9.1 C
New York
Monday, April 22, 2024

Menelisik Sisi Lain Visi, Misi, Strategi dan Program Walikota Pematangsiantar (5)

Memulihkan Geliat Ekonomi Rakyat Lewat Pasar Tradisional

Oleh: Jalatua H. Hasugian

Visi ‘Pasti’ berikutnya adalah “Sejahtera” yang bertujuan meningkatkan perlindungan masyarakat dan sosial ekonomi masyarakat melalui penyediaan infrastruktur; penguatan dunia usaha; kegiatan ekonomi masyarakat dan peluang usaha yang kondusif, untuk meningkatkan kesempatan kerja dengan membuka akses investasi; serta meningkatkan inovasi usaha jasa, dagang dan industri, khususnya masa dan atau pascapandemi Covid-19. Visi ini bukan sesuatu yang mudah untuk diwujudkan, apalagi di tengah situasi perekonomian global, nasional, regional hingga ke pedesaan yang porak-poranda akibat terpaan pandemi Covid-19.

Dampaknya banyak perusahaan skala besar, sedang dan kecil terpaksa memberhentikan karyawan karena produksi sempat terhenti. Sementara usaha-usaha kreatif (UMKM) juga banyak gulung tikar karena daya beli masyarakat menurun drastis. Kondisi ini memicu peningkatan jumlah penduduk miskin, termasuk di kota Pematangsiantar.

Data BPS hingga Maret 2021, penduduk miskin di kota Pematangsiantar mencapai 22,06 ribu orang. Antara bulan Maret 2020-Maret 2021 terjadi kenaikan sebesar 8,78 persen dan merupakan yang terbesar dalam 9 tahun terakhir. Indikatornya, pengeluaran rumah tangga sebesar Rp.536.486 per kapita per bulan pada Maret 2020 menjadi Rp.583.588 per kapita per bulan pada Maret 2021.

Pengeluaran rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan pokok minimumnya mencapai Rp.583.588 per kapita per bulan ini, dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 4 jiwa per rumah tangga. (BPS; 2022).

Persoalan kemiskinan tentu bukan sekadar masalah jumlah atau persentase penduduk semata. Kesenjangan pengeluaran dan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin menjadi penting jadi perhatian, agar dalam pengalokasian anggaran pengentasan kemiskinan bisa efektif, efisien dan tepat sasaran. Kondisi ini menjadi “PR” serius bagi Walikota yang harus disikapi secara cermat.

Sebab jumlah ini diprediksi bisa bertambah jika masalah ekonomi kerakyatan tak bisa berputar dengan cepat. Sementara banyak usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang sempat gulung tikar, termasuk usaha-usaha kuliner tepi jalan akibat rendahnya daya beli masyarakat belum bisa aktif kembali.

OPD teknis terkait, Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan serta Dinas Ketenagakerjaan harus terdepan dan berjibaku membantu percepatan pemulihan keadaan. Apalagi BPS telah memberikan gambaran adanya penurunan jumlah industri rumah tangga kecil dari tahun 2020 sebesar 657 menjadi hanya 565 pada tahun 2021.

Penurunan tersebut terjadi pada jenis industri makanan, minuman dan tembakau; industri tekstil, pakaian jadi dan kulit; industri kayu dan barang-barang dari kayu; industri kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik; serta industri barang-barang galian bukan logam. Oleh karena itu, amat dibutuhkan langkah-langkah strategis praktis untuk menggerakkan kembali ekonomi rakyat di Pematangsiantar pada 8 kecamatan; 53 kelurahan; 112 lingkungan; 337 rukun warga dan 1.016 rukun tetangga ini. Jika belum memungkinkan melakukan terobosan baru, setidaknya ada titik cerah bagi kalangan pelaku UMKM untuk bisa memulai usahanya kembali atas dorongan pemerintah.

Kembalikan Dinas Pasar, Bubarkan PDHJ dan PD PAUS

Dari sekian banyaknya problem di sentra perekonomian, salah satu yang patut disoroti adalah pengelolaan pasar tradisional, Pasar Horas dan Pasar Dwikora. Eksistensi kedua pasar ini harus terjamin baik karena merupakan simbol utama pergerakan perekonomian rakyat kota Pematangsiantar.

Tak hanya warga Pematangsiantar, geliat ekonomi sebagian rakyat Simalungun yang menjual hasil buminya juga bergantung pada kedua pasar ini. Sayangnya, kondisi kedua pusat pasar yang sejak 2015 dikelola Perusahaan Daerah Horas Jaya (PDHJ) kian memprihatinkan. Ironisnya, PDHJ yang dibentuk dengan maksud membantu menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan kesejahteraan rakyat malah jadi beban Pemko Pematangsiantar.

Jangankan mendorong perkembangan pembangunan dan perekonomian daerah atau menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengurus manajemen internal pun PDHJ sudah kesulitan.

Mirisnya kondisi PDHJ yang sekarang hanya dipimpin Direktur Keuangan (merangkap Plt Dirut) karena lainnya mengundurkan diri makin memprihatinkan dan sempat jadi sorotan wakil rakyat.

DPRD Pematangsiantar tahun lalu mewacanakan menutup PDHJ yang telah merugi hingga Rp 10 miliar. Selain kondisi keuangan dan manajemen PDHJ yang berantakan, pengelolaan aset juga memprihatinkan. Aset pemerintah yang dikelola PDHJ banyak terlantar, seperti Pasar Balerong Rajawali, Pasar Tozai Baru, Pasar Sibatu-batu dan Pasar Sumber Jaya.

Pasar Horas dan Dwikora pun tak efektif dikelola meski ribuan pedagang kedua pasar ini tetap dikutip retribusi. Faktanya kesemrautan pasar tak membaik malah semakin tak menentu. Padahal peran pasar tradisional sebagai penggerak perekonomian rakyat masih penting sekaligus mendukung dan memberikan ladang usaha para pedagang kecil.

Selain PDHJ, Perusahaan Daerah Pembangunan Aneka Usaha (PD.PAUS) juga tak kalah runyam, bahkan kerugian mencapai Rp 30 miliar lebih. Padahal sebagian besar kerugian tersebut merupakan penyertaan modal Pemko Pematangsiantar melalui APBD dalam beberapa tahun. Oleh karenanya, Walikota perlu mempertimbangkan sikap DPRD yang merekomendasikan mencabut Perda No.1 dan No.5 Tahun 2014 tentang pembentukan kedua PD ini.

Untuk apa terus dipertahankan jika hanya jadi beban pemerintah dan tak bermanfaat bagi masyarakat. Perlu dikaji, agar PD.PAUS dibubarkan saja dan pengelolaan pasar tradisional dikembalikan ke Dinas Pasar seperti sebelumnya!

Faktanya, PD.PAUS hanya bisa menelantarkan aset yang sempat direncanakan sebagai Pasar Modern Melanthon. Korbannya, Rumah Potong Hewan yang sebelumnya ada di lokasi ini terpaksa dipindah ke pinggiran kota. Sementara, pembangunan Pasar Hongkong Jalan Diponegoro juga terbengkalai.

Demikian pula pengelolaan eks Terminal Sukadame menjadi Sub Terminal Agribisnis (STA) di Siantar Utara hingga kini masih terkatung-katung. Pembangunan 238 unit kios di STA oleh pihak ketiga hingga kini tak rampung termasuk area parkirnya, bahkan berujung kepada gugatan hukum.

Sampai saat ini aset-aset yang telah diserahkan kepada PD.PAUS untuk dikelola tak ada yang efektif. Transaksi para agen sayur-mayur dari luar kota Pematangsiantar di STA yang ramai sejak lepas tengah malam hingga dini hari malah hanya jadi lahan basah bagi oknum-oknum tertentu, tak masuk ke pundi-pundi PAD Pemko Pematangsiantar.

Kondis lainnya, kesemrautan penataan pedagang di sekitar Pasar Dwikora menyebabkan terbatasnya areal parkir. Kendaraan terpaksa parkir di jalur pedestrian dan berdekatan dengan area pedagang eceran.

Badan Jalan Patuan Anggi, TB.Simatupang, Patuan Nagari sebagai akses utama menuju pasar semakin sempit dan padat serta menimbulkan kemacetan. Jika kondisi ini dibiarkan terus, dampaknya merugikan banyak pihak, baik pedagang, konsumen maupun pengguna jalan.

Oleh karena itu, seiring dengan komitmen mengerakkan ekonomi rakyat melalui revitalisasi sekaligus pengembangan kota, dokter Susanti harus berani membuat terobosan strategis. Misalnya merevitalisasi Pasar Dwikora berbasis pasar modern.

Artinya fasilitas pasar dari segi fisik maupun fungsional perlu diperbaiki sehingga aktivitas jual beli aman dan nyaman, bersih, tidak becek dan tidak kumuh.

Pelebaran Jalan Belakang Pasar Horas

Penataan Pasar Horas yang memiliki hampir 4000-an kios juga tak maksimal. Keramaian konsumen yang hendak berbelanja berbenturan dengan membludaknya pedagang yang menempati akses jalan, tangga dan gang antar kios.
Akibatnya konsumen kesulitan berbelanja di area kios. Padahal ramainya konsumen ini tentu dipengaruhi ketersediaan variasi barang, harga barang, fasilitas, serta lokasinya strategis di inti kota.

Ironisnya, Gedung 4 Pasar Horas telah puluhan tahun ditinggalkan pedagang, hingga kini tak kunjung ada solusi membenahinya. Banyak kios terlantar, kumuh dan kotor dan rawan pencurian serta akses keluar masuk dari belakang yang kian menambah kesemrautan pasar.

Perlu evaluasi menyeluruh mengapa kondisi demikian bisa terjadi, sementara di sisi lain pedagang butuh kios berjualan di tempat strategis. Salah satu hal penting dipertimbangkan adalah memperlebar akses jalan yang ada di belakang Gedung 4 Pasar Horas yang bersebelahan dengan lintasan rel kereta api.

Selain mempermudah akses ke Pasar Horas, jika jalan ini dilebarkan, amat membantu mengurangi kemacetan di jalan Merdeka. Jalur ini bisa dilebarkan sekitar 6 meter, mulai dari jalan Kartini bawah-depan stasiun kereta api-kantor Lurah Dwikora-terus menuju belakang Gedung 4 Pasar Horas menyebarangi jalan Cokroaminoto – belakang RS Vita Insani.

Jalur keluarnya bisa langsung ke Jalan Pattimura menuju Jalan Merdeka (samping GOR) atau diteruskan ke Jalan Patuan Anggi keluar ke simpang BDB menuju Jalan Medan.
Alternatif ini tentu harus dipikirkan bersama sejumlah instansi terkiat, bukan hanya jadi tugas pengelola pasar (PDHJ). Mulai dari instansi perencana Bappeda, Konsultan, pelaksana teknis Dinas PUPR atau PRKP dan melibatkan PT. Kereta Api.

Tentu harus mendapat persetujuan DPRD sebagai lembaga politik yang akan merestui biaya pembangunanya. Mengingat pasti akan ada sikap pro kontra diantara warga sepanjang jalan tersebut, perlu sosialisasi kepada warga. Tentu harus melibatkan pihak kepolisian, Satpol PP, Dinas Perhubungan, Camat Siantar Barat dan Siantar Timur maupun para Lurah setempat.

Namun ada juga yang unik dan perlu jadi perhatian, yakni ‘pasar pagi’ di pojok jalan padat pemukiman yang bersebelahan dengan Rindam/I BB dan ‘pasar dadakan’ di tepai Jalan Gereja simpang SKI malah bisa bertahan sampai sekarang meski tak resmi dikelola pemerintah. Geliat pasar yang merupakan prakarsa warga ini terus berjalan sepanjang hari.

Sementara pasar serupa yang pernah dicoba PD.PAUS di Jalan Sisingamangaraja (Simpang Dua), Jalan Lapangan Bola Atas dan Jalan J.Wismar Saragih langsung tutup? Mengapa demikian, hanya ‘mereka’ lah yang tahu dan tampaknya perlu belajar dari pasar dadakan rakyat yang malah benar-benar merakyat!. (*/bersambung)

Penulis adalah Dosen Universitas Simalungun (USI)

Related Articles

Latest Articles