5.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

NPHD Belum Ditandatangani, Pilkada Sergai dan Simalungun Terancam

Medan | Mistar-Pemkab Simalungun dan Serdang Bedagai (Sergai)belum meneken atau menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) anggaran Pilkada.

Ketua KPU Sumut Herdensi Adnin mengatakan, seharusnya seluruh daerah sudah merampungkan NPHD. Hal ini sesuai kesepakatan dalam pertemuan dengan Mendagri yang dihadiri KPU RI, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
“Dalam pertemuan itu, sebenarnya ada semacam kesepakatan bersama, bahwa hari ini semuanya harus selesai, tuntas,” kata Herdensi di Medan, Senin (14/10/19).

Namun dari 23 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 2020, ditemukan kendala di Simalungun dan Serdang Bedagai. Belum ada kesepakatan mengenai besaran dana anggaran Pilkada.
Pemkab Simalungun hanya bersedia mengalokasikan anggaran Rp40 miliar dari kebutuhan Rp51 miliar. Sedangkan Serdang Bedagai mematok Rp35 miliar dari total kebutuhan anggaran Rp45 miliar.

“Kita, KPU ini, tak bisa memaksa pemerintah daerah. Kita berharap ini bisa dipercepat oleh pemerintah kabupaten dan kota, karena ini kan agenda nasional, sudah menjadi menjadi amanat undang undang. Dana pemilihan itu kan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, nggak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk menolak itu,” kata Herdensi.

Menurutnya, anggaran yang diajukan KPU di masing-masing daerah sudah diajukan sesuai dengan kebutuhan. Jika KPU kekurangan dana dikhawatirkan muncul persoalan penyelenggaraan Pilkada.
“Bukan hanya bagi KPU tapi masyarakat luas. Bayangkan kalau kita misalnya tidak bisa mencetak surat suara sesuai kebutuhan. Apa nggak dituduh KPU itu melakukan manipulasi?” kata Herdensi.

Minim Anggaran

Terpisah Kepada Mistar, Ketua KPU Simalungun, Raja Ahab Damanik mengungkapkan, Pemkab Simalungun tidak pernah merespon surat KPU Simalungun terkait kesepakatan NPHD itu. Termasuk surat terbaru mereka, tanggal 14 Oktober 2019, yang meminta kepastian kapan NPHD itu bisa ditandatangani.

“Kami menunggu dulu beberapa hari ini. Kami berharap jangan terlalu lama, jangan lewat tanggal 20, karena tanggal 26 Oktober kami sudah harus mengumumkan syarat perseorangan. Kalau ini terlewati, Pilkada Simalungun bisa terganggu. Besok (hari ini, 15/10/19) kami akan surati propinsi untuk menjelaskan tidak ada penandatanganan NPHD di Simalungun per tanggal 14 Oktober. Sekaligus minta petunjuk, apakah Pilkada Simalungun dilanjut atau bagaimana,” kata Raja Ahab.

Upaya yang dilakukan KPU, kata Raja, terbilang sudah maksimal. Prosedur administratif melalui surat sudah dilayangkan 10 kali, dan satu pun tak berbalas. Langkah atau kebijakan lain berupaya beraudensi dengan Bupati Simalungun, JR Saragih, juga tidak pernah direspon.

“KPU sudah lakukan semuanya, tapi kalau bupati tidak merespon, kan KPU tidak bisa mendesak. Tidak mungkin juga KPU menjumpai bupati tanpa persetujuan waktu dari bupati. KPU sudah maksimal, semua upaya kami persiapkan. Jika nanti ditanya Mendagri terkait persoalan ini, kami bisa beberkan semua,” ungkapnya.

Menanggapi penyebab belum ditekennya NPHD untuk Pilkada Simalungun, Sekda Kabupaten Simalungun, Gidion Purba menyatakan, minimnya anggaran yang tersedia di APBD Simalungun menjadi persoalan. Pemkab Simalungun hanya menyanggupi dana Rp45 miliar dari Rp61 miliar yang diajukan KPU.

“Kami sudah mentok di anggaran. Kami anggarakan Rp45 miliar, mereka minta Rp 61 miliar. Malah pernah dalam pertemuan dengan KPU, mereka minta nambah lagi Rp23 miliar. Jadi berunding pun kami gak ketemu. Apalagi APBD kami sudah diketok dan lagi evaluasi di Gubernuran. Bisa juga nanti dikeluarkan Peraturan Bupati, tapi tunggu keluarlah hasil evaluasi dan itupun menunggu petunjuk atasan,” ujar Gidion kepada Mistar tadi malam.

Selain menunggu hasil evaluasi, lanjut Gidion, masih ada beberapa alternatif mengatasi kekurangan anggaran Pilkada Simalungun. Di antaranya utang atau penambahan dana alokasi umum (DAU). Namun sejauh ini, hal itu seperti tidak ada. Gidion juga mengaku tidak tahu pasti, apakah persoalan anggaran itu sudah sampai pada jalan buntu.

“Gak tahulah ya. Menunggu hasil evaluasi saja. Pastinya kami tetap berdasarkan dengan kemampuan APBD saja. Soal KPU bilang surat mereka tidak kami jawab, apa mau kami jawab. Kami sudah tahu surat mereka minta Rp61 miliar, kami hamya mampu Rp45 miliar. Kalau mau jumpa dengan bupati juga tidak ada masalah. Persoalan angka itu yang belum klop,” pungkas Gidion.

Kurangi Jumlah TPS

Tidak tercapainya kesepakatan anggaran Pilkada juga dialami KPU dan Pemkab Serdang Bedagai. Anggaran yang diajukan KPU sebesar Rp45 miliar hanya disanggupi Rp35 miliar oleh Pemkab Sergai. Praktis jumlah itu tidak sesuai dengan kebutuhan yang sudah dirancang KPU Serdang bedagai.

“Jauh sebelumnya kami sudah melakukan pertemuan dengan TAPD. Awalnya kami usulkan Rp70 miliar. Setelah kami breakdown semua, akhirnya menciut menjadi Rp45 miliar, tapi TAPD tetap bertahan pada angka Rp35 miliar. Mereka beralasan, angka itu sudah dibahas di Badan Anggaran DPRD Serdang Bedagai dan sudah diketok. Mereka malah mengatakan, “Ya sudah. Kalau mau silahkan, kalau tidak mau ya tidak apa-apa”. Kami jadi gimana ya dengan keputusan mereka tersebut,” kata Ketua KPU Serdang Bedagai, Erdian kepada Mistar.

Berapa alasan TAPD Pemkab Sergai meminta KPU menurunkan anggara Pilkada itu antara lain mengurangi jumlah TPS, dari 1.400 TPS yang dibentuk KPU menjadi 600 TPS. Adapun alasan Pemkab Sergai meminta jumlah TPD dikurangi, kata Erdian, mengacu pada proses Pilkades yang mampu berjalan hanya 1 TPS untuk tiap desa.

“Kami jelaskan, Pilkada tidak bisa disamakan dengan Pilkades. Ada beberapa pertimbangan seperti aksesbilitas, jumlah honor badan adhoc mulai dari PPK sampai KPPS yang mencapai 1200-an orang. Jikapun kami setuju dengan pengurangan jumlah TPS, tapi tidak mengurangi honor badan Adhoc, angka Rp35 miliar itu tetap tidak cukup. Apalagi, belum pernah ada penurunan honor badan Adhoc terjadi di wilayah Sumatera Utara selama pelaksanaan Pilkada,” jelas Erdian.

Sampai Paripurna PAPBD Sergai dan RAPBD Sergai 2020, kata Erdian, Pemkab Sergai tetap pada angkat Rp35 miliar. Untuk itu, KPU Sergai selalu berkoordinasi dengan KPu Sumatera Utara, apakah memungkinkan untuk mengurangi jumlah TPS. Padahal untuk Pilkada Sergai 2005 lalu, jumlah TPS berjumlah 1.038 tempat. Naik lagi pada Pilkada berikutnya menjadi 1.300-an TPS dan terakhir saat Pilgubsu ada sebanyak 1.400-an TPS.
Sama dengan KPU Simalungun, KPU Serdang Bedagai juga khawatir jika NPHD itu tidak segera diteken dengan jumlah sesuai yang dibutuhkan. Erdian mengakui, tahapan Pilkada Sergai 2020 sudah tidak sesuai lagi dengan tahapan yang telah mereka tetapkan.

“Cuma kami yakini, kami tidak ada melanggar unadang undang. Kami sudah mengikuti seluruh prosedur. Kami juga berharap persoalan ini segera menemui titik temu. Walau demikian, kami tetap mensosialisasikan kepada publik, seluruh tahapan Pilkada Sergei 2020,” ujarnya.
KPU Serdang Bedagai mengaku, persoalan ini sangat pahit bagi mereka. Mereka tetap berpikiran positif, persoalan ini sebatas kekurangan anggaran Pemkab Sergai, bukan karena ada intervensi pihak-pihak lain.(detik/mahadi/hm01)

Related Articles

Latest Articles