12.6 C
New York
Friday, April 26, 2024

Benahi Destinasi Wisata dengan Program CHS

Jakarta, MISTAR.ID

Untuk membangkitkan kembali destinasi wisata yang terpuruk akibat penyebaran Covid-19 bukan hal mudah, namun pemerintah terus berupaya mengembangkan destinasi wisata prioritas.

Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo R.M Manuhutu, mengatakan hal itu.

Lanjut Odo, program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan kementerian lainnya adalah Clean, Hygiene, dan Safety (CHS).

Baca Juga: Koridor Pariwisata Indonesia Akan Dibuka Dengan Empat Negara

Menurutnya, pengembangan destinasi wisata sesuai program CHS tersebut adalah agar wisatawan tidak berkunjung hanya satu kali saja ke suatu destinasi wisata.

Hal ini merupakan strategi menarik wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia saat perbatasan sudah dibuka kembali.

Odo mengatakan pengembangan destinasi wisata harus terencana dan terstruktur.

Seperti pengembangan lima destinasi super prioritas yaitu Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Likupang, dan Mandalika melalui proram Integrated Tourism Masterplan. Ia menuturkan bahwa pembangunan terstruktur akan memberi dampak positif, tidak hanya ke ekonomi, tetapi masyarakat dan pelestarian lingkungan.

Baca Juga: Selama Pandemi Hanya 17 Kunjungan Pariwisata di Sumut

“Ini pariwisata berkualitas. Ini semua tentang ekonomi inklusif, pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan hidup, dan masyarakat dilibatkan,” katanya dalam konferensi pers virtual, Jumat (12/6/20).

Jika berbicara daya saing pariwisata Indonesia, Odo menuturkan bahwa salah satu kekurangan pariwisata Indonesia adalah dari aspek kebersihan lingkungan.

“Dilihat dari Travel & Tourism Competitiveness Index, salah satu kekurangan Indonesia adalah aspek kebersihan lingkungan. Destinasi kurang dikembangkan dengan baik,” tutur Odo.

World Economic Forum (WEF) mempublikasikan Travel & Tourism Competitiveness Report (TTCR) atau laporan daya saing pariwisata dunia setiap dua tahun sekali.

Dalam laporan tersebut, terdapat ukuran dan perbandingan daya saing pariwisata dari berbagai negara di dunia.

“Dari Instagram terlihat cantik dan bagus, tapi setelah kunjungan tempatnya jorok, tidak ada kualitas yang bersih,” ujar Odo.

Daya saing pariwisata dunia Penilaian Travel & Tourism Competitiveness Report (TTCR) terbagi dalam empat subindeks yang terdiri dari 14 pilar serta 90 indikator yang tersebar dalam 14 pilar tersebut.

Pada tahun 2019, secara keseluruhan daya saing pariwisata dunia, peringkat Indonesia berada di posisi ke-40 dari 140 negara. Indonesia meraih skor 4,3 dari total penilaian pilar-pilar seperti lingkungan bisnis, keamanan, kesehatan dan kebersihan, sumber daya manusia dan lapangan kerja, keberlanjutan lingkungan dan lainnya.

Adapun skala penilaian yaitu 1 untuk terburuk sedangkan angka 7 untuk terbaik. Pilar kesehatan dan higienitas dari pariwisata Indonesia mengalami peningkatan skor dibanding laporan sebelumnya (TTCR 2017). Namun skor untuk pilar ini hanya di angka 4,5.(kompas/hm02)

 

 

Related Articles

Latest Articles