9.1 C
New York
Friday, March 29, 2024

Covid-19 Versus Pilkada

Oleh: Yuwinka Hendrik Sandroto, SH

Covid-19 yang melanda Negara Tiongkok pada akhir tahun lalu dan mulai melanda dunia pada awal tahun ini, membuat setiap negara kewalahan karena telah menimbulkan banyak dampak di berbagai sektor seperti sosial, politik dan perekonomian.

Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk melawan bencana nonalam ini, termasuk pada awal penyebarannya dilakukan karantina wilayah atau lockdown oleh setiap negara. Tujuannya untuk menghentikan lalu lintas orang banyak yang menjadi salah satu media penyebaran (carrier) virus ini.

Demikian juga halnya dengan Indonesia. Dimulai dari beberapa daerah yang Kepala Daerahnya memutuskan lebih dulu mengkarantina mandiri wilayahnya, kendati keputusan karantina suatu daerah sebenarnya menjadi keputusan Pemerintah Pusat. Namun, dengan alasan kemanusiaan, beberapa daerah berani mengambil keputusan itu untuk menyelamatkan warganya dari bahaya virus ini.

Salus populi suprema lex esto yang berarti keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara, demikian istilah Cicero seorang filsuf berkebangsaan Italia.

Dimana hal ini memang haruslah menjadi hukum tertinggi suatu Negara untuk melindungi segenap hak hidup rakyatnya. Menyadari hal itu, dengan sigap Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan pembatasan diberbagai wilayah atau lockdown yang diterapkan berdasarkan pada tingkat penyebaran virus ini dengan membagi mulai dari zona beresiko tinggi (zona merah) hingga zona yang tidak terdampak (zona hijau).
Setelah memberlakukan kebijakan lockdown, kemudian muncul lagi masalah baru, terganggunya aktivitas di berbagai sektor, baik itu di pemerintahan maupun swasta.

Salah satunya, roda perekonomian yang semakin melemah dan kemudian berakibat kepada masyarakat kelas menengah kebawah yang kehilangan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hal ini tidak lain, dikarenakan banyak perusahaan, gedung perkantoran atau sarana perekonomian lainya yang terhambat aktivitasnya karena kebijakan ini, ada yang tutup ataupun memberhentikan aktivitasnya untuk sementara.

Berbagai carapun dilakukan pemerintah dengan beberapa pilihan yang ada, agar roda pemerintahan maupun perekonomian berjalan berkesinambungan, agar situasi yang diakibatkan Covid-19 ini tidak sampai mengakibatkan dampak negatif yang begitu besar dan tentunya untuk dapat bertahan sampai wabah ini berlalu.

Mulai dari pemberlakukan lockdown secara ketat selama berbulan-bulan, sampai mulai sedikit diberikannya kelonggaran untuk beraktivitas, dengan harapan, kehidupan dapat berangsur normal kembali.

Pemerintah kemudian menerapkan sistem baru yang disebut New Normal, yaitu memberlakukan suatu kebiasaan normal yang baru dengan mengikuti protokol kesehatan dalam segala aktivitas masyarakat. Dan tak membutuhkan waktu lama, masyarakat pun mulai mengubah kebiasaannya dan beradaptasi dengan sistem New Normal tersebut untuk mulai hidup berdamai dan berdampingan dengan Covid-19.

Menuju Pilkada 2020

Awalnya, Pilkada 2020 direncanakan akan diselenggarakan secara serentak di 270 daerah seluruh Indonesia pada September tahun ini. Tahapan-tahapannya pun sudah dimulai sejak tahun lalu.

Namun karena wabah Covid-19 ini, tertunda untuk sementara waktu, KPU sebagai penyelenggara Pilkada pun mengusulkan agar Pilkada dilaksanakan pada tahun 2021, mengingat situasi pandemi yang masih belum juga membaik.

Kemudian dengan pertimbangan bersama Pemerintah dan DPR, Pilkada serentak diadakan pada Desember tahun ini. Tahap demi tahap pun sudah mulai kembali dilakukan, tentu harapannya dapat terlaksana secara maksimal dan berkualitas meskipun dalam masa pandemi global seperti sekarang ini.

Jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan jabatan untuk menjalankan fungsi eksekutif pada pemerintahan daerah. Untuk menjalankan fungsi tersebut, diperlukan sesosok pemimpin yang memiliki visi yang jelas dan sehaluan dengan kebutuhan untuk meningkatkan taraf hidup setiap orang yang mendiami daerah tersebut.
Jabatan ini memiliki masa jabatan tertentu (fix term) sebagaimana jabatan-jabatan politik lainnya seperti Presiden maupun DPR. Maka tentunya, setiap kali pencalonan untuk suatu masa periode tertentu, calon Kepala Daerah diharapkan mampu menghadirkan solusi yang mampu menjawab segala persoalan-persoalan yang ada di daerahnya masing-masing.

Tentu, setelah masa periode berakhir, masyarakat akan memilih kembali Kepala Daerahnya untuk melanjutkan masa periode selanjutnya. Partisipasi masyarakat untuk memilih pemimpin ialah bentuk partisipasi politik masyarakat yang harus terus berjalan untuk memberlangsungkan kehidupan demokrasi dalam tatanan perpolitikkan di Indonesia.

Maka, sebelum berakhirnya suatu periode kepemimpinan Kepala Daerah, menjadi suatu prioritas utama untuk melangsungkan pemilihan kembali, untuk mencegah adanya kekosongan kepemimpinan. Meskipun ada opsi lain, dengan mengangkat seorang Pejabat (Pj.) Kepala Daerah sampai nanti terpilihnya Kepala Daerah yang defenitif.

Tentu menjadi pertimbangan kembali, sampai kapan pandemi ini berakhir, hingga saat ini tidak ada yang dapat memprediksikannya. Untuk itu, diperlukan langkah nyata agar tetap menjaga keberlangsungan demokrasi, dengan memilih secara langsung sesosok Kepala Daerah defenitif, yang pastinya memperoleh legitimasi yang lebih kuat dari masyarakat, dibandingkan penunjukkan Pejabat (Pj.) Kepala Daerah untuk waktu yang belum diketahui pasti.

Tantangan Bagi Para Kandidat Calon Kepala Daerah

Bukan hal yang mudah untuk melangsungkan Pilkada dimasa pandemi seperti saat ini. Pastinya menjadi tantangan bagi para kandidat agar memperoleh simpati dari seluruh masyarakat yang ada di daerahnya.
Salah satu solusinya ialah memaksimal pemanfaatan media sosial maupun media massa sebagai satu alternatif bagi para kandidat untuk menjangkau para pemilih.

Terbukti dengan meningkatnya keikutsertaan masyarakat pada webinar atau seminar online pada masa pandemi ini. Ini dapat menjadi solusi, meminimalisir pertemuan-pertemuan yang sifatnya melibatkan orang banyak saat berkampanye ataupun sebagai media komunikasi antara kandidat dengan masyarakat.

Masyarakat juga telah menyesuaikan diri dengan pertemuan-pertemuan dalam jaringan (daring) semacam ini, sebagai bentuk adaptasi atas imbauan/larangan dari pemerintah agar tetap menjaga jarak sosial (social distancing) dalam berbagai bentuk aktivitas masyarakat (social activities).

Tantangan bagi para Kandidat, terlebih-lebih calon petahana, untuk memberikan solusi menyelesaikan persoalan yang telah timbul, maupun nantinya setelah wabah ini berlalu.

Ini akan menjadi penilaian yang baik dari masyarakat, mengingat setelah melalui masa-masa sulit yang telah terjadi. Para kandindat tentu harus dengan tegas meyakinkan masyarakat bahwa mereka dapat bersama dengan Pemerintah Pusat sebagai otoritas yang lebih tinggi, menyelesaikan dan memulihkan berbagai persoalan yang ada di berbagai sektor kehidupan bernegara saat ini.

Harapannya, pesta demokrasi diberbagai daerah tahun ini dapat memunculkan pemimpin-pemimpin yang dapat menjadi jawaban serta jalan keluar dari keterpurukkan yang telah terjadi dan benar-benar menjadi pemimpin pengayom yang memberikan hati dan pikirannya untuk memajukan dan menyejahterakan rakyat.

(Penulis adalah mahasiswa pascasarjana Universitas Sumatera Utara)

Related Articles

Latest Articles