12.1 C
New York
Thursday, May 2, 2024

JAMSU: Penundaan Klaster Ketenagakerjaan Tak Mengurangi Ancaman yang Dihadirkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Medan, MISTAR.ID

Di tengah Euforia perayaan Hari Buruh Internasional di Tanah Air, sekaligus suasana ramadhan dan ancaman pandemi Covid-19, penolakan yang dilakukan terus menerus oleh berbagai elemen masyarakat sipil terhadap rencana pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, dijawab dengan penundaan satu klaster, yakni klaster ketenagakerjaan.

“Penundaan ini bukanlah sebuah kemenangan, ini hanya sebuah sogokan kecil untuk menurunkan gejolak penolakan RUU Cipta Kerja yang sudah kadung terjadi di berbagai di daerah. Penundaan klaster ketenagakerjaan ini juga isyarat bahwa tetap dilanjutkannya pembahasan RUU Cipta Kerja di klaster lainnya,” kata Jaringan Advokasi Masyarakat Sumatera Utara (JAMSU), melalui siaran pernya yang diterima Mistar, Jumat (15/5/20).

“Hal ini dapat diartikan, ancaman-ancaman yang terkandung di dalam 10 klaster lainnya di RUU Cipta Kerja ini masih sama dan tetap harus ditolak,” sebutnya dalam siaran pers tersebut.

Seperti yang diketahui sebelumnya, Omnibus Law yang sering disebut sebagai RUU sapu jagat akan meringkas pasal-pasal dari sekitar 80-an UU (Undang-Undang) yang mencakup 10 klaster lainnya, di luar ketenagakerjaan, yakni penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan proyek Pemerintah, dan kawasan ekonomi khusus.

Menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja sesungguhnya juga masih menyisakan berbagai masalah dalam RUU tersebut.

Secara filosofis, kata JAMSU, berbagai masalah tersebut menyangkut ideologi yang tidak menghadirkan keadilan bagi masyarakat dan sangat liberal.

Salah satu contohnya adalah usulan revisi pasal 15 UU 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Dalam rancangan RUU tersebut, pemerintah tidak berkewajiban lagi mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

Padahal pengutamaan produksi pertanian dalam negeri untuk kebutuhan pangan nasional mutlak harus dilakukan.

Menunda klaster ketenagakerjaan sama saja memberi ancaman bagi seluruh rakyat secara keseluruhan yakni petani, buruh, masyarakat adat, nelayan, miskin kota dan masyarakat marginal lainnya, sehingga berpotensi menghancurkan sendi-sendi ekonomi rakyat.

Hal ini terlihat dari materi yang diatur dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini bukan semata-mata menyangkut ketenagakerjaan tetapi juga menyangkut alat produksi lainnya seperti tanah dan modal.

Persfektif RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini, memandang tanah sebagai barang komersil dan menawarkan kepada investor dengan merupakan hal yang secara yuridis bertentangan UU Pokok Agraria dan Konstitusi.

Menunda bukan berarti membatalkan. Artinya ketika DPR tetap akan membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja diluar klaster ketenagakerjaan ditengah situasi pandemi seperti ini maka RUU ini akan semakin disempurnakan menjadi payung bagi legalisasi penindasan terhadap rakyat, eksploitasi sumber daya alam atau sumber-sumber agraria serta memberangus juga menghapuskan segala bentuk perlindungan hukum terhadap rakyat yang menurut klaim pemerintah hanya untuk memuluskan iklim investasi demi pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, secara keseluruhan kami yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Masyarakat Sumatera Utara (JAMSU).

“Tetap menolak dilanjutkannya pembahasan RUU Omnibus Law Kerja, meskipun ada penundaan pembahasan terhadap klaster ketenagakerjaan. Kami menilai penundaan pembahasan di klaster ketenagakerjaan ini tidak mengurangi sedikitpun ancaman yang akan dihadirkan oleh RUU Omnibus Law Cipta Kerja jika disahkan. Alih-alih melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini, sebaiknya Pemerintah tetap serius melakukan penanganan pandemi Covid-19,” sebut JAMSU

Sumber: Siaran Pers
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles