10.6 C
New York
Wednesday, April 17, 2024

Menelisik Sisi Lain Visi, Misi, Strategi dan Program Walikota Pematangsiantar (1)

Gebrakan Awal Sinyal Strategis Penataan Kelembagaan

Oleh: Jalatua H. Hasugian

Dua hari berselang pascadilantik sebagai Wakil Walikota Pematangsiantar, dr. Susanti Dewayani, Sp.A membuat gebrakan mendadak dengan mengganti 11 Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Seketika, kebijakan perdana dokter spesialis anak yang dilantik Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi pada 22 Februari 2022 ini memunculkan reaksi.

Publik turut tersentak mencermati kebijakan yang dampaknya bisa jadi shock therapy, sekaligus sinyal bagi kalangan aparatur terutama pemegang jabatan.

Meskipun di sisi lain, kebijakan tersebut tentu sudah melalui pertimbangan, terlepas dari adanya kepentingan subjektif tertentu.

Tak ayal, sejumlah pejabat sempat gelisah dan berupaya mencari proteksi sekadar bertahan. Sempat pula berhembus ‘kabar angin’ jika Mendagri akan cepat memberi izin kepada dokter Susanti sebagai legitimasi mengganti pejabat.
Untungnya kegalauan sejumlah pejabat tersebut tak terjadi. Mereka masih bisa lega serta punya kesempatan membuktikan diri agar tak ketinggalan gerbong ‘kabinet’ nantinya.
Dokter Susanti dan tim khusus yang bekerja di ‘balik layar’ tentu sudah punya catatan, siapa yang bakal direkrut dan siapa yang harus terdepak.

Fenomena mutasi atau rotasi oleh kepala daerah yang baru dilantik jamak terjadi di berbagai daerah. Meski ada regulasi yang melarang kepala daerah melakukan mutasi sebelum enam bulan sejak dilantik, tetapi ada pengecualian jika mendapat izin tertulis Mendagri.

Sejatinya hal ini tak perlu dirisaukan karena Aparatur Sipil Negara (ASN) harus loyal pada (siapapun) pimpinannya. Jika terjadi pergantian pimpinan, tinggal menyesuaikan ritme kerja dengan yaag baru. Sepanjang kebijakan pimpinan sesuai mekanisme serta mengacu pada regulasi tentu tak ada masalah yang perlu dipolemikkan.

Pun begitu, tentu banyak variabel yang jadi pertimbangan soal pengisian formasi jabatan di pemerintahan. Satu hal yang pasti, Walikota tentu akan menggunakan ASN yang kompeten, profesional serta punya loyalitas tinggi.

Lumrah saja jika Walikota mempertimbangkan rekomendasi orang-orang atau kelompok tertentu yang tadinya berpartisipasi atau berkontribusi saat Pilkada. Hanya saja mereka yang merasa berjasa jangan sampai memaksakan kehendak. Sepanjang orang yang direkomendasi memenuhi kualifikasi dan kompetensi tantu tak jadi soal.

Jika tidak? Tentu malah jadi ‘duri dalam daging’ terhadap eksistensi pemerintahan baru. Apa pun ceritanya, penentu tetap Walikota siapa yang akan direkrutnya meski usulan dan saran boleh-boleh saja!.

Program ‘Pasti’ dan Pilkada 2024

Meski masih sendiri menjalankan roda pemerintahan, dokter Susanti tetap harus berpegang pada visi, misi, strategi dan program ‘Pasti’ yang mereka buat saat mendaftar sebagai calon kontestan Pilkada.

Siapa pun kelak yang jadi wakilnya, harus menyesuaikan diri dengan visi yang telah ada bukan malah membuat yang baru. Proses politik pemilihan Wakil Walikota diprediksi akan membetot perhatian publik. Terutama kalangan parpol yang memiliki kewenangan untuk mencalonkan kader sendiri maupun vigur tertentu di luar parpolnya.

Dokter Susanti tentu sangat punya kepentingan agar wakilnya adalah orang yang sejalan dan komit merealisasikan visi misi ‘Pasti. Jika wakil terpilih nantinya tak sejalan, malah bisa jadi rival berkonflik yang endingnya merugikan semua pihak?

Sejarah mencacat, Pematangsiantar pada periode 2000-2005 pernah mengalami konflik antara walikota dengan wakilnya. Tak terbayangkan, jika peristiwa itu terulang kembali akibat tak sejalannya walikota dan wakilnya.

Oleh karenanya, lembaga politik yang punya kewenangan perlu belajar dari sejarah kelam tersebut. Setidaknya perlu komitmen mengedepankan etika politik, ketimbang merekonstruksi ego politik demi kepentingan pragmatis sesaat.

Sebagai pemangku kepentingan, publik juga idealnya perlu mengawal terwujudnya visi, misi, strategi dan program ‘Pasti’. Saran, ide atau gagasan bahkan kritik tentu dibutuhkan dalam menjalankan roda pemerintahan.

Apalagi peran masyarakat diakomodir oleh regulasi. Permendagri No. No.86/2017 menyebutkan, perencanaan pembangunan daerah yang berorientasi pada proses, menggunakan pendekatan: teknokratik, partisipatif, politis; atas-bawah dan bawah-atas.

Artinya lewat pendekatan partisipatif dan bawah – atas, sejak musyawarah pembangunan (musrembang), masyarakat mulai dari level bawah sudah diberi ruang berkontribusi dalam pembangunan.

Maka tak salah jika kita turut nimrung sekadar menelisik dari sisi lain visi, misi, strategi dan program ‘Pasti’ yang telah dijalankan sejak 22 Februari 2022. Setidaknya, mencermati hal-hal strategis yang berpengaruh pada layanan publik. Jika awalnya visi misi ‘Pasti’ (Pasangan Asner Susanti) merupakan salah satu kelengkapan dokumen yang harus diberikan ke Komisi Pemilihan Umum sebagai pasangan calon, kini dokumen itulah yang harus wujudnyatakan.
Bagaimana menjadikan “Kota Pematangsiantar Sehat, Sejahtera dan Berkualitas” tentu bukan pekerjaan gampang di tataran teknis praktis.

Apalagi sejak dilantik, dokter Susanti belum memiliki kewenangan penuh serta belum punya wakil karena belum defentif sebagai Walikota.

Sebagaimana diketahui, Ir. Asner Silalahi yang harusnya dilantik sebagai Walikota meninggal dunia pada 13 Januari 2021. Manusia hanya dapat berusaha di tengah keterbatasannya, Tuhan jualah akhirnya yang menentukan garis tangan manusia!

Teknokrat yang telah puluhan tahun malang melintang di dunia konstruksi ini tak sempat merealisasikan cita-citanya menata infrastruktur kota Pematangsiantar yang sejak lama dirasakan butuh sentuhan teknokrat.

Penulis yang berkesempatan beberapa kali diskusi dengan almarhum sebelum Pilkada, mencermati kegelisahannya melihat penataan kota Pematangsiantar yang semakin jauh dari konsep teknis planologi kota modern.

Padahal menurutnya, era kolonial Belanda berkuasa pun penataan kota Pematangsiantar sudah dirancang bagus dari sisi teknis. Oleh karena itulah, Asner Silalahi punya tekad kuat harus memenangkan pertarungan Pilkada dengan mengusung jargon ‘Pasti’.

Dari perspektif politik, harus diakui jika tekadnya itu tidak main-main dan terbukti sudah unggul sejak awal sebelum Pilkada digelar. Pasangan ini berhasil meyakinkan seluruh parpol pemilik kursi DPRD Pematangsiantar jadi pengusung.

Mereka menjadi calon tunggal melawan kotak kosong pada Pilkada 9 Desember 2020. Hasilnya ‘Pasti’ meraih 87.733 suara dari 115.219 pemilih yang menggunakan hak suaranya. Sedangkan kotak kosong hanya memeroleh 25.560 suara dan tidak sah sebanyak 1.926 suara dengan tingkat pastisipasi pemilih hampir mencapai 63%.

Perolehan suara ini membuktikan jika ‘Pasti’ mendapat legitimasi kuat dari rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan.

Realisasi perwujudan visi “Pematangsiantar Sehat, Sejahtera dan Berkualitas” dijabarkan melalui 5 (lima) misi, 27 strategi dan 83 program dengan rincian sebagai berikut:

1.Menguatkan kehidupan masyarakat yang sehat, sejahtera, humanis, agamais dan beradab dengan menghargai local wisdom dan keheterogenan yang berkualitas. Misi pertama ini akan dicapai melalui 4 (empat) strategi dan 20 program kerja.

2.Menguatkan dan memulihkan perekonomian regional, penyehatan iklim usaha perdagangan dan jasa, UMKM dan koperasi yang mandiri, kokoh dan berkeadilan yang terdampak pandemi dan atau pascapandemi Covid-19. Misi kedua ini akan diwujudkan melalui 6 (enam) strategi dan 15 program kerja.

3.Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien, bersih, responsif melayani dengan prinsip good governance dan corporate governance. Misi ketiga ini akan diwujudkan melalui 6 (enam) strategi dan 17 program kerja.

4.Menguatkan sentralitas dan daya tarik kota, guna pencapaian kota sebagai subpusat perdagangan dan jasa regional di provinsi Sumatera Utara. Misi ketiga ini akan dicapai melalui 6 (enam) strategi dan 11 program kerja.

5.Mewujudkan kota berkualitas melalui penataan ruang, pengembangan infrastruktur, keindahan, kebersihan lingkungan kota secara berkelanjutan. Misi kelima ini akan dicapai melalui 5 (lima) strategi dan 17 program kerja.
Pada tataran konseptual apa yang telah dirumuskan ‘Pasti’ tentu sudah melalui kajian ilmiah-strategik dengan mempertimbangkan banyak aspek serta masukan dari sejumlah pakar, praktisi maupun tokoh-tokoh publik.

Masalahnya, bagaimana dokter Susanti sebagai Walikota bisa merealisasikan sedemikian banyak program di tengah gonjang-ganjing situasi politik nasional yang resonansinya juga terasa ke daerah?.

Apalagi, meski masa jabatan dokter Susanti disebutkan 2022-2027 atau lima tahun, tetapi harus dipertimbangkan gelaran Pilkada serentak 2024. Apa mungkin Pematangsiantar mendapat pengecualian karena walikotanya baru dilantik?

Pasal 201 Undang-undang No.10/2016 tentang Pilkada, ayat (7) menegaskan: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024; serta ayat (8) menyebutkan, pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.

Dengan demikian, Pematangsiantar juga termasuk peserta pada Pilkada serentak 2024 mendatang. Sudah jelas dan tak perlu penafsiran lagi, sebab dalam penjabaran pasal-pasal pada UU tersebut sama sekali tak ada menyebutkan pengecualian bagi daerah yang walikotanya baru dilantik.
Lantas apa implikasi rencana Pilkada 2024 terhadap kota Pematangsiantar sekarang? (*/bersambung)

Penulis adalah Dosen Universitas Simalungun (USI).

Related Articles

Latest Articles