8.3 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Peningkatan Kualitas Kementerian ATR/BPN

Oleh: Dr Henry Sinaga, SH, SpN, MKn

Pada 25 Oktober 2018 yang lalu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan, mengeluarkan Pengumuman Nomor 15/Peng-400.18/X/2018, tentang Penyelenggaraan Peningkatan Kualitas PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) Gelombang VII Tahun 2018.

Dalam Pengumuman itu disebutkan bahwa peserta kegiatan Peningkatan Kualitas PPAT adalah:

a. Calon PPAT yang telah lulus ujian PPAT dan akan mengajukan permohonan pengangkatan sebagai PPAT; dan

b. PPAT yang telah melaksanakan tugas jabatan lebih dari 10 (sepuluh) tahun, atau PPAT yang akan memasuki usia pensiun dan akan mengajukan perpanjangan masa jabatan PPAT atau PPAT yang akan mengajukan permohonan pindah daerah kerja, atau PPAT yang diusulkan menjadi anggota MPPW (Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah) atau MPPD (Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah) oleh Pengurus Wilayah/Pengurus Daerah IPPAT (Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah).

Sementara itu salah satu persyaratan untuk menjadi peserta menurut Pengumuman itu, adalah kewajiban untuk membayar biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp2.900.000,-(dua juta sembilan ratus ribu rupiah) dan target peserta sebanyak 2.000 (dua ribu) orang PPAT.

Menurut pengumuman tersebut, penyelenggaraan kegiatan peningkatan kualitas PPAT ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan di bidang pertanahan dan untuk mewujudkan PPAT yang berkualitas dan profesional.

Dalam aspek peningkatan kualitas PPAT, kegiatan ini cukup baik dan patut didukung, namun demikian patut diragukan apakah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN ) sudah cukup berkualitas untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kualitas bagi PPAT?

Keraguan di atas timbul karena ditemukannya sejumlah peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN yang menimbulkan kesan, sepertinya Kementerian ATR/BPN tidak cukup berkualitas untuk menyelenggarakan kegiatan yang bermaksud untuk meningkatan kualitas PPAT.

Sejumlah peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN tersebut, antara lain yaitu:

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PMATR/Ka.BPN 6/2018), yang melakukan pelanggaran terhadap 2 (dua) peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sekaligus, yaitu:

Ketentuan tentang pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah, Dan Retribusi Daerah (UU 28/2009).

Dan ketentuan tentang Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Atau Bangunan (P2PHTB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2016, tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya (PP 34/2016).

PMATR/Ka.BPN 6/2018 ini telah menimbulkan kerugian pada penerimaan negara dalam sektor perpajakan, karena Kementerian ATR/BPN mengizinkan penerbitan sertipikat hak atas tanah meskipun pajak BPHTB dan pajak P2PHTB atas tanah yang bersangkutan masih tertunggak (belum dibayar).

Penerbitan PMATR/Ka.BPN 6/2018 ini menimbulkan keraguan terhadap kualitas Kementerian ATR/BPN dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas PPAT.

Selanjutnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018, Tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT (PMATR/Ka.BPN 2/2018), yang tidak memberikan perlindungan terhadap PPAT selaku Pejabat Penyimpan Rahasia.

Alasannya, PMATR/Ka.BPN 2/2018 ini tidak mengatur tatacara atau prosedur pemanggilan PPAT untuk hadir (membuka rahasia) dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta, atau protokol PPAT yang berada dalam penyimpanan PPAT dan dalam mengambil fotokopi atau asli akta PPAT dan atau surat-surat yang dilekatkan pada akta atau protokol PPAT dalam penyimpanan PPAT untuk kepentingan proses penyidikan, penuntutan dan peradilan.

Padahal PPAT terancam dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan dan pemberhentian dengan tidak hormat (pemecatan) jika melanggar sumpah jabatannya (membuka rahasia) sebagaimana diatur dalam Pasal 322 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan PMATR/Ka.BPN 2/2018.

Penerbitan PMATR/Ka.BPN 2/2018 ini juga telah menambah keraguan terhadap kualitas Kementerian ATR/BPN dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas PPAT.

Kemudian pertentangan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PMATR/Ka.BPN 35/2016) dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997).

Pertentangan PMATR/Ka.BPN 35/2016 dengan PP 24/1997, ditemukan dalam ketentuan mengenai jangka waktu pengumuman data fisik dan data yuridis bidang tanah dalam rangka memenuhi asas publisitas pendaftaran tanah.

PMATR/Ka.BPN 35/2016 menentukan jangka waktu pengumuman data fisik dan data yuridis bidang tanah dalam rangka memenuhi asas publisitas pendaftaran tanah adalah selama 14 (empat belas) hari kerja sedangkan PP 24/1997 menetapkan 30 (tiga puluh) hari kerja.

Pertentangan PMATR/Ka.BPN 35/2016 dengan PP 24/1997 ini juga telah menimbulkan keraguan terhadap kualitas Kementerian ATR/BPN dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas PPAT.

Sebelum dilakukan kegiatan peningkatan kualitas terhadap PPAT, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu peningkatan kualitas terhadap Kementerian ATR/BPN.

Penulis adalah Notaris/PPAT dan Dosen Program Studi Magister Kenotariatan USU–Medan

Related Articles

Latest Articles