6.6 C
New York
Friday, March 29, 2024

Tingkat Kemiskinan di Sumut Turun 0,52 Poin

Medan, MISTAR.ID

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) merilis persentase penduduk miskin di Sumut mengalami penurunan sebesar 0,52 poin yaitu dari 9,01 persen pada Maret 2021 menjadi 8,49 persen pada September 2021. Artinya, angka kemiskinan ini setara dengan 1,27 juta jiwa pada September 2021 atau berkurang sekitar 70,8 ribu jiwa dalam satu semester terakhir.

“Persentase penduduk miskin pada September 2021 di daerah perkotaan sebesar 8,68 persen dan di daerah pedesaan sebesar 8,26 persen. Daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,47 poin, sedangkan daerah pedesaan berkurang sebesar 0,58 poin jika dibandingkan Maret 2021,” kata Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Sumut, Azantaro, Jumat (4/2/22).

Sedangkan untuk perkembangan garis kemiskinan atau besaran jumlah rupiah yang ditetapkan sebagai suatu batas pengeluaran minimal untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang, tercatat pada September 2021 sebesar Rp537.310,00 per kapita per bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp404.860,00 (75,35%) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp132.451,00 (24,65%). Dibandingkan dengan Maret 2021 garis kemiskinan di Sumut pada September 2021 naik 2,20 persen yaitu dari
Rp525.756,00 per kapita per bulan menjadi Rp537.310,00 per kapita per bulan.

Baca juga: Angka Kemiskinan di Sumut Menurun 0,13 Persen

“Selain perkembangan garis kemiskinan, pada periode Maret 2021 hingga September 2021 untuk Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) atau ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan menunjukkan penurunan.
Sebaliknya Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan sedikit peningkatan. P1 turun dari 1,522 pada Maret 2021 menjadi 1,450 pada September 2021, dan P2 naik dari 0,376 menjadi 0,382,” sebutnya.

Hal ini, tambah Azantaro mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung meningkat dan semakin mendekati garis kemiskinan, penurunan kedalaman kemiskinan ini juga terjadi pada Maret 2021 lalu. Keadaan sebaliknya pada tingkat ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin sedikit meningkat, dimana pada periode Maret 2021 sempat menurun.

Terpisah, Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin menanggapi adanya rilis dari BPS Sumut yang mengatakan tingkat kemiskinan di Sumut turun pada periode Maret 2021 hingga September 2021 adalah kabar baik dan diharapkan untuk terus turun di 6 bulan yang akan datang atau tahun-tahun selanjutnya.

“Pemulihan ekonomi di Sumut belakangan ini menjadi salah satu motor penurunan tingkat kemiskinan yang ada di wilayah tersebut. Walaupun secara persentase angkanya masih di kisaran 8,49%. Sekalipun data tingkat kemiskinan itu membaik, akan tetapi yang perlu
kita garis bawahi adalah bahwa banyak masyarakat miskin yang saat ini pemasukannya juga harus ditopang lewat Bansos atau bantuan sosial. Jadi pertumbuhan ekonomi yang membaik bukan satu-satunya alasan turunnya tingkat kemiskisnan di Sumut,” terang Dosen UISU ini.

Selain tingkat kemiskinan, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan ini juga perlu dilihat. Kalau indeks tingkat kedalaman kemiskinan pada September 2021 itu membaik menjadi 1.450. Garis kemiskinan pada September 2021 sebesar 537 ribu per orang setiap
bulan. Jadi kalau indeks kedalaman kemiskinan membaik. Berarti masyarakat yang selama ini masuk dalam kategori miskin, itu rata-rata pengeluarannya mendekati angka garis kemiskinan tersebut.

Baca juga: Wagubsu Apresiasi Program Mekaar PT PNM Bantu Turunkan Kemiskinan di Sumut

“Tetapi di sisi lainnya, tingkat keparahan kemiskinan justru meningkat di bulan September 2021. Indeks keparahannya naik menjadi 0,382. Ini berarti, orang miskin yang hidupnya lebih susah dari rata-rata orang miskin di sekitarnya jumlahnya naik. Nah, saya menyarankan sebaiknya bupati atau walikota maupun gubernur mengejar data BPS tersebut. Bisa dicari dimana masyarakat miskin yang semakin terpuruk nasibnya. Bila perlu data sampel yang dijadikan responden oleh BPS itu diminta. Yang saya khawatirkan
adalah ada orang miskin usia renta yang kemampuannya terus berkurang untuk memenuhi kebutuhannya,” jelasnya.

Selain itu, ditambah saat ini masa pandemi Covid-19 yang membuat banyak masyarakat justru kehilangan pekerjaan atau masalah lain yang membuat daya belinya kian terpuruk. “BPS kan ada hingga ke level Pemerintahan Tingkat II. Sudah semestinya walikota, bupati dan gubernur maupun pemerintah pusat optimal menggunakan data BPS tersebut untuk merumuskan kebijakan. Misal kebijakan alokasi dana bantuan ataupun bansos kepada masyarakat miskin. Atau misalkan seorang walikota ingin mengetahui titik lokasi dimana tingkat keparahan kemiskinannya tinggi lainnya. Sehingga bantuan lebih tepat sasaran,”
pungkasnya. (anita/hm09)

Related Articles

Latest Articles