7.2 C
New York
Friday, April 19, 2024

Eksport Karet Sumut Merosot

Medan / Mistar – Permintaan dari negara-negara pengimpor karet terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini menyebabkan angka pengiriman karet Sumatera Utara melalui pasar ekspor terus menurun.

Sepanjang Januari hingga September 2019, volume ekspor karet Sumut hanya sebanyak 308.478 ton, turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang memcatatkan volume ekspor 346.610 ton. Jika ditotal, sepanjang 2018 lalu, volume ekspor karet Sumut mencapai 456.536 ton.

Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah mengungkapkan, penurunan kinerja ekspor karet ini setidaknya sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. “Ekonomi global terus melambat sehingga negara-negara pengimpor mengurangi permintaan,” katanya, Senin (14/10).

Adapun empat negara tujuan utama ekspor karet Sumut yakni Cina, Amerika Serikat, Jepang dan India. Dalam beberapa tahun terkahir, permintaan dari negara-negara itu memang terus menurun. Kebijakan-kebijakan pengetatan ekonomi di negara-negara itu, seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global menjadi penyebab lesunya permintaan dari pasar eskpor.

Dia merinci, jika dilihat dari kinerja ekspor sepanjang Agustus dan September lalu, penurunan permintaan dari negara tujuan ekspor utama memang mengalami penurunan signifikan. Pada Agustus dan September tahun ini, ekspor karet Sumut masing-masing hanya sebanyak 37.666 ton dan 33.784 ton. Sementara, tahun lalu masing-masing sebanyak 40.018 ton dan 39.090 ton.

Selain permintaan yang menurun, kinerja ekspor karet juga terkoreksi karena pada periode April hingga Juli tahun ini, Indonesia menerapkan skema pembatasan ekspor karet alam atau Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) untuk mendongkrak harga di pasar internasional.

Penetapan pembatasan ekspor ini disetujui oleh negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC), yakni Thailand, Malaysia dan Indonesia karena melihat harga karet terus mengalami penurunan.

Pemerintah melalui Menteri Perdagangan menugaskan Gapkindo untuk menjalankan pembatasan ekspor melalui skema AETS. Melalui kebijakan ini, ekspor karet Indonesia akan dikurangi sebesar 941.791 ton untuk kurun waktu 1 April hingga 31 Juli 2019. Hal yang sama juga berlaku bagi dua negara anggota ITRC lainnya yakni Malaysia dan Thailand dengan proporsinya masing-masing. “Gapkindo sendiri sudah memenuhi kuota pembatasan itu,” ungkap Edy.

Saat ini, harga karet di pasar ekspor masih fluktatif pada kisaran US$1,3. Harga yang cukup rendah dan menyebabkan harga karet di tingkat petani juga terkoreksi cukup dalam. Ke depan, kata dia, Gapkindo bersama pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri agar harga karet bisa naik. “Harapan kita, serapan karet dalam negeri bisa naik sehingga pelan-pelan harga bisa naik,” pungkasnya.

Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin menilai, jika dibandingkan dengan komoditas sawit, harga karet memang yang paling terpukul. Hal ini dikarenakan karet tidak memiliki produk turunan yang banyak layaknya sawit.

“Selain itu, produk turunan karet ini kan lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelengkap, bukan kebutuhan pokok,” katanya.

Ditambah lagi perang dagang belakangan ini membuat sejumlah negara terpaksa membatasi konsumsi karet, yang diimplementasikan dengan serangkaian kebijakan yang penghambat impor karet negara tujuan.

Hal ini tentu menyulitkan Indonesia, terutama Sumut yang menjadi salah satu sentra produksi karet. “Namun memang efek perang dagang itu seperti itu. Sifat proteksionis yang dilakukan negara besar cenderung membuat negara mitranya mengambil kebijakan pembatasan impor, guna menjaga neraca perdagangan agar tidak membentuk tren defisit yang besar,” katanya.

“Walaupun, pada dasarnya tren penurunan harga karet ini sudah berlangsung lama, dikarenakan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi global,” tambahnya.

Menurut dia, kebijakan pembatasan ekspor memang bisa menjadi salah satu upaya untuk menahan kejatuhan harga. Tetapi kebijakan tersebut tidak serta merta bisa menolong kondisi petani.

Harga karet memang tidak jauh beranjak dari posisi sekarang yakni US$1,3 per kg. Bahkan harga karet saat ini di bursa Tocom, saat ini hanya sekitar 150 yen per kg. Sulit untuk berharap harga karet naik diatas 200 yen.

“Saya melihat tren harga komoditas unggulan sumut sulit untuk merangkak naik belakangan ini. Bahkan untuk 1 hingga 2 tahun yang akan datang,” tutupnya.

Penulis :daniel

Editor : Rika

Related Articles

Latest Articles