9.9 C
New York
Friday, April 19, 2024

Minat Baca Buku Kian Berkurang,Perpustakaan dan Penyewa Komik Sepi

Pematangsiantar | Mistar – Membaca, tentu saja memiliki banyak manfaat yang sangat menunjang perkembangan sensorik motorik dan intelektual seorang anak. Baik perkembangan kognitif maupun sosial emosionalnya. Apalagi membaca juga bisa jadi salah satu cara melatih pemikiran yang kritis dan cerdas sejak masa kanak-kanak.

Minat anak-anak pada era digital saat ini sangat rendah. Data dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menunjukkan, persentase minat baca anak Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya, dari 10.000 anak bangsa, hanya 1 orang yang senang membaca. Salah satunya adalah anak-anak di kota Pematangsiantar.

Hasil penyelusuran Mistar, tidakj sedikit anak-anak lebih senang nongkrong di warung internet (warnet), dari pada sibuk mencari buku di toko buku, perpustakaan maupun pusat perbelanjaan.

Selasa (22/10/19), Mistar menemui salah satu penjual buku yang sudah sangat lama jualan buku di Pematangsiantar. Namnya Nasrul Pulungan, mengaku sudah 47 silam sampai sekarang dia tetap menjual buku.

“Sejak saya sekolah SMP, saya ikut membantu orangtua berjualan buku. Lalu saya pernah bekerja di salah satu perusahaan perkebunan, tapi hanya sebentar, karena menurutku lebih baik usaha sendiri daripada kerja di bawah tekanan,” katanya tersenyum seraya menolehkan mata melihat buku-buku yang tersusun rapi di sekelilingnya.

Toko yang dia miliki, sekarang ini lebih kecil, tepatnya berada di lorong pasar hongkong, tak jauh dari toko yang dulu dia kontrak.

“Dulu toko saya berada di depan, tepatnya jalan Diponegoro. Karena uang kontrak sangat mahal, penjualan pun tidak bagus lagi, saya pun angkat kaki ke sini. Sekarang pendapatan sangat jauh sekali. Hanya bisa untuk makan sehari saja sudah syukur,” katanya.
Menurut Nasrul, minimnya minat orang membeli buku saat ini karena terlindas kemajuan ilmu dan teknologi.

Nasrul melihat anak-anak sekarang sudah tidak lagi membaca dengan buku di tangan, tapi membaca dengan mesin teknologi atau telepon seluler, android/gatget yang difasilitasi jaringan internet. Semua ada di situ.

Namun dampaknya, kata dia, kalau yang dibaca atau ditonton hal yang positif yang sifatnya mendidik, tidak masalah. Ini malah kebanyakan bermain gem di dunia maya.

Lisbet kebetulan datang ke toko Nasrul untuk mencari buku yang dia inginkan. Tapi buku itu ternyata tidak ada, dan bingung mencari toko buku lain dimana.

“Buat nambah referensi untuk makalah sekolah. Jadi harus cari bukunya. Kalau di internet, banyak keluar biaya, bayar paket data. Apalagi buku ini harus dibuka bolak balik dan membutuhkan waktu. Kalau pakai buku, kapan saja saya bisa buka tanpa bayar,” katanya.

Lain halnya dengan Evano. Ketika ditanya seputar perpustakaan dan buku di sekolah, pelajar SMP ini malah mengatakan ‘malas’.

Katanya cepat bosan karena membaca buku terlalu monoton, tidak seperti gatget atau android, banyak ragam permainannya sehingga mengasyikkan.

Salah satu pedagang buku komik, sering dipanggil bang zul, juga mengatakan pasar buku sekarang sepi, kaerena peminat buka semakin sedikit.

Imbasnya usahanya yang dulu lumayan menggiurkan, kini bangkrut. Peminat komit nyaris tak ada, paling satu dua orang, atau dicari untuk referensi semata.
“Orang lebih suka sekarang ini lihat komik melalui internet. Katanya pilihan lebih banyak dan bisa bergerak,” katanya.

Peran orangtua juga berpengaruh terhadap minat baca anak. Gemar membaca tidak tumbuh begitu saja.
Bukan hanya keluarga, sekolah pun berperan penting dalam pembentukan kebiasaan membaca.(yetty/h,02)

Related Articles

Latest Articles