kebudayaan, terkhusus dari Pulau Samosir,” ujar Wagub, usai menyaksikan berbagai pertunjukan Festival Mardoton.

Baca Juga: Zonni Waldy Berjanji Tetap Lakukan Restoking Benih Ikan di Perairan Danau Toba

Festival seperti ini, menurut Wagub, merupakan magnet bagi para pengunjung untuk datang ke Samosir. Apalagi festival kebudayaan ini sudah dari dahulu ada dan sekarang kembali dikembangkan, yaitu tradisi bagaimana cara menangkap ikan secara tradisional.

Wagub juga menyampaikan tentang pentingnya sejarah kebudayaan yang harus terus digaungkan. Sehingga menjadi edukasi bagi anak-anak dan generasi muda saat ini.

“Ke depan dengan festival ini, anak-anak kita punya edukasi dan pemahaman tentang tradisi dan budaya masyarakat zaman dahulu. Sehingga tidak hilang dengan berjalannya waktu. Kita harapkan seluruh daerah di Sumatera Utara juga mengembangkan potensi kebudayaannya masing-masing, sehingga menambah daya tarik bagi wisatawan yang berasal dari luar Sumut,” harap Wagub.

Baca Juga: Eksplore Budaya Batak Dan Danau Toba Di Film Mauli Bulung

Febry Tua Siallagan dari Komunitas Anak Tao, menyampaikan, festival ini fokus pada edukasi melalui beberapa rangkaian kegiatan. Antara lain, Focus Group Discussion (FGD), pembentukan Komunitas Pardoton, perlombaan Manopong Doton, edukasi ekosistem Danau Toba dan pameran kuliner.

“Selain itu ada juga penaburan 20.000 benih ikan mujair dan 200 benih ikan endemik Danau Toba, lomba menghias solu (perahu), pameran kuliner ikan Danau Toba dan pemutaran film semi dokumenter “Ahu Pardoton” serta penanaman 100 bibit pohon,” jelasnya.

Dijelaskan juga, Festival Mardoton kali ini, tepatnya jatuh pada Bulan Sipaha Sada (bulan pertama)  pada Penanggalan Kalender Batak. Festival ini digelar di sepanjang bibir Pantai Tuktuk dan sekitarnya.

Prosesi Mendapat Keberuntungan

Pada kesempatan itu, Oppu Disnan Sigiro yang merupakan sesepuh di Desa Tuktuk Siadong, juga menuturkan tentang Mardoton. Menurutnya, Mardoton merupakan cara menangkap ikan yang dilakukan sejak puluhan tahun lalu oleh para leluhur di kawasan Danau Toba.

Pada mulanya, Mardoton menggunakan bubu, kemudian berkembang dan masyarakat mulai akrab menggunakan doton (jaring), yang berbahan kain yang dirajut menjadi mata jaring berbagai ukuran.

Festival ini juga dilakukan serangkaian kegiatan menurunkan perahu ke Danau Toba, sebelum dipakai menangkap ikan atau Mandaram.

“Ada prosesi tertentu agar solu (sampan nelayan) membawa keberuntungan pada pengguna. Membuat sesajian dari tepung beras untuk media doa kepada Tuhan Sang Pencipta melalui Namboru Saneang Naga Laut. Saneang Naga Laut, menurut orang Batak sebagai Dewi Air yang diwakilkan perwakilan Tuhan sebagai pemberi berkat yang berkuasa di Air,” ujar Oppu Disnan Sigiro di hadapan Wagub dan robongan.

Turut hadir Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir Dumosch Pandiangan, para tokoh masyarakat dan pemuka agama Desa Tuktuk Siadong.(karmel/hm02)

 

 

Related Articles

Latest Articles