7.9 C
New York
Friday, April 19, 2024

Kisruh Sertifikat Tanah APL, Aliansi MTDHS Sambangi Kantor DPRD Samosir

Samosir, MISTAR.ID

Beredar informasi, bahwa Kejaksaan Negeri Samosir disebut sudah melakukan pemblokiran terhadap sertifikat lahan di Desa Hariarapintu Samosir.

Terkait informasi itu, sebanyak 20 orang perwakilan Masyarakat Desa Hariarapintu Kecamatan Harian Kabupaten Samosir yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Tani Desa Hariarapintu Samosir (MTDHS) ,  mendatangai kantor DPRD Samosir, Senin (10/5/21).

Ketau Aliansi MTDHS, Joni Pasaribu Kepada DPRD Samosir mengatakan, bahwa maksud kedatangan mereka untuk mempertanyakan letak hutan Tele, karena tanah yang dikelola masyarakat Desa Hariarapintu adalah Areal Penggunaan Lain (APL).

Tidak hanya mempertanyakan  itu, Ketua Aliansi MTDHS, juga mempertanyakan Keputusan Bupati Samosir atas pelarangan penerbitan sertifikat kepemilikan tanah di Desa Hariarapintu kepada BPN ( SK Bupati Samosir no 180/2255/HK/2019).

Baca Juga:Kasus APL Hutan Tele, Kejatisu Tahan Mantan Kades di Samosir

Lebih lanjut, Ketua Aliansi MTDHS, mempertanyakan issu atau informasi yang menyebutkan, bahwa sudah dilakukan pemblokiran seluruh Sertifikat Tanah di Desa Hariarapintu. Informasi itu, sudah beredar di berbagai media sesuai pernyataan dari pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir.

“Kita juga mempertanyakan wilayah pemberian ijin HGU seluas 870 hektar oleh bupati Samosir kepada kelompok tertentu pada tahun 2017 sesuai dengan SK Bupati Samosir Nomor 624 Tahun 2017,” tegas Joni  Pasaribu.

Menanggapi keluhan Aliansi MTDHS itu, Wakil Ketua DPRD Samosir, Nasip Simbolon mengatakan,  akan segera kami bahas, juga perlu informasi tambahan dari masyarakat, ujarnya.

“Mengenai adanya proses hukum di APL Hariarapintu, bukan wewenang DPRD, dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini kan,  kita sampaikan kepemerintah,” terangnya.

Baca Juga: Terkait Pengalihan Fungsi Hutan Tele, Kejatisu Tahan Mantan Kades Partungko Naginjang,

Sebagai informasi, Desa Partungko Naginjang dulunya adalah salah satu Desa yang terdiri dari 4 Dusun, diantaranya, Dusun Hutagalung, Dusun Baheara, Dusun Tele, dan Dusun Hariara Pintu, yang pada umumnya mata pencahariannya adalah dari hasil Hutan, dan sebahagian bertani Nilam.

Kata Joni Pasaribu, adapun pokok-pokok yang menimbulkan kekhwatiran masyarakat Desa Hariarapintu yaitu, pernyataan dari pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara bahwa tanah yang dimiliki oleh masyarakat Desa Hariarapintu adalah hutan, sesuai Siaran Pers Nomor 03/penkum/03/2021.

Awalnya, Desa Hariarapintu merupakan dusun di Desa Partungko Naginjang, sekarang sudah menjadi desa, dengan jumlah penduduk 800 orang lebih. Pada masa Kabupaten Tapanuli Utara, tepatnya tahun 1993, gedung Sekolah Dasar dibangun pemerintah.

Waktu itu masyarakat hidup dari hasil hutan, pada saat Bupati Tapanuli Utara datang meresmikan SD itu, masyarakat bertanya kepada Bupati Tapanuli Utara, mengapa lahan untuk perusahaan ada? Sedangkan kepada masyarakat tidak ada?

Baca Juga: Kasus APL Hutan Tele, Kejatisu Tahan Mantan Kades di Samosir

Dijawab oleh Bupati Tapanuli Utara, saat itu, Lindu Panjaitan, kepada warga mengatakan akan diberikan lahan sepanjang 7 Km dan lebar 500 Meter dari jalan.

Kemudian, pada tahun 1988 Dinas Kehutanan mengimpormasikan, bahwa HPHH tersebut di atas akan berakhir, sehingga masyarakat yang bekerja di HPHH tersebut mulai menggarap di daerah Areal Penggunaan lain (APL) lokasi bekas HPHH sekaligus membuka areal pertanian dan pemukiman dan merambah kawasan hutan lindung untuk  mengambil hasil hutan berupa rotan dan kayu bakar yang diperjual belikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada Tahun 1988 ada infomasi dari Dinas Kehutanan, bahwa HPHH tersebut di atas akan berakhir, sehingga masyarakat yang bekerja di HPHH tersebut mulai menggarap kawasan Areal Penggunaan lain (APL), dan mengambil hasil hutan berupa rotan dan kayu yang diperjual belikan untuk kebutuhan hidup kami.

Tindakan masyarakat yang menggarap dan mengambil hasil Hutan di Desa Partungko Naginjang tersebut, dilarang oleh Petugas Kehutanan, dan bahkan ada yang ditindak oleh Petugas Kehutanan.

Baca Juga: Kejari Samosir Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Bansos Covid-19

Karena perambahan hutan terus berlanjut secara seporadis oleh masyrakat, maka Kepala Desa pada waktu itu , melaporkan kepada dinas terkait dan pemerintah daerah karena perambahan tersebut yang terus berlanjut.

Maka  setelah itu pihak Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dari dinas kehutanan, Kejaksaan Cabang Samosir, Kodim Tapanuli Utara mengadakan pertemuan dan sosialisasi di SD Hariara Pintu di Gereja HKBP Cinta Damai dan di SD Negeri Baniara.

Pada pertemuan tersebut, pemerintah mengimbau kepada masyarakat, bahwa kepentingan masyarakat atas tanah APL akan di perhatikan pemerintah di prioritaskan kepada masyarakat, areal bekas HPHH yang sekarang dinamakan APL dan pemerintah menghimbau agar tidak lagi merambah Hutan Lindung Tangkapan Air Danau Toba.

Baca Juga: Pasca Penetapan 2 Tersangka, Kejari Samosir Panggil 9 Saksi Korupsi Dana Bansos

Pada tahun 1990 Laban Pasaribu atau Orang Tua dari Bolusson Pasaribu membangun SD swasta di Hariarapintu yang diberi nama SD Swasta MARTABE dengan menggunakan biaya sendiri dari Laban Pasaribu sebanyak 3 (tiga) ruangan kelas di Desa Partungko Naginjang, karena saat itu di Dusun Hariara pintu  belum  ada Sekolah Dasar Negeri maupun SD Swasta, sehingga masyarakat Partungko Naginjang sulit untuk menyekolahkan putra-putrinya  di tingkat Sekolah Dasar.

Karena dari pertumbuhan penduduk sehingga jumlah murid SD Swasta Martabe tersebut meningkat dan semakin banyak sehingga kepala Desa Partungko Naginjang mengusulkan kepada Bupati Tapanuli Utara untuk membangun SD Negeri.

Usul pendirian SD Negeri tersebut di sambut baik oleh Bupati Tapanuli Utara, karena keluarga dari Op. Daua Pasaribu menyerahkan tanahnya sendiri (Bius Tanah Pasiribu) dengan panjang 100 M dan Lebar 50 M, berikut surat penyerahan yang ditandatangani oleh beberapa keturunan Op. Daua Pasaribu yang terletak di susun Hariara Pintu yang sekarang menjadi Desa Hariara Pintu.

Oleh karena itu, maka masyarakat Partungko Naginjang memohon kepada, agar memberikan ijin tanah di sepanjang pinggiran kawasan hutan agar dapat dikelola dan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pemukiman bagi masyarakat Desa Partungko Naginjang.

Baca Juga: Jaksa Masuk Sekolah, Kejari Samosir Berikan Penyuluhan Hukum di SMAN 1 Pangururan

Selanjutnya pada acara peresmian SD tersebut, Lundu Panjaitan selaku Bupati Tapanuli Utara saat itu,  mengumumkan kepada masyrakat akan diberikan ijin kepada PT. Biranta Nusantara seluas 2250 Ha dan ke PT Arta Maradu Jaya seluas 2000 Ha, untuk areal pertanian dan peternakan.

Untuk diketahui, pada saat itu juga masyarakat melakukan reaksi lalu bertanya kenapa kepada kedua PT tersebut tanah APL  diberikan sedangkan kemasyarakat tidak diberikan.

Menanggapi reaksi dan pertanyaan masyarakat tersebut, Bupati Tapanuli Utara, secara spontan mengumumkan dalam sambutannya menyampaikan,  akan segera memberikan ijin pengelolaan tanah untuk pertanian atas tanah APL  kepada masyarakat Partungko Naginjang  sepanjang 7 Km dari perbatasan Kabupaten Dairi hingga batas jalan kehutanan/simpang Lintong sebelum dusun Tele dengan lebar atau jarak  500 meter dari tepi Jalan Raya Sidikalang- Dolok Sanggul, dan menganjurkan agar masyarakat Partungko Naginjang mengajukan permohonan kepada Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pada tahun 1999 Kabupaten Tobasa di mekarkan dari Tapanuli utara, sehingga masyarakat Partungko Naginjang menindaklanjuti harapan dan jawaban Bapak Lundu Panjaitan selaku Bupati Kabupaten Tapanuli Utara yang disampaikan pada acara peresmian SD Negeri Hariarapintu di Desa Partungko Naginjang.

Kepada Pemerintah Kabupaten Toba Samosir yang telah dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara, dimana,  masyarakat Partungko Naginjang kurang lebih 3 kali  secara ramai-ramai  menyampaikan kepada Bupati Toba Samosir agar lahan pertanian atas APL dapat dimanfaatkan sebagai areal pemukiman dan lahan pertanian. (Pangihutan/hm13).

 

Related Articles

Latest Articles