9.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

Pemda Butuh Delegasi Wewenang Eks HGU

Oleh: Dr Henry Sinaga, SH, SpN, MKn

Kewenangan mengatur tanah-tanah eks atau bekas Hak Guna Usaha (HGU) termasuk eks HGU P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN), demikian pula HGU yang masih aktif, ada pada Negara atau Pemerintah Pusat yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), bukan kewenangan Pemerintah Daerah (provinsi atau kabupaten/kota).

Kewenangan Negara/Pemerintah Pusat (Kementerian ATR/BPN) mengatur tanah-tanah HGU aktif dan eks HGU termasuk eks HGU PTPN ini diperoleh berdasarkan:

1. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau dapat disebut juga dengan Undang-Undang Pokok Agraria disingkat UUPA, yang berbunyi:

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

2. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Kementerian Agraria Dan Tata Ruang (Perpres 17/2015). Perpres 17/2015 menentukan tugas Kementerian ATR adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Selanjutnya menurut Perpres 17/2015, salah satu fungsi Kementerian ATR adalah menyelenggarakan: perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah.

3. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 Tentang Badan Pertanahan Nasional (Perpres 20/2015). Menurut Perpres 20/2015, tugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan fungsi BPN menurut Perpres 20/2015 adalah penyusunan, penetapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertanahan.

Menurut Pasal 2 ayat (4) UUPA tersebut di atas, Pemerintah Daerah (provinsi atau kabupaten/kota) hanya berwenang mengatur urusan agraria/pertanahan jika telah mendapat pendelegasian wewenang (dikuasakan) dari atau oleh Negara/Pemerintah Pusat (Kementerian ATR/BPN), dan pendelegasian wewenang tersebut dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.

HGU menurut Pasal 28 dan Pasal 29 UUPA adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama, dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun. Selanjutnya menurut Pasal 34 UUPA, bila jangka waktu HGU telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi maka HGU tersebut dinyatakan hapus.

Pelaksanaan ketentuan UUPA tentang HGU ini diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (PP 40/1996). Pasal 17 PP 40/1996 menyebutkan bahwa salah satu sebab hapusnya HGU, adalah karena berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya.

Selanjutnya menurut Pasal 12 dan Pasal 18 PP 40/1996, apabila HGU telah hapus maka pemegang HGU yang telah hapus berkewajiban untuk :

1.Menyerahkan kembali tanah HGU yang telah hapus tersebut kepada Negara.

2.Menyerahkan sertipikat tanah HGU yang telah hapus tersebut kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.

3.Membongkar bangunan-bangunan dan benda-benda yang berdiri di atas HGU yang telah hapus tersebut dan menyerahkan tanaman-tanaman yang ada di atas tanah HGU yang telah hapus tersebut kepada Negara.

Dengan demikian menurut PP 40/1996, tanah HGU yang telah hapus tersebut kembali menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak, dan Negara/Pemerintah Pusat (Kementerian ATR/BPN) mempunyai kewenangan penuh atau mutlak untuk mengatur tanah-tanah eks HGU tersebut (termasuk tanah eks HGU PTPN).

Dalam pada itu PP 40/1996, sama sekali tidak mengatur pendelegasian wewenang kepada Pemerintah Daerah (provinsi atau kabupaten/kota) untuk mengatur tanah-tanah eks HGU tersebut (termasuk tanah eks HGU PTPN), dengan demikian Pemerintah Daerah (provinsi atau kabupaten/kota) tidak memiliki kewenangan untuk mengatur tanah-tanah eks HGU (termasuk tanah eks HGU PTPN).

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUPA yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah (provinsi atau kabupaten/kota) hanya berwenang mengatur urusan agraria/pertanahan jika telah mendapat pendelegasian wewenang dari Negara/Pemerintah Pusat (Kementerian ATR/BPN), dan pendelegasian wewenang tersebut dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.

Untuk dapat mengatur tanah-tanah eks HGU (termasuk tanah eks HGU PTPN) Pemerintah Daerah (provinsi atau kabupaten/kota) membutuhkan pendelegasian wewenang atau kuasa/mandat dari Negara/Pemerintah Pusat (Kementerian ATR/BPN).

Penulis adalah Notaris/PPAT dan Dosen Program Studi Magister Kenotariatan USU–Medan

Related Articles

Latest Articles